Pemda Banyak Rekrut Pegawai Honorer, Menkeu Keluhkan Anggaran Pensiun Bengkak
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengeluhkan pemerintah daerah (pemda) sering merekrut pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) atau pegawai honorer. Menurutnya sistem penggajian dari pegawai honorer ini perlu ditinjau ulang, dimana selama ini uang pensiun bagi pegawai honorer ini ditanggung oleh pemerintah pusat seluruhnya.
"Kami sebagai bendahara negara makin hari, makin melihat bahwa ada ketidakseimbangan yang sangat serius dalam keseluruhan policy pegawai di seluruh Indonesia," ujar Menkeu Sri Mulyani di Kompleks DPR RI, Jakarta, Selasa (14/1/2020).
Lebih lanjut Ia menerangkan, semakin lama hal itu membuat belanja pemerintah pusat untuk pensiun semakin besar. Menkeu juga menyinggung bahwa pemerintah daerah hanya merekrut hanya untuk membayar (gaji), yang terkadang kalau kurang minta ke pemerintah pusat. "Pensiunnya itu yang menanggung adalah seluruhnya pemerintah pusat," jelasnya.
Dirinya berharap masalah seperti ini bisa diselesaikan bersama-sama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dia pun meminta saran agar anggota DPD, khususnya Komite IV bisa membantu mencari solusi bagaimana membuat keseimbangan yang makin baik.
"Daerah di Indonesia itu bervariasi sekali. Ada yang memang sangat kuat dan sangat kaya, ada yang sangat kurang. Jadi memang satu aturan sulit sekali untuk bisa berlaku secara adil bagi semuanya pasti akan terjadi ketidakpuasan. Jadi kita juga perlu terus menerus berdiskusi mengenai apa yang baik," paparnya.
Untuk penggajian pegawai honorer sendiri, pemerintah memberikan bantuan pendanaan mencapai Rp4,67 triliun melalui Dana Alokasi Umum (DAU) tambahan. Jumlah yang teralokasi sebesar Rp4,26 triliun, sehingga sisa dana Rp409,75 miliar akan diusulkan untuk masuk ke cadangan negara.
Penggajian dilakukan untuk total 278.694 pegawai honorer yang terbagi atas 128.262 pegawai honorer di 2019 dan 150.432 pegawai honorer di 2020. Formasi pegawai honorer yang gajinya dibantu pemerintah pusat tidak termasuk untuk DKI Jakarta.
"Kami sebagai bendahara negara makin hari, makin melihat bahwa ada ketidakseimbangan yang sangat serius dalam keseluruhan policy pegawai di seluruh Indonesia," ujar Menkeu Sri Mulyani di Kompleks DPR RI, Jakarta, Selasa (14/1/2020).
Lebih lanjut Ia menerangkan, semakin lama hal itu membuat belanja pemerintah pusat untuk pensiun semakin besar. Menkeu juga menyinggung bahwa pemerintah daerah hanya merekrut hanya untuk membayar (gaji), yang terkadang kalau kurang minta ke pemerintah pusat. "Pensiunnya itu yang menanggung adalah seluruhnya pemerintah pusat," jelasnya.
Dirinya berharap masalah seperti ini bisa diselesaikan bersama-sama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dia pun meminta saran agar anggota DPD, khususnya Komite IV bisa membantu mencari solusi bagaimana membuat keseimbangan yang makin baik.
"Daerah di Indonesia itu bervariasi sekali. Ada yang memang sangat kuat dan sangat kaya, ada yang sangat kurang. Jadi memang satu aturan sulit sekali untuk bisa berlaku secara adil bagi semuanya pasti akan terjadi ketidakpuasan. Jadi kita juga perlu terus menerus berdiskusi mengenai apa yang baik," paparnya.
Untuk penggajian pegawai honorer sendiri, pemerintah memberikan bantuan pendanaan mencapai Rp4,67 triliun melalui Dana Alokasi Umum (DAU) tambahan. Jumlah yang teralokasi sebesar Rp4,26 triliun, sehingga sisa dana Rp409,75 miliar akan diusulkan untuk masuk ke cadangan negara.
Penggajian dilakukan untuk total 278.694 pegawai honorer yang terbagi atas 128.262 pegawai honorer di 2019 dan 150.432 pegawai honorer di 2020. Formasi pegawai honorer yang gajinya dibantu pemerintah pusat tidak termasuk untuk DKI Jakarta.
(akr)