15 Negara Bikin Kesepakatan Perdagangan Terbesar di Dunia, AS Tidak Diajak
A
A
A
SINGAPURA - Setelah lebih dari enam tahun negosiasi, sebanyak 15 negara di Asia Pasifik kini sepakat untuk menandatangani perjanjian perdagangan terbesar di dunia pada tahun 2020.
Melansir dari CNBC, Selasa (12/11/2019), kesepakatan 15 negara ini disebut Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional atau Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).
Kelompok ini terdiri dari 10 negara ASEAN yaitu: Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, Brunei, Vietnam, Myanmar, Kamboja, dan Laos. Dan lima mitra dagang utama: China, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru.
Jika ditotal, jumlah penduduk 15 negara ini hampir sepertiga dari populasi dunia dan produk domestik bruto global. RCEP lebih besar dari blok perdagangan regional seperti Uni Eropa atau USMCA (Amerika Serikat, Meksiko, dan Kanada).
Sebelumnya, RCEP dimulai dengan 16 negara. Tetapi India memutuskan keluar dan tidak bergaung dengan pakta perdagangan ini karena dinilai merugikan produsen lokal negara mereka.
RCEP diluncurkan pada November 2012 di Phnom Penh, Kamboja, sebagai inisiatif ASEAN untuk mendorong perdagangan diantara negara-negara anggota dan mitra dagang utama Asia Pasifik.
Dalam RCEP, mereka akan mendorong perdagangan lintas grup dengan menurunkan tarif, standarisasi aturan dan prosedur bea cukai, memperluas akses pasar terutama diantara negara-negara yang tidak memiliki kesepakatan perdagangan yang ada.
Menariknya, RCEP tidak mengajak Amerika Serikat. Banyak pengamat mengatakan RCEP sebagai cara Beijing untuk melawan pengaruh Amerika Serikat di wilayah Asia Pasifik. RCEP akan mendorong untuk melawan proteksionisme yang dilakukan oleh AS.
Secara khusus, perang dagang AS dan China telah merugikan banyak eksportir Asia, dimana mereka mengalami penurunan permintaan atas barang-barang mereka sehingga memperlambat pertumbuhan perusahaan.
Saat ini, RCEP memasuki tahap akhir yaitu perampungan teks dan perincian perjanjian dagang dan tinjauan hukumnya, sebelum diteken dan dirilis.
Para analis mengatakan RCEP akan bermanfaat bagi perdagangan barang karena semakin mengurangi tarif pada banyak produk. Direktur Eksekutif di Asian Trade Center, Deborah Elms, mengatakan RCEP akan membantu produsen Asia untuk menjual lebih banyak produk mereka ke seluruh wilayah Asia Pasifik.
"Bahkan RCEP akan membantu rantai pasokan negara-negara anggota RCEP untuk mengekspor barang di luar blok mereka," ujarnya kepada Reuters.
Namun, RCEP dianggap tidak memiliki kualitas seperti Kemitraan Trans-Pasifik (TPP). Karena RCEP tidak memiliki panggilan untuk komitmen dari negara-negara anggota dalam melindungi hak-hak pekerja dan lingkungan.
Deborah menambahkan, mundurnya India bisa semakin membuat China kuat. Anggapan ini diperkuat oleh analisas Eurasia Group, yang mengatakan Jepang menganggap partisipasi New Delhi sangat penting.
"Partisipasi India sangat penting karena memiliki kekuatan ekonomi dan sebagai penyeimbang lain bagi China," tulis Eurasia Group. Apalagi India adalah negara ekonomi terbesar ketiga di Asia setelah China dan Jepang.
"Tanpa India, RCEP akan menjadi kurang signifikan. Tapi akan jalan lebih lancar dalam mencapai tujuan implementasinya (China)," tulis The Economist Intelligence Unit.
Melansir dari CNBC, Selasa (12/11/2019), kesepakatan 15 negara ini disebut Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional atau Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).
Kelompok ini terdiri dari 10 negara ASEAN yaitu: Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, Brunei, Vietnam, Myanmar, Kamboja, dan Laos. Dan lima mitra dagang utama: China, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru.
Jika ditotal, jumlah penduduk 15 negara ini hampir sepertiga dari populasi dunia dan produk domestik bruto global. RCEP lebih besar dari blok perdagangan regional seperti Uni Eropa atau USMCA (Amerika Serikat, Meksiko, dan Kanada).
Sebelumnya, RCEP dimulai dengan 16 negara. Tetapi India memutuskan keluar dan tidak bergaung dengan pakta perdagangan ini karena dinilai merugikan produsen lokal negara mereka.
RCEP diluncurkan pada November 2012 di Phnom Penh, Kamboja, sebagai inisiatif ASEAN untuk mendorong perdagangan diantara negara-negara anggota dan mitra dagang utama Asia Pasifik.
Dalam RCEP, mereka akan mendorong perdagangan lintas grup dengan menurunkan tarif, standarisasi aturan dan prosedur bea cukai, memperluas akses pasar terutama diantara negara-negara yang tidak memiliki kesepakatan perdagangan yang ada.
Menariknya, RCEP tidak mengajak Amerika Serikat. Banyak pengamat mengatakan RCEP sebagai cara Beijing untuk melawan pengaruh Amerika Serikat di wilayah Asia Pasifik. RCEP akan mendorong untuk melawan proteksionisme yang dilakukan oleh AS.
Secara khusus, perang dagang AS dan China telah merugikan banyak eksportir Asia, dimana mereka mengalami penurunan permintaan atas barang-barang mereka sehingga memperlambat pertumbuhan perusahaan.
Saat ini, RCEP memasuki tahap akhir yaitu perampungan teks dan perincian perjanjian dagang dan tinjauan hukumnya, sebelum diteken dan dirilis.
Para analis mengatakan RCEP akan bermanfaat bagi perdagangan barang karena semakin mengurangi tarif pada banyak produk. Direktur Eksekutif di Asian Trade Center, Deborah Elms, mengatakan RCEP akan membantu produsen Asia untuk menjual lebih banyak produk mereka ke seluruh wilayah Asia Pasifik.
"Bahkan RCEP akan membantu rantai pasokan negara-negara anggota RCEP untuk mengekspor barang di luar blok mereka," ujarnya kepada Reuters.
Namun, RCEP dianggap tidak memiliki kualitas seperti Kemitraan Trans-Pasifik (TPP). Karena RCEP tidak memiliki panggilan untuk komitmen dari negara-negara anggota dalam melindungi hak-hak pekerja dan lingkungan.
Deborah menambahkan, mundurnya India bisa semakin membuat China kuat. Anggapan ini diperkuat oleh analisas Eurasia Group, yang mengatakan Jepang menganggap partisipasi New Delhi sangat penting.
"Partisipasi India sangat penting karena memiliki kekuatan ekonomi dan sebagai penyeimbang lain bagi China," tulis Eurasia Group. Apalagi India adalah negara ekonomi terbesar ketiga di Asia setelah China dan Jepang.
"Tanpa India, RCEP akan menjadi kurang signifikan. Tapi akan jalan lebih lancar dalam mencapai tujuan implementasinya (China)," tulis The Economist Intelligence Unit.
(ven)