'Paman Sam' Punya Utang Rp400.000 Triliun, Bisa Bayar Nggak ya?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Amerika Serikat (AS) dikabarkan memiliki utang dengan nilai yang sangat fantastis. Berdasarkan data Statista per Agustus 2021, utang negara adidaya itu mencapai USD28,4 triliun atau setara Rp404.500 triliun.
Terkait hal itu, pengamat ekonomi sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kecil kemungkinan pemerintah Amerika akan gagal membayar utangnya.
“Kemungkinan kecil sekali AS akan gagal bayar utang, karena kemampuan mencetak dolar AS dan kepercayaan investor serta perbankan terhadap treasury bond (surat utang AS) masih tinggi,” ujar Bhima saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Kamis (30/9/2021).
Menurut dia, hal yang menjadi masalah saat ini yaitu belum adanya kesepakatan soal debt ceiling atau batasan utang yang diperbolehkan antara AS dan pihak yang bersangkutan.
“Artinya, seberapa besar penambahan utang baru AS yang disetujui oleh Kongres, itu yang jadi perdebatan. Sementara skenario AS gagal bayar utang, tentu akan berdampak luas terhadap ekonomi global. Setelah krisis pandemi bisa muncul krisis utang lagi, dan lebih dahsyat dari 2008 karena tahun 2008 pemicunya adalah utang swasta, sedangkan saat ini pemicunya utang pemerintah,” jelasnya.
Di sisi lain, Bhima mengaku dampak dari gagalnya bayar utang jika tidak diantisipasi akan memicu kaburnya dana asing dari negara berkembang. “Karena investor mencari aset yang aman. Problemnya, surat utang AS dan dolar AS itu kan selama ini safe haven asset, kalau runtuh trust-nya maka investor bisa lompat ke emas. Jadi modal keluar dari bursa saham, beralih ke instrumen emas batangan. Itu bisa saja terjadi,” bebernya.
Dia menambahkan, pelemahan ekonomi di Negeri Paman Sam ini akan berdampak pada Indonesia, terutama pada sektor ekspor dan keuangan. “Untuk dampaknya, jelas nilai tukar rupiah otomatis tidak bisa dihindari, cadangan devisa akan tersedot untuk stabilisasi rupiah. Kinerja ekspor juga akan terpukul karena krisis utang membuat pemulihan ekonomi di negara mitra dagang Indonesia kembali terganggu,” tandasnya.
Meskipun demikian, menurut Bhima risiko-risiko tersebut kemungkinan terjadinya kecil karena pemerintah AS tetap mengupayakan konsolidasi secara politik sehingga government shutdown ini harapannya tidak terjadi ataupun kalau terjadi tidak berlangsung terlalu lama.
Terkait hal itu, pengamat ekonomi sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kecil kemungkinan pemerintah Amerika akan gagal membayar utangnya.
“Kemungkinan kecil sekali AS akan gagal bayar utang, karena kemampuan mencetak dolar AS dan kepercayaan investor serta perbankan terhadap treasury bond (surat utang AS) masih tinggi,” ujar Bhima saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Kamis (30/9/2021).
Menurut dia, hal yang menjadi masalah saat ini yaitu belum adanya kesepakatan soal debt ceiling atau batasan utang yang diperbolehkan antara AS dan pihak yang bersangkutan.
“Artinya, seberapa besar penambahan utang baru AS yang disetujui oleh Kongres, itu yang jadi perdebatan. Sementara skenario AS gagal bayar utang, tentu akan berdampak luas terhadap ekonomi global. Setelah krisis pandemi bisa muncul krisis utang lagi, dan lebih dahsyat dari 2008 karena tahun 2008 pemicunya adalah utang swasta, sedangkan saat ini pemicunya utang pemerintah,” jelasnya.
Di sisi lain, Bhima mengaku dampak dari gagalnya bayar utang jika tidak diantisipasi akan memicu kaburnya dana asing dari negara berkembang. “Karena investor mencari aset yang aman. Problemnya, surat utang AS dan dolar AS itu kan selama ini safe haven asset, kalau runtuh trust-nya maka investor bisa lompat ke emas. Jadi modal keluar dari bursa saham, beralih ke instrumen emas batangan. Itu bisa saja terjadi,” bebernya.
Dia menambahkan, pelemahan ekonomi di Negeri Paman Sam ini akan berdampak pada Indonesia, terutama pada sektor ekspor dan keuangan. “Untuk dampaknya, jelas nilai tukar rupiah otomatis tidak bisa dihindari, cadangan devisa akan tersedot untuk stabilisasi rupiah. Kinerja ekspor juga akan terpukul karena krisis utang membuat pemulihan ekonomi di negara mitra dagang Indonesia kembali terganggu,” tandasnya.
Meskipun demikian, menurut Bhima risiko-risiko tersebut kemungkinan terjadinya kecil karena pemerintah AS tetap mengupayakan konsolidasi secara politik sehingga government shutdown ini harapannya tidak terjadi ataupun kalau terjadi tidak berlangsung terlalu lama.
(ind)