Penggunaan Vaksin PVC Unicef Hemat Anggaran Rp7,6 Triliun

Sabtu, 30 November 2019 - 10:12 WIB
Penggunaan Vaksin PVC Unicef Hemat Anggaran Rp7,6 Triliun
Penggunaan Vaksin PVC Unicef Hemat Anggaran Rp7,6 Triliun
A A A
JAKARTA - Pneumonia masih menjadi penyebab tertinggi kematian pada bayi di bawah usia lima tahun (balita) maupun bayi baru lahir. Tercatat, Indonesia menempati peringkat ketujuh sebagai negara dengan angka kematian balita akibat pneumonia.

Rata-rata kematian akibat pneumonia terhadap anak di bawah lima tahun mencapai 25.000 orang per tahun. Kematian akibat penyakit pneumonia menyumbang 17% dari total kematian anak di bawah lima tahun.

Pakar ekonomi kesehatan dari Universitas Padjadjaran, Auliya Suwantika mengatakan, mahalnya harga pneumococcal conjugate vaccine (PCV) menjadi masalah pemerintah dalam upaya menekan angka kematian bayi akibat pneumonia di Indonesia.

Selain harganya relatif masih mahal, perusahaan vaksin milik pemerintah yakni Bio Farma, juga belum mampu memproduksi vaksin PCV. Akibatnya, mereka melakukan impor untuk mendapatkan vaksin tersebut.

"Fakta tersebut perlu menjadi perhatian pemerintah lantaran Indonesia menjadi salah satu negara dengan angka kematian bayi akibat pneumonia, yang tidak memasukkan vaksin pneumonia sebagai wajib imunisasi dasar," ujarnya.

Pneumonia atau radang paru akut merupakan infeksi pada jaringan paru atau lebih spesifiknya (alveoli) disebabkan oleh kuman. Balita yang mengalami pneumonia akan kesulitan bernafas dan menyebabkan kematian.

Penyakit ini dapat dicegah dengan pemberian vaksin dan diobati dengan antibiotik serta pemberian oksigen secara rutin. Namun, di negara-negara miskin, akses pengobatan terhadap penyakit ini seringkali terbatas.

Menurut Auliya, pemerintah bisa mendapat harga yang paling murah untuk vaksin PCV melalui penawaran dari Unicef dan Gates Foundation dalam proses pengadaan vaksin PCV. "Indonesia bisa menghemat anggaran pengadaan vaksin PCV hingga Rp3,58 triliun per tahun. Ini opsi yang paling terjangkau," jelasnya.

Direktur Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Purwanto mengatakan, Indonesia memang mendapat tawaran dari Unicef yang didukung oleh Gates Foundation untuk mendapatkan vaksin PCV dengan harga yang terjangkau, yakni USD2,93 per dosis dari harga normal USD20 per dosis.

Namun, pengambilan keputusan pembelian vaksin melalui Unicef tersebut tertunda lantaran skema kontrak pembelian yang belum jelas. Padahal, tenggat waktu pendaftaran pembelian vaksin melalui Unicef pada 31 Desember 2019.

"Selama ini kami mengira harus kontrak lima tahun untuk pembelian vaksin tersebut sehingga butuh penganggaran khusus. Padahal sebenarnya tidak. Proses pengadaan bisa dilakukan per tahun dengan skema pembayaran uang muka 30%. Tentu ini lebih mudah karena bisa masuk anggaran Kementerian Kesehatan," ujarnya.

Menurut Purwanto, pengadaan vaksin PCV melalui Unicef sangat penting untuk menghemat anggaran APBN. Berdasarkan data kebutuhan vaksin pneumokokus tahun 2019-2024 dari Kementerian Kesehatan, perkiraan kebutuhan anggaran apabila menggunakan skema yang selama ini berjalan adalah sebesar Rp9,75 triliun.

Sedangkan apabila dilakukan kerja sama dengan Bill and Melinda Gates Foundation hanya memerlukan anggaran sebesar Rp2,13 triliun atau dapat menghemat anggaran sebesar Rp7,62 triliun.

"Dengan ini harga menjadi lebih murah. Cuma persoalannya bukan cuma belinya saja, tetapi bagaimana vaksin ini sampai ke bayi dengan benar," ungkapnya.

Direktur Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Sadiah mengatakan, pemerintah sepakat untuk memasukkan vaksin PCV sebagai vaksin dasar dalam program imunisasi rutin nasional yang diberikan kepada masyarakat. Namun demikian, dia mengakui keterbatasan anggaran menjadi kendala dalam pengadaan vaksin tersebut.

Di sisi lain, pembeli langsung vaksin oleh pemerintah melalui Unicef masih belum dapat dilakukan. Hal ini karena pemerintah masih terbentur masalah regulasi yang mengharuskan pembelian obat melalui proses pengadaan atau lelang.

"Kami dari Kemenkes sepakat bahwa opsi pembeli melalui Unicef akan sangat membantu dalam menghemat anggaran. Ini sedang kami bahas langkah itu dalam sejumlah pertemuan lintas kementerian dan lembaga. Sebab upaya tersebut membutuhkan regulasi pasti, yang bukan hanya dari Kemenkes, namun dari kementerian lain," jelasnya.

Di samping itu, lanjut Sadiah, pemerintah juga masih membahas mengenai biaya distribusi yang dibutuhkan untuk pengadaan hingga distribusi vaksin PCV ke masyarakat. Pengadaan vaksin PCV melalui Unicef baru sebatas ongkos pembelian dan pengapalan hingga pelabuhan. Belum mencakup biaya distribusi dari pelabuhan hingga ke setiap pusat layanan kesehatan di daerah.

"Jadi, Unicef hanya mendistribusikan sampai bandara. Langkah berikutnya adalah mendistribusikan vaksin tersebut dari bandara ke provinsi. Itu ada cost lagi dan kita harus melakukan lelang untuk menentukan siapa provider yang akan melakukan pendistribusian vaksin. Itu mekanismenya berbeda," tuturnya.

Ahli sistem kesehatan dari Indonesia Technical Advisory Group on Immunization Soewarta Kosen menyayangkan kalau Indonesia melewatkan kesempatan melakukan pengadaan vaksin PCV murah sejak 2013. Saat itu, pemerintah memutuskan tidak mengambil tawaran bantuan dari Unicef dan Gates Foundation dalam pengadaan vaksin tersebut.

Padahal pengadaan vaksin pneumonia dengan skema advance market commitment (AMC) dari Unicef memungkinkan Indonesia melakukan percepatan adopsi vaksin ke dalam Program Imunisasi Rutin Nasional. Untuk itu, dia mendesak agar pemerintah segera mengambil tawaran dari Unicef dan Gates Foundation dalam proses pengadaan vaksin PCV.

"Ini sudah murah banget USD3. Kalau tidak diambil, maka ada yang salah dengan kita karena mereka sudah menawarkan dari dulu tetapi kita tidak ambil juga. Penggunaan skema AMC ini juga akan menjamin kesinambungan, affordability, dan cost-effectiveness adopsi vaksin baru tersebut ke dalam program imunisasi rutin nasional," ujarnya. (Oktiani Endarwati)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7213 seconds (0.1#10.140)