Kemenperin Kawal Investasi Taiwan Mulai Sektor Otomotif hingga Petrokimia
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah membuka pintu kepada para investor yang ingin masuk ke Indonesia untuk menumbuhkan industri manufaktur. Hal ini guna memperkuat struktur industri di dalam negeri, mulai dari sektor hulu sampai hilir, sehingga akan mendongkrak daya saing.
“Oleh karena itu, Bapak Presiden Joko Widodo menekankan kepada kami untuk mendorong hilirisasi industri di Tanah Air, karena akan berdampak luas terhadap perekonomian nasional seperti peningkatan lapangan kerja,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita sesuai keterangannya yang diterima di Jakarta, Sabtu (21/12/2019).
Pada Jumat (20/12/2019) lalu, Menperin Agus Gumiwang bertemu dengan sejumlah investor dari Taiwan, di antaranya Litemax Electronics Inc, perusahaan alat komunikasi digital. Ada juga Taiwan Sugar Corporation dan CPC Corporation yang bergerak di bidang minyak dan gas alam, serta perusahaan di sektor otomotif. Langkah ini guna memperkuat struktur industri di dalam negeri, mulai dari sektor hulu sampai hilir.
Menteri AGK menyebutkan, peluang kolaborasi antara pelaku industri Indonesia dengan Taiwan masih cukup prospektif. Potensi ini dinilai dapat menguntungkan untuk menumbuhkan perekonomian. Dalam hal ini, Kementerian Perindustrian turut mengawal sejumlah investasi di sektor manufaktur yang akan masuk dari Taiwan agar cepat terealisasi.
“Kami mendapat laporan bahwa dalam beberapa tahun terakhir sudah banyak misi bisnis dari Taiwan yang datang ke Indonesia. Kami meyakini bahwa misi bisnis ini dan kisah sukses dari perusahaan-perusahaan yang sudah berinvestasi di Indonesia dapat menjadi gerbang untuk meningkatnya investasi ke Indonesia,” paparnya.
Kemenperin mencatat, Taiwan berada pada peringkat ke-15 dengan total realisasi USD926,9 juta atau berkontribusi sebesar 0,7% dari seluruh realisasi penanaman modal asing (PMA) pada lima tahun terakhir. Capaian tersebut perlu terus ditingkatkan, mengingat adanya peluang relokasi industri di tengah situasi perang dagang Amerika Serikat dan China.
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk melakukan penyederhanaan terhadap regulasi. Langkah strategis ini dengan mengajak DPR untuk menerbitkan Omnibus Law yang meliputi Undang-undang Cipta Lapangan Kerja dan Undang-undang Pemberdayaan UMKM. Di samping itu, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019, yang salah satunya mengatur tentang pemberian insentif fiskal berupa super deduction tax bagi kegiatan riset dan vokasi dengan pengurangan penghasilan bruto sampai 200%-300%.
“Kami juga mengapreasiasi pelaksanaan Indonesia-Taiwan Industrial Collaboration Forum (ITICF) yang dilaksanakan pada awal Desember lalu, di mana telah menghasilkan empat MoU kerja sama,” ujar Menperin. Melalui forum tersebut telah tercapai beberapa kesepakatan di berbagai bidang seperti industri, akademik, capacity building dan sumber daya manusia.
Kerja sama yang pertama, yakni Think tank cooperation antara Industry, Science and Tecnology International Strategy Center (ISTI) serta Industrial Technology Research Institute (ITRI) dengan Paramadina Public Policy Institute (PPPI).
Kemudian, Cooperation of Design Development, antara Taiwan Design Center (TDC) dengan Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kemenperin RI yang diwakili oleh Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI Taipei).
Berikutnya, Advanced Molding Technology and Education Cooperation antara Association of CAE Mold Technology serta Association of Computational Mechanics Taiwan (ACMT) dengan Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. Selanjutnya, Implementation of Industry 4.0 Technology in The Virtual and Augmented Reality, antara Taiwan Association for Virtual And Augmented Reality (TAVAR) dengan Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T) Kemenperin RI.
Investasi Otomotif
Kementerian Perindustrian menargetkan Indonesia akan menjadi pusat pengembangan produksi kendaraan listrik di kawasan ASEAN pada tahun 2030. Hal ini antara lain ditopang melalui potensi pasar yang sangat besar.
“Maka itu, salah satu fokus pemerintah adalah merumuskan dan menerbitkan kebijakan yang mendukung target tersebut. Kami berharap pelaku industri Taiwan ada yang berminat investasi di sektor otomotif,” kata Menperin.
Selain itu, dalam rangka meningkatkan produktivitas, rasio kepemilikan mobil yang ada di Indonesia perlu dipacu. Merujuk data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), rasio kepemilikan mobil di Indonesia baru sekitar 87 unit per 1.000 orang, masih rendah di bawah negara tetangga seperti Malaysia yang mencapai 450 unit per 1.000 orang dan Thailand sebanyak 220 unit per 1.000 orang. Menperin Agus menilai, prospek penjualan mobil di Indonesia masih sangat menjanjikan. Sebab, apabila bertambah satu unit saja dari 87 ke 88 unit, berarti penjualan akan naik sekitar 260 ribu unit. “Dengan populasi penduduk kita 260 juta jiwa, maka room to grow bagi industri ini begitu besar,” ungkapnya.
Apalagi, berdasarkan peta jalan industri otomotif merupakan satu dari lima sektor manufaktur yang mendapat prioritas pengembangan, terutama agar siap mengimplementasikan industri 4.0. “Jadi, industri otomotif sebagai bagian dari lokomotif sektor manufaktur di dalam negeri, yang akan mendongkrak PDB nasional menjadi 10 besar di dunia pada tahun 2030,” imbuhnya.
Pemerintah lanjut Menperin juga menargetkan sekitar 20 persen dari total produksi nasional atau sebanyak 2 juta unit pada tahun 2025 adalah sepeda motor listrik. Selain itu, Indonesia menargetkan produksi mobil bertenaga listrik bisa mencapai 400 ribu unit atau 20 persen dari total produksi pada tahun 2025. Dari jumlah tersebut, diharapkan terjadi peningkatan hingga tahun 2029.
Target peningkatan produksi kendaraan listrik di tanah air, telah didukung melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Ber-motor Listrik Berbasis Baterai. “Perpres No. 55/2019 ini mengamanatkan pengaturan penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) Kendaraan Bermotor Listrik (KBL) Berbasis Baterai termasuk sepeda motor listrik guna meningkatkan nilai tambah industri dalam negeri,” tegas Agus.
“Oleh karena itu, Bapak Presiden Joko Widodo menekankan kepada kami untuk mendorong hilirisasi industri di Tanah Air, karena akan berdampak luas terhadap perekonomian nasional seperti peningkatan lapangan kerja,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita sesuai keterangannya yang diterima di Jakarta, Sabtu (21/12/2019).
Pada Jumat (20/12/2019) lalu, Menperin Agus Gumiwang bertemu dengan sejumlah investor dari Taiwan, di antaranya Litemax Electronics Inc, perusahaan alat komunikasi digital. Ada juga Taiwan Sugar Corporation dan CPC Corporation yang bergerak di bidang minyak dan gas alam, serta perusahaan di sektor otomotif. Langkah ini guna memperkuat struktur industri di dalam negeri, mulai dari sektor hulu sampai hilir.
Menteri AGK menyebutkan, peluang kolaborasi antara pelaku industri Indonesia dengan Taiwan masih cukup prospektif. Potensi ini dinilai dapat menguntungkan untuk menumbuhkan perekonomian. Dalam hal ini, Kementerian Perindustrian turut mengawal sejumlah investasi di sektor manufaktur yang akan masuk dari Taiwan agar cepat terealisasi.
“Kami mendapat laporan bahwa dalam beberapa tahun terakhir sudah banyak misi bisnis dari Taiwan yang datang ke Indonesia. Kami meyakini bahwa misi bisnis ini dan kisah sukses dari perusahaan-perusahaan yang sudah berinvestasi di Indonesia dapat menjadi gerbang untuk meningkatnya investasi ke Indonesia,” paparnya.
Kemenperin mencatat, Taiwan berada pada peringkat ke-15 dengan total realisasi USD926,9 juta atau berkontribusi sebesar 0,7% dari seluruh realisasi penanaman modal asing (PMA) pada lima tahun terakhir. Capaian tersebut perlu terus ditingkatkan, mengingat adanya peluang relokasi industri di tengah situasi perang dagang Amerika Serikat dan China.
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk melakukan penyederhanaan terhadap regulasi. Langkah strategis ini dengan mengajak DPR untuk menerbitkan Omnibus Law yang meliputi Undang-undang Cipta Lapangan Kerja dan Undang-undang Pemberdayaan UMKM. Di samping itu, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019, yang salah satunya mengatur tentang pemberian insentif fiskal berupa super deduction tax bagi kegiatan riset dan vokasi dengan pengurangan penghasilan bruto sampai 200%-300%.
“Kami juga mengapreasiasi pelaksanaan Indonesia-Taiwan Industrial Collaboration Forum (ITICF) yang dilaksanakan pada awal Desember lalu, di mana telah menghasilkan empat MoU kerja sama,” ujar Menperin. Melalui forum tersebut telah tercapai beberapa kesepakatan di berbagai bidang seperti industri, akademik, capacity building dan sumber daya manusia.
Kerja sama yang pertama, yakni Think tank cooperation antara Industry, Science and Tecnology International Strategy Center (ISTI) serta Industrial Technology Research Institute (ITRI) dengan Paramadina Public Policy Institute (PPPI).
Kemudian, Cooperation of Design Development, antara Taiwan Design Center (TDC) dengan Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kemenperin RI yang diwakili oleh Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI Taipei).
Berikutnya, Advanced Molding Technology and Education Cooperation antara Association of CAE Mold Technology serta Association of Computational Mechanics Taiwan (ACMT) dengan Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. Selanjutnya, Implementation of Industry 4.0 Technology in The Virtual and Augmented Reality, antara Taiwan Association for Virtual And Augmented Reality (TAVAR) dengan Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T) Kemenperin RI.
Investasi Otomotif
Kementerian Perindustrian menargetkan Indonesia akan menjadi pusat pengembangan produksi kendaraan listrik di kawasan ASEAN pada tahun 2030. Hal ini antara lain ditopang melalui potensi pasar yang sangat besar.
“Maka itu, salah satu fokus pemerintah adalah merumuskan dan menerbitkan kebijakan yang mendukung target tersebut. Kami berharap pelaku industri Taiwan ada yang berminat investasi di sektor otomotif,” kata Menperin.
Selain itu, dalam rangka meningkatkan produktivitas, rasio kepemilikan mobil yang ada di Indonesia perlu dipacu. Merujuk data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), rasio kepemilikan mobil di Indonesia baru sekitar 87 unit per 1.000 orang, masih rendah di bawah negara tetangga seperti Malaysia yang mencapai 450 unit per 1.000 orang dan Thailand sebanyak 220 unit per 1.000 orang. Menperin Agus menilai, prospek penjualan mobil di Indonesia masih sangat menjanjikan. Sebab, apabila bertambah satu unit saja dari 87 ke 88 unit, berarti penjualan akan naik sekitar 260 ribu unit. “Dengan populasi penduduk kita 260 juta jiwa, maka room to grow bagi industri ini begitu besar,” ungkapnya.
Apalagi, berdasarkan peta jalan industri otomotif merupakan satu dari lima sektor manufaktur yang mendapat prioritas pengembangan, terutama agar siap mengimplementasikan industri 4.0. “Jadi, industri otomotif sebagai bagian dari lokomotif sektor manufaktur di dalam negeri, yang akan mendongkrak PDB nasional menjadi 10 besar di dunia pada tahun 2030,” imbuhnya.
Pemerintah lanjut Menperin juga menargetkan sekitar 20 persen dari total produksi nasional atau sebanyak 2 juta unit pada tahun 2025 adalah sepeda motor listrik. Selain itu, Indonesia menargetkan produksi mobil bertenaga listrik bisa mencapai 400 ribu unit atau 20 persen dari total produksi pada tahun 2025. Dari jumlah tersebut, diharapkan terjadi peningkatan hingga tahun 2029.
Target peningkatan produksi kendaraan listrik di tanah air, telah didukung melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Ber-motor Listrik Berbasis Baterai. “Perpres No. 55/2019 ini mengamanatkan pengaturan penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) Kendaraan Bermotor Listrik (KBL) Berbasis Baterai termasuk sepeda motor listrik guna meningkatkan nilai tambah industri dalam negeri,” tegas Agus.
(akn)