Utang Membengkak Dalam 5 Tahun, Pemerintah Didorong Perbaiki Tata Kelola
A
A
A
JAKARTA - Tren utang pemerintah yang terus bertambah, diingatkan oleh Fadli Zon harus dibarengi dengan perbaikan tata kelola. Menurutnya, utang bisa dianggap baik jika digunakan untuk menstimulus kegiatan perekonomian. Namun jika utang dilakukan untuk membayar utang maka itu jelas merusak neraca anggaran. Itu sebabnya Pemerintah harus segera memperbaiki tata kelola utang.
"Kalau kita lihat data, per 30 November 2019, jumlah utang Pemerintah mencapai Rp4.814 triliun. Jika dibandingkan posisi utang pada akhir 2014, dalam lima tahun terakhir utang kita bertambah sebanyak Rp2.205 triliun. Rasio utang terhadap PDB juga terus meningkat. Lima tahun lalu posisinya masih 24,74 persen. Kini, posisinya sudah berada di angka 30,03 persen,” katanya dalam catatan akhir tahun bidang ekonomi 2019 dengan tema Hadapi Resesi, Pemerintah Perlu Tinjau Ulang Prioritas Pembangunan, Jumat (27/12/2019).
Sebagai catatan, kata anggota Komisi I DPR ini, selama 10 tahun berkuasa, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hanya menambah utang Rp1.399 triliun. Jumlah tersebut terbagi menjadi utang periode pertama (2004-2009) sebesar Rp291 triliun dan utang periode kedua (2009-2014) sebesar Rp1.108 triliun.
"Dan meskipun jumlah utangnya meningkat, namun pemerintahan Presiden SBY berhasil menurunkan rasio utang terhadap PDB dari semula 56,5 persen (2004) menjadi tinggal 24,7 persen (2014),” paparnya.
Tekanan utang terhadap APBN bisa dilihat dari terus turunnya proporsi belanja modal Pemerintah yang terjadi sejak 2016 lalu. Pada 2018, proporsi belanja modal masih berada di angka 14,02 persen. Namun tahun ini angkanya turun tinggal 11,59 persen saja. Penurunan ini menunjukkan kemampuan Pemerintah dalam menstimulus pembangunan terus-menerus menurun.
Menghadapi gelombang resesi global, kata Fadli Zon, mau tidak mau Pemerintah harus merasionalisasi ulang agenda-agenda pembangunan tahun depan. Agenda-agenda tidak masuk akal yang cenderung membebani APBN atau merugikan keuangan BUMN sebaiknya dievaluasi kembali.
Sebagai gambaran, saat ini defisit anggaran terhadap PDB sudah mencapai 2,3%, padahal target defisit APBN 2019 hanya 1,84% terhadap PDB. Jika Pemerintah tidak bisa merasionalkan agenda prioritas pembangunan, risikonya adalah jumlah utang akan terus membengkak. Padahal, saat ini pembayaran bunga utang telah memberikan tekanan yang besar bagi APBN kita.
"Porsinya juga terus-menerus meningkat. Tahun lalu, porsi pembayaran bunga utang ada di angka 16,41 persen. Tahun ini, angkanya meningkat menjadi 16,88 persen. Peningkatan porsi pembayaran bunga utang ini telah membuat ruang gerak Pemerintah kian terbatas,” paparnya.
"Kalau kita lihat data, per 30 November 2019, jumlah utang Pemerintah mencapai Rp4.814 triliun. Jika dibandingkan posisi utang pada akhir 2014, dalam lima tahun terakhir utang kita bertambah sebanyak Rp2.205 triliun. Rasio utang terhadap PDB juga terus meningkat. Lima tahun lalu posisinya masih 24,74 persen. Kini, posisinya sudah berada di angka 30,03 persen,” katanya dalam catatan akhir tahun bidang ekonomi 2019 dengan tema Hadapi Resesi, Pemerintah Perlu Tinjau Ulang Prioritas Pembangunan, Jumat (27/12/2019).
Sebagai catatan, kata anggota Komisi I DPR ini, selama 10 tahun berkuasa, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hanya menambah utang Rp1.399 triliun. Jumlah tersebut terbagi menjadi utang periode pertama (2004-2009) sebesar Rp291 triliun dan utang periode kedua (2009-2014) sebesar Rp1.108 triliun.
"Dan meskipun jumlah utangnya meningkat, namun pemerintahan Presiden SBY berhasil menurunkan rasio utang terhadap PDB dari semula 56,5 persen (2004) menjadi tinggal 24,7 persen (2014),” paparnya.
Tekanan utang terhadap APBN bisa dilihat dari terus turunnya proporsi belanja modal Pemerintah yang terjadi sejak 2016 lalu. Pada 2018, proporsi belanja modal masih berada di angka 14,02 persen. Namun tahun ini angkanya turun tinggal 11,59 persen saja. Penurunan ini menunjukkan kemampuan Pemerintah dalam menstimulus pembangunan terus-menerus menurun.
Menghadapi gelombang resesi global, kata Fadli Zon, mau tidak mau Pemerintah harus merasionalisasi ulang agenda-agenda pembangunan tahun depan. Agenda-agenda tidak masuk akal yang cenderung membebani APBN atau merugikan keuangan BUMN sebaiknya dievaluasi kembali.
Sebagai gambaran, saat ini defisit anggaran terhadap PDB sudah mencapai 2,3%, padahal target defisit APBN 2019 hanya 1,84% terhadap PDB. Jika Pemerintah tidak bisa merasionalkan agenda prioritas pembangunan, risikonya adalah jumlah utang akan terus membengkak. Padahal, saat ini pembayaran bunga utang telah memberikan tekanan yang besar bagi APBN kita.
"Porsinya juga terus-menerus meningkat. Tahun lalu, porsi pembayaran bunga utang ada di angka 16,41 persen. Tahun ini, angkanya meningkat menjadi 16,88 persen. Peningkatan porsi pembayaran bunga utang ini telah membuat ruang gerak Pemerintah kian terbatas,” paparnya.
(akr)