Literasi Keuangan Rendah, Rawan Investasi Bodong

Sabtu, 23 November 2019 - 05:43 WIB
Literasi Keuangan Rendah,...
Literasi Keuangan Rendah, Rawan Investasi Bodong
A A A
JAKARTA - Investasi sering kali menjadi jalan pintas bagi sebagian orang untuk meraup keuntungan ekonomi. Namun, di sisi lain banyak fakta investasi yang mereka lakukan tidak membawa hasil alias bodong.

Hal yang mendasari kegiatan investasi bodong ini semakin marak dan banyak menjerat korban adalah pengetahuan masyarakat yang minim akan informasi tersebut serta mudah tergiur dengan keuntungan besar yang ditawarkan.

Menurut perencana keuangan dan penulis, Safir Senduk, investasi abal-abal saat ini sangat mudah menyebar di masyarakat Indonesia. Terlebih lagi sifat masyarakat Indonesia yang senang untuk mencoba sesuatu hal baru yang belum diketahui dengan pasti membuat tawaran investasi bodong ini sangat mudah untuk menyebar di masyarakat Indonesia.

Selain itu, masih minimnya pengetahuan masyarakat dalam hal perencanaan keuangan menjadikan mereka hidup konsumtif dan tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan. "Banyak masyarakat saat ini memilih produk keuangan yang tidak sesuai, sementara apa yang dibutuhkan malah tidak diambil. Hal inilah yang memicu para pelaku investasi bodong mudah masuk," jelas Safir saat dihubungi KORAN SINDO.

Tidak hanya itu, pola masyarakat saat ini yang senang mencoba sesuatu baru tanpa mempelajari lebih detail dari produk yang diambil juga menjadi salah satu faktor pemicu tergiurnya ragam investasi.

"Masyarakat kita ini tipenya suka mencoba, sehingga mudah sekali untuk menyebarkan informasi dan tawaran tentang investasi, padahal belum tentu investasi itu benar. Hanya dengan menawarkan di satu perkumpulan saja anggotanya pasti dengan cepat langsung bertambah," ungkap Safir.

Lebih lanjut Safir menambahkan, biasanya para pelaku menawarkan imbalan besar tanpa risiko. Selain, mereka juga biasanya tidak memiliki dokumen resmi tentang perizinan dari lembaga sah.

Saat ini, ada sejumlah jenis investasi yang banyak dilirik masyarakat. Seperti trading forex, money game, multilevel marketing, cryptocurrency, dan koperasi tidak memiliki izin. Hebatnya, dengan kecanggihan teknologi saat ini, para tangan-tangan jahil ini membuat informasi palsu untuk menipu calon korbannya.

"Dengan kemudahan digital saat ini para pelaku bisa sangat mudah melakukan penawaran dan kemudahan untuk membuat informasi. Aplikasi ini semakin dijadikan alat untuk membuat para nasabahnya percaya. Ditambah dengan iming-iming tinggi masyarakat menjadi lebih tergiur," jelas pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance, Eko Listiyanto.

Guna mencegah korban investasi bodong ini semakin bertambah, peran beberapa lembaga terkait sangat diperlukan. Terlebih lagi dalam hal memberikan pengetahuan tentang produk keuangan kepada masyarakat.

Lembaga resmi seperti pemerintah juga harus bisa mengambil langkah dalam mensosialisasikan pentingnya pengetahuan tentang jenis pengelolaan keuangan supaya tidak ada lagi masyarakat yang tertipu janji manis investasi dengan keuntungan tinggi namun tidak berizin.

"Sebenarnya pendidikan tentang masalah keuangan sangat diperlukan, bahkan sejak usia sekolah. Hal ini agar tidak ada lagi yang tertipu tawaran investasi tipu-tipu ini," ujar Eko.

Dengan lebih meningkatkan pengetahuan di bidang finansial, masyarakat tidak akan mudah lagi terkena penawaran investasi abal-abal yang selalu ditawarkan melalui kelompok masyarakat, seperti arisan atau perkumpulan lainnya.

Tidak hanya itu, harus ada ganjaran yang diberikan oleh lembaga terkait seperti pemerintah agar bisa membuat para pelaku jera. Langkah ini untuk memberikan efek jera agar tidak ada lagi orang yang melakukan investasi fiktif.

"Para pelaku harus diberikan hukuman sepadan, baik pidana maupun perdata, supaya tidak ada yang mengikuti jejak mereka. Sehingga mampu menghentikan demand lewat pendidikan melek keuangan. Efek jera ini juga bisa menghentikan suplai investasi bodong ke masyarakat," tutur Eko.

Eko menambahkan, dengan Otoritas Jasa Keungan (OJK) menggandeng berbagai lembaga kementerian dan pemerintah kedalam Satgas Waspada Investasi, itu sudah sebagai langkah yang cukup baik. Meski begitu, OJK harus bisa berkordinasi dengan lembaga terkait agar masalah investasi bodong ini dapat terselesaikan.

Termakan Janji Palsu
Kriminolog Eva Achjani Zulfa menilai, kepercayaan masyarakat Indonesia masih tinggi terhadap informasi yang didapat dari kerabat dekat. Apalagi, terkait ajakan berinvestasi yang menjanjikan benefit besar dalam waktu singkat. Karena itu, kasus-kasus penipuan investasi dengan iming-iming keuntungan berlipat ganda marak terjadi di Indonesia.

"Hal logis bisa tidak dipikirkan, selalu konteksnya karena percaya, jadi ingin berinvestasi," ungkap Eva.

Dia mengatakan, saat ini banyak kasus penipuan yang terjadi di dunia financial technology (fintech). Faktor penyebab juga masih sama. Misalnya, investasi uang digital macam bitcoin kemungkinan terjadi karena korban ditawari oleh keluarga atau teman dekatnya.

”Sebetulnya jika hanya iklan di media sosial, itu takkan mudah. Namun jika yang masuk adalah orang terdekat, biasanya lebih gampang. Ini karena tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga tidak lagi membutuhkan pengecekan terhadap perusahaan yang mengadakan investasi," tambah dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini.

Eva menyatakan, kasus investasi Kebun Kurma misalnya, awalnya masyarakat ditawari membeli kavling tanah dengan iming-iming dapat ditanami pohon kurma. Informasi yang beredar yang media sosial, memang satu lahan tanah seluas 500 meter persegi hanya dijual sekitar Rp75 hingga 80 jutaan. Bukan hanya itu, mereka juga menawarkan beberapa keuntungan lainnya dengan berinvestasi di sana, termasuk investasi kebun kurma yang bisa menghasilkan puluhan juta rupiah per tahun. Namun, ternyata hingga kini para investor tersebut belum tahu kejelasan investasi yang mereka tanamkan di lahan kebun kurma itu.

Menurut Eva, seharusnya, masyarakat dapat memastikan apakah kurma bisa ditanam di Indonesia. Apakah ada hasil risetnya soal itu? "Seharusnya mereka datang dulu ke ahli pertanian atau perkebunan sebelum akhirnya meyakinkan diri menyetor uang untuk investasi atau membali lahan tersebut," ungkapnya.

Jika sudah memiliki niat untuk bermain nakal, kegiatan penipuan selama ini juga terjadi dari perencanaan untuk memanipulasi. Jika terjadi di sebuah perusahaan yang terdapat beberapa pihak di lingkup manajerial, mereka juga harus memikirkan agar rencana rapih tidak terbongkar.

Tindakan pemerintah dengan membuat satgas, menurut Eva, menjadi sangat penting sebagai bentuk perhatian pemerintah terhadap kasus yang sudah terjadi. Serta upaya melindungi masyarakat agar tidak banyak kasus di masa depan.

Deputi Bidang Pengawasan Kemenkop dan UKM Suparno menjelaskan, oknum di koperasi banyak yang menyalahi aturan. Seperti kasus Koperasi Pandawa, mereka berbadan hukum koperasi tapi praktiknya malah memperdagangkan uang.

"Anggota koperasi sebenarnya tidak lebih dari 260an orang dan asetnya pada saat itu hanya Rp365 juta. Tapi, mereka menghimpun uang masyarakat menggunakan sistem multi level marketing. Ada oknum yang mengatasnamakan koperasi padahal uangnya tidak masuk ke koperasi," ungkapnya.

Suparno menilai, jika koperasi sudah tidak sesuai AD ART, mereka malah menghimpun banyak uang di luar anggota koperasi tersebut sudah tidak sehat. Koperasi yang mengadakan investasi dilegalkan untuk koperasi produksi. Karena itu, banyak koperasi kerap tergiur oleh tawaran-tawaran yang bukan bidang profesional mereka.

Menurutnya, kasus yang terjadi pada koperasi Cipaganti yang bergerak di bidang transportasi, malah membuat perusahaan atau lembaga lain karena melihat ada peluang investasi. Hasilnya, mereka tidak profesional karena bukan keahlian mereka di bidang tersebut.

Suparno menjelaskan, memilih koperasi yang aman yakni dengan mengenal para pengurus koperasi. "Paling tidak mengenal dan sudah terpercaya koperasinya. Dipastikan kita juga telah menjadi anggota. Mengikuti rapat bukan hanya menyimpan uang saja tanpa dilibatkan dalam urusan AD ART," pesan Suparno.

Sementara itu, untuk fintech bermasalah, Anthonius Malau, Plt. Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Kemenkominfo mengatakan, pihaknya setiap hari melakukan penyisiran fintech ilegal. Temuan itu kemudian disampaikan kepada Satgas Waspada Investasi untuk diverifikasi. "Jika saat diverifikasi hasilnya fintech ilegal, maka kami langsung memblokir. Semoga pemblokiran itu dapat membantu perlindungan konsumen dan masyarakat,” ujarnya. (Aprilia S Andyna/Ananda Nararya)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1180 seconds (0.1#10.140)