Wabah Virus Corona Masih akan Menekan IHSG Sepekan
A
A
A
JAKARTA - Virus corona masih memuncaki pemberitaan dunia dan diproyeksikan akan memukul pertumbuhan ekonomi Global dan China. Harapan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami rebound lantaran sudah berada di support 5.939, juga kemungkinan belum akan terjadi di pekan ini.
Direktur PT. Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengatakan, dengan adanya tekanan Indeks global akibat wabah virus corona yang menyebar dengan cepat, IHSG sangat mungkin turun kembali pada pekan ini dengan support di level 5.900 sampai 5.767 dan resistance di level 6.000 sampai 6.152.
"Pelaku pasar harus tetap tenang dan memanfaatkan momentum ini untuk beli saat melemah atau BOW ketika terjadi koreksi," ujar Hans di Jakarta, Minggu (2/2/2020).
Pasar Indonesia mengalami tekanan turun beberapa hari terakhir, diperkirakan selain faktor virus corona juga akibat aksi jual oleh manajer investasi yang produknya dibubarkan di tahun lalu.
Mengingat besarnya nilai portofolio serta belum kondusifnya pasar saham Indonesia membuat terjadi tekanan turun pasar pasar saham. Hal ini terlihat di perdagangan Jumat (31/1), dimana pada Kamis malam kekhawatiran virus korona mereda tetapi IHSG tetap mengalami tekanan turun cukup kuat.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan epidemi virus Korona sebagai darurat global. Wabah virus corona sudah mengakibatkan 200 orang lebih meninggal dunia dan menginfeksi hampir 10.000 orang. Kecepatan penyebaran virus menjadi perhatian.
Pasar dunia sempat pulih di tengah pekan setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan darurat kesehatan global akibat virus korona. WHO tidak merekomendasikan pembatasan perjalanan ke China dan menyampaikan China memiliki situasi yang terkendali. Hal ini menimbukan optimisme bahwa perekonomian China dan global tidak akan terlalu terganggu akibat virus Korona.
Dampak virus corona diramal akan lebih besar dibanding wabah SARS sebelumnya yang menewaskan 800 orang di tahun 2002 sampai 2003. Saat itu penanggulangan wabah SARS membutuhkan dana kurang lebih USD33 miliar. Situasi saat ini berbeda karena China punya perekonomian yang sangat besar, maka kemungkinan butuh dana yang lebih besar dan akan menganggu ekonomi dunia.
Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) The Fed mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 1,5% hingga 1,75%, seuai perkiraan analis pasar. Keputusan itu menandai pertemuan kedua berturut-turut The Fed tidak membuat perubahan pada suku bunga, setelah tiga penurunan berturut-turut pada 2019.
The Fed menyatakan faktor penentu kebijakan ini adalah target inflasi dapat kembali ke level 2%, indikator lapangan kerja akan tetap kuat dan pertumbuhan ekonomi masih akan berlangsung moderat.
Laba korporasi masih akan menjadi sentimen pasar. Berdasarkan data FactSet ada 200 perusahaan S&P 500 telah melaporkan laba kuartalan, dan 70% di antaranya membukukan keuntungan lebih baik dari perkiraan.
FactSet memperkirakan laba S&P 500 berpeluang turun 2% pada kuartal keempat secara year-over-year. Sedangkan sebagian analis memperkirakan laba emiten pada indeks S&P 500 berpeluang turun 0,8 % pada kuartal keempat, tetapi analis memperkirakan terjadi keniakan laba 5,8% pada kuartal pertama 2020.
Bank of England membuat kebijakan mempertahankan suku bunga acuannya 0,75% seuai perkiraan pasar. Data Komisi Eropa menunjukkan sentimen zona Euro melonjak pada Januari, indeks kepercayaan sektor manufaktur naik ke level tertinggi sejak Agustus.
Kekhawatiran tentang ekonomi zona Eropa menjadi tekanan pada pergerakan pasar saham Eropa. Pertumbuhan ekonomi Uni Eropa dibawah harapan pasar pada periode kuartal IV/2019 terutama karena kontraksi pertumbuhan PDB di Perancis dan Italia. Inflasi inti pada periode Januari juga melambat, dan ini menjadi kekawatiran Bank Sentral Eropa.
Wabah virus corona juga mempengaruhi pasar Eropa setelah Inggris dan Italia mengkonfirmasi kasus virus corona yang pertama. Brexit menjadi perhatian zona Euro dimana Inggris akan meninggalkan Uni Eropa pada Jumat (31/1) dan memulai periode transisi. Kedua belah pihak bekerja menuju target ambisius untuk menyetujui perjanjian perdagangan bebas yang baru tahun ini.
UE kembali menegaskan tidak pernah membuat berkompromi tentang pasar tunggal, dimana hal ini akan menyulitan perjanjian kedua belah pihak di masa yang akan datang.
Data Indeks Manufaktur China bergerak stagnan di periode Januari di level 50. Data ini sesuai perkiraan para analis berdasarkan polling Reuters.
Kalangan ekonom dan pelaku pasar mengakatirakn Indeks Manufaktur China periode Februari 2020 yang diperkirakaan akan berada di 40-45 poin atau turun tajam akibat merebaknya wabah virus corona.
Sektor tambang terkoreksi di tengah kekhawatiran bahwa China dan pasar raksasa bahan baku akan terhenti jika epidemi memburuk. Saham-saham maskapai penerbangan juga memperpanjang koreksi karena lebih banyak akibat banyak maskapai melakukan penundaan penerbangan ke China.
Direktur PT. Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengatakan, dengan adanya tekanan Indeks global akibat wabah virus corona yang menyebar dengan cepat, IHSG sangat mungkin turun kembali pada pekan ini dengan support di level 5.900 sampai 5.767 dan resistance di level 6.000 sampai 6.152.
"Pelaku pasar harus tetap tenang dan memanfaatkan momentum ini untuk beli saat melemah atau BOW ketika terjadi koreksi," ujar Hans di Jakarta, Minggu (2/2/2020).
Pasar Indonesia mengalami tekanan turun beberapa hari terakhir, diperkirakan selain faktor virus corona juga akibat aksi jual oleh manajer investasi yang produknya dibubarkan di tahun lalu.
Mengingat besarnya nilai portofolio serta belum kondusifnya pasar saham Indonesia membuat terjadi tekanan turun pasar pasar saham. Hal ini terlihat di perdagangan Jumat (31/1), dimana pada Kamis malam kekhawatiran virus korona mereda tetapi IHSG tetap mengalami tekanan turun cukup kuat.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan epidemi virus Korona sebagai darurat global. Wabah virus corona sudah mengakibatkan 200 orang lebih meninggal dunia dan menginfeksi hampir 10.000 orang. Kecepatan penyebaran virus menjadi perhatian.
Pasar dunia sempat pulih di tengah pekan setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan darurat kesehatan global akibat virus korona. WHO tidak merekomendasikan pembatasan perjalanan ke China dan menyampaikan China memiliki situasi yang terkendali. Hal ini menimbukan optimisme bahwa perekonomian China dan global tidak akan terlalu terganggu akibat virus Korona.
Dampak virus corona diramal akan lebih besar dibanding wabah SARS sebelumnya yang menewaskan 800 orang di tahun 2002 sampai 2003. Saat itu penanggulangan wabah SARS membutuhkan dana kurang lebih USD33 miliar. Situasi saat ini berbeda karena China punya perekonomian yang sangat besar, maka kemungkinan butuh dana yang lebih besar dan akan menganggu ekonomi dunia.
Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) The Fed mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 1,5% hingga 1,75%, seuai perkiraan analis pasar. Keputusan itu menandai pertemuan kedua berturut-turut The Fed tidak membuat perubahan pada suku bunga, setelah tiga penurunan berturut-turut pada 2019.
The Fed menyatakan faktor penentu kebijakan ini adalah target inflasi dapat kembali ke level 2%, indikator lapangan kerja akan tetap kuat dan pertumbuhan ekonomi masih akan berlangsung moderat.
Laba korporasi masih akan menjadi sentimen pasar. Berdasarkan data FactSet ada 200 perusahaan S&P 500 telah melaporkan laba kuartalan, dan 70% di antaranya membukukan keuntungan lebih baik dari perkiraan.
FactSet memperkirakan laba S&P 500 berpeluang turun 2% pada kuartal keempat secara year-over-year. Sedangkan sebagian analis memperkirakan laba emiten pada indeks S&P 500 berpeluang turun 0,8 % pada kuartal keempat, tetapi analis memperkirakan terjadi keniakan laba 5,8% pada kuartal pertama 2020.
Bank of England membuat kebijakan mempertahankan suku bunga acuannya 0,75% seuai perkiraan pasar. Data Komisi Eropa menunjukkan sentimen zona Euro melonjak pada Januari, indeks kepercayaan sektor manufaktur naik ke level tertinggi sejak Agustus.
Kekhawatiran tentang ekonomi zona Eropa menjadi tekanan pada pergerakan pasar saham Eropa. Pertumbuhan ekonomi Uni Eropa dibawah harapan pasar pada periode kuartal IV/2019 terutama karena kontraksi pertumbuhan PDB di Perancis dan Italia. Inflasi inti pada periode Januari juga melambat, dan ini menjadi kekawatiran Bank Sentral Eropa.
Wabah virus corona juga mempengaruhi pasar Eropa setelah Inggris dan Italia mengkonfirmasi kasus virus corona yang pertama. Brexit menjadi perhatian zona Euro dimana Inggris akan meninggalkan Uni Eropa pada Jumat (31/1) dan memulai periode transisi. Kedua belah pihak bekerja menuju target ambisius untuk menyetujui perjanjian perdagangan bebas yang baru tahun ini.
UE kembali menegaskan tidak pernah membuat berkompromi tentang pasar tunggal, dimana hal ini akan menyulitan perjanjian kedua belah pihak di masa yang akan datang.
Data Indeks Manufaktur China bergerak stagnan di periode Januari di level 50. Data ini sesuai perkiraan para analis berdasarkan polling Reuters.
Kalangan ekonom dan pelaku pasar mengakatirakn Indeks Manufaktur China periode Februari 2020 yang diperkirakaan akan berada di 40-45 poin atau turun tajam akibat merebaknya wabah virus corona.
Sektor tambang terkoreksi di tengah kekhawatiran bahwa China dan pasar raksasa bahan baku akan terhenti jika epidemi memburuk. Saham-saham maskapai penerbangan juga memperpanjang koreksi karena lebih banyak akibat banyak maskapai melakukan penundaan penerbangan ke China.
(ind)