DPR Minta Revisi UU Minerba Perlu Ekstra Hati-Hati

Selasa, 10 Desember 2019 - 08:32 WIB
DPR Minta Revisi UU Minerba Perlu Ekstra Hati-Hati
DPR Minta Revisi UU Minerba Perlu Ekstra Hati-Hati
A A A
JAKARTA - Wakil Ketua Umum DPP Partai Nasdem Ahmad Ali mengingatkan dibutuhkan kehati-hatian ekstra dalam merevisi PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) dan revisi UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba.

Sebagai ilustrasi, pada 2001 izin tambang yang tercatat hanya sekitar 750-an, yang melonjak signifikan seiring penerapan desentralisasi menjadi lebih 8.000-an izin pada 2008, yang kemudian meningkat lagi menjadi 10.900-an izin pada rentang 2010 hingga 2014. Sebelum UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba diberlakukan, rezim skema pengelolaan pertambangan Minerba adalah kontrak karya (KK).

Pemberlakuan UU Minerba tahun 2009 tersebut menandai terjadinya perubahan mendasar dalam tata kelola pertambangan. Rezim kontrak/perjanjian berakhir dan beralih ke rezim Izin Usaha Pertambangan (IUP). Sampai di titik tersebut, UU Minerba 2009 bernilai strategis, terutama karena rezim izin tambang lebih menjamin kedaulatan dan posisi negara yang lebih kuat ketimbang korporasi.

“Masalahnya, peralihan dari kontrak ke izin pertambangan dalam realisasinya tidak berjalan mulus karena banyak korporasi tambang yang tetap menjalankan skema Kontrak Karya dengan dalih kontrak belum berakhir, plus adanya kelonggaran bagi pemegang kontrak untuk memperpanjang kontrak,” kata Ali dalam rilisnya, kemarin.

Di sisi lain, pertambangan minerba sendiri menurutnya tidak berada di ruang hampa yang kebas dari dinamika dan perkembangan, sehingga dipandang perlu untuk kembali melakukan revisi atas UU Minerba. Hal ini tukas Ali justru memunculkan pertanyaan apakah UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba perlu direvisi.

Ia memandang revisi dilakukan jika memenuhi dua persyaratan pokok yakni pertama, ditujukan terutama bagi kepentingan bangsa dan negara, dan kedua, sebagai konsekuensi dari prinsip pertama, bukan diorientasikan pada kepentingan segelintir pihak tertentu saja.

Salah satu pertimbangan pokok dari perlunya revisi UU Minerba adalah mendorong hilirisasi produk pertambangan sebagai batu pijak re-industrialisasi, mendorong peningkatan nilai tambah produk pertambangan yang pada gilirannya menopang penguatan daya saing. Agenda strategis dari hal tersebut adalah agar Indonesia keluar dari jebakan sebagai penghasil bahan mentah semata dalam rantai nilai global.

Problemnya, alih-alih selaras dengan prinsip pengarusutamaan kepentingan bangsa, motif utama yang mengemuka dalam revisi UU Minerba justru terkesan lebih mengakomodasi kepentingan segelintir pihak tertentu -dalam hal ini sejumlah kecil pertambangan raksasa.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3686 seconds (0.1#10.140)