Pengusaha Optimistis Perdagangan Berjangka pada 2020 Meningkat
A
A
A
JAKARTA - CEO PT Mentari Mulia Berjangka Ofik Taufiqurohman optimistis tahun depan perusahaan yang dipimpinnya bisa masuk jajaran 10 besar. Untuk mencapai target tersebut, menurut Taufiq, perusahaan akan melanjutkan sosialisasi dan edukasi tentang derivatif dan perdagangan berjangka.
Hal tersebut diungkapkannya pada forum internasional bertajuk “Indonesia Derivative Reach International Market” Summit 2019 yang diselenggarakan di Hotel Mulia, Jakarta, kemarin. Selain edukasi dan sosialisasi, lanjutnya, juga bersinergi dengan menandatangani MoU antara PT Mentari Mulia Berjangka dengan First Gold sebagai penasihat dan konsultan di perdagangan berjangka.
"Mentari Mulia Berjangka bersinergi dan berkomitmen untuk terus melanjutkan edukasi tentang derivatif dan perdagangan berjangka demi mengembangkan potensi pasar derivatif di Indonesia hingga internasional," katanya.
Saat ini semakin tinggi minat masyarakat untuk terlibat dalam PBK. Ini ditandai dengan tren lonjakan volume transaksi kontrak multilateral dan kontrak Sistem Perdagangan Alternatif (SPA) baik di Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) maupun Bursa Berjangka Derivatif Indonesia (BKDI) dalam beberapa tahun terakhir.
Data Bappebti menunjukkan bahwa transaksi BBJ dan BKDI pada 2016 mencapai 7.012.220 lot atau meningkat 6,40% dari tahun sebelumnya. Pada 2018, peningkatannya mencapai 25,20% atau menjadi 8.821.762 lot. Adapun, volume transaksi kontrak berjangka pada Januari-Agustus 2019 tercatat sebesar 7.043.116 Lot. Jumlah itu diperkirakan terus meningkat seiring masifnya upaya sosialisasi dan edukasi terkait pilihan investasi PBK.
Forum “Indonesia Derivative Reach International Market” Summit 2019, jelas Taufiq melihat lebih jauh potensi PBK dan sebagai upaya mengedukasi masyarakat. "Kami berkomitmen membangun dan memperkuat SDM yang handal serta membuat inovasi baru dalam pelayanannya kepada nasabah, agar dapat lebih kompetitif di dunia perdagangan berjangka komoditi," tandasnya.
Harapan yang sama juga diungkapkan Direktur Utama PT Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) atau Jakarta Futures Exchange (JFX) Stephanus Paulus Lumintang. Menurut Paulus, tahun 2020 akan terjadi kenaikan volume transaksi dalam Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) sebanyak 15%. Di mana, emas dan minyak sawit menjadi komoditas yang akan paling banyak ditransaksikan oleh nasabah yang saat ini berjumlah 160.000 orang.
"Tahun 2019 di JFX merupakan tahun kebangkitan, saya prediksikan 17 hari sisa perdagangan ini bisa mencapai target, bahkan bisa naik 17%-21% tahun ini," ujar Paulus yang juga hadir dalam forum Indonesia Derivative Reach International Market Summit 2019 tersebut. Target tersebut, menurutnya, didorong faktor politik Indonesia yang sudah stabil dan pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas Amerika Serikat.
Ditanya pengaruh perang dagang AS-Tiongkok terhadap gairah perdagangan berjangka, Paulus mengatakan, perang dagang juga menjadi faktor yang membuat harga komoditas menjadi fluktuatif. Namun, tambahnya, dirinya justru senang dengan kondisi tersebut. "I hate war, tapi saya suka situasinya. Dari situ banyak kesempatan untuk untung," katanya.
Potensi PBK di sejumlah negara Asia Tenggara pun terbuka. Apalagi, baik BBJ terus memperluas kerja sama dengan beberapa bursa berjangka luar negeri. Harapannya, investor asing akan semakin banyak masuk ke perdagangan berjangka dalam negeri.
Jika akhirnya minat investor asing membuat perdagangan bursa berjangka menjadi ramai, maka Indonesia semakin cepat mencapai mimpi untuk menjadi acuan harga komoditas dunia.
Seperti diketahui, Indonesia merupakan produsen dan eksportir terbesar di dunia untuk beberapa komoditas, seperti kelapa sawit, karet, nikel, dan timah sehingga potensi untuk menjadi harga acuan komoditas sangat besar.
"Meski belum menjadi referensi harga dunia, tapi sudah banyak dilirik pelaku usaha diluar negeri. Contohnya untuk pasar timah di BBJ, tiap hari jadi cerminan dari London dan Kuala Lumpur. Tapi, kami yakin dalam 5 tahun kedepan, Indonesia bisa jadi referensi harga dunia," ungkap Paulus.
Hal tersebut diungkapkannya pada forum internasional bertajuk “Indonesia Derivative Reach International Market” Summit 2019 yang diselenggarakan di Hotel Mulia, Jakarta, kemarin. Selain edukasi dan sosialisasi, lanjutnya, juga bersinergi dengan menandatangani MoU antara PT Mentari Mulia Berjangka dengan First Gold sebagai penasihat dan konsultan di perdagangan berjangka.
"Mentari Mulia Berjangka bersinergi dan berkomitmen untuk terus melanjutkan edukasi tentang derivatif dan perdagangan berjangka demi mengembangkan potensi pasar derivatif di Indonesia hingga internasional," katanya.
Saat ini semakin tinggi minat masyarakat untuk terlibat dalam PBK. Ini ditandai dengan tren lonjakan volume transaksi kontrak multilateral dan kontrak Sistem Perdagangan Alternatif (SPA) baik di Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) maupun Bursa Berjangka Derivatif Indonesia (BKDI) dalam beberapa tahun terakhir.
Data Bappebti menunjukkan bahwa transaksi BBJ dan BKDI pada 2016 mencapai 7.012.220 lot atau meningkat 6,40% dari tahun sebelumnya. Pada 2018, peningkatannya mencapai 25,20% atau menjadi 8.821.762 lot. Adapun, volume transaksi kontrak berjangka pada Januari-Agustus 2019 tercatat sebesar 7.043.116 Lot. Jumlah itu diperkirakan terus meningkat seiring masifnya upaya sosialisasi dan edukasi terkait pilihan investasi PBK.
Forum “Indonesia Derivative Reach International Market” Summit 2019, jelas Taufiq melihat lebih jauh potensi PBK dan sebagai upaya mengedukasi masyarakat. "Kami berkomitmen membangun dan memperkuat SDM yang handal serta membuat inovasi baru dalam pelayanannya kepada nasabah, agar dapat lebih kompetitif di dunia perdagangan berjangka komoditi," tandasnya.
Harapan yang sama juga diungkapkan Direktur Utama PT Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) atau Jakarta Futures Exchange (JFX) Stephanus Paulus Lumintang. Menurut Paulus, tahun 2020 akan terjadi kenaikan volume transaksi dalam Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) sebanyak 15%. Di mana, emas dan minyak sawit menjadi komoditas yang akan paling banyak ditransaksikan oleh nasabah yang saat ini berjumlah 160.000 orang.
"Tahun 2019 di JFX merupakan tahun kebangkitan, saya prediksikan 17 hari sisa perdagangan ini bisa mencapai target, bahkan bisa naik 17%-21% tahun ini," ujar Paulus yang juga hadir dalam forum Indonesia Derivative Reach International Market Summit 2019 tersebut. Target tersebut, menurutnya, didorong faktor politik Indonesia yang sudah stabil dan pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas Amerika Serikat.
Ditanya pengaruh perang dagang AS-Tiongkok terhadap gairah perdagangan berjangka, Paulus mengatakan, perang dagang juga menjadi faktor yang membuat harga komoditas menjadi fluktuatif. Namun, tambahnya, dirinya justru senang dengan kondisi tersebut. "I hate war, tapi saya suka situasinya. Dari situ banyak kesempatan untuk untung," katanya.
Potensi PBK di sejumlah negara Asia Tenggara pun terbuka. Apalagi, baik BBJ terus memperluas kerja sama dengan beberapa bursa berjangka luar negeri. Harapannya, investor asing akan semakin banyak masuk ke perdagangan berjangka dalam negeri.
Jika akhirnya minat investor asing membuat perdagangan bursa berjangka menjadi ramai, maka Indonesia semakin cepat mencapai mimpi untuk menjadi acuan harga komoditas dunia.
Seperti diketahui, Indonesia merupakan produsen dan eksportir terbesar di dunia untuk beberapa komoditas, seperti kelapa sawit, karet, nikel, dan timah sehingga potensi untuk menjadi harga acuan komoditas sangat besar.
"Meski belum menjadi referensi harga dunia, tapi sudah banyak dilirik pelaku usaha diluar negeri. Contohnya untuk pasar timah di BBJ, tiap hari jadi cerminan dari London dan Kuala Lumpur. Tapi, kami yakin dalam 5 tahun kedepan, Indonesia bisa jadi referensi harga dunia," ungkap Paulus.
(don)