CORE Prediksi Defisit Neraca Dagang Bakal Melebar di 2020
A
A
A
JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2020 mengalami defisit sebesar USD864 juta. Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah memperkirakan defisit ini akan terus melebar di bulan selanjutnya.
Piter beralasan perdagangan masih akan dihantui wabah corona yang menekan perekonomian dunia. Merebaknya virus corona sejak awal Januari dan isolasi Kota Wuhan di China menyebabkan permintaan barang ekspor Indonesia ke China menurun.
"Defisit ini akan lebih melebar pada bukan Februari akibat dampak virus corona," ujar Piter saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Senin (17/2/2020).
Kinerja ekspor-impor, diperkirakan menurun karena faktor lain juga. Pertumbuhan ekspor menurutnya diperkirakan masih negatif disebabkan kondisi industri yang belum membaik sebagaimana ditunjukkan oleh angka indeks manajer pembelian (Purchasing Managers Index/PMI).
"PMI masih pada level kontraksi di Januari 2020 dan lebih rendah dibandingkan Desember 2019, yakni 49,5 menjadi 49,3," jelasnya.
Lalu, lanjut dia, harga komoditas yang secara umum masih rendah. Kendati ada kenaikan harga minyak sawit mentah (CPO) tetapi kenaikannya tertahan di pertengahan Januari akibat pandemi corona. Kenaikan harga CPO menurutnya juga ditutupi oleh terus menurunnya harga batu bara.
"Dari sisi impor, angka PMI yang di zona kontraksi menyiratkan pertumbuhan impor akan melambat atau bahkan menurun. Industri yang dalam fase kontraksi menyebabkan permintaan impor bahan baku dan penolong cenderung menurun," ujarnya.
Piter beralasan perdagangan masih akan dihantui wabah corona yang menekan perekonomian dunia. Merebaknya virus corona sejak awal Januari dan isolasi Kota Wuhan di China menyebabkan permintaan barang ekspor Indonesia ke China menurun.
"Defisit ini akan lebih melebar pada bukan Februari akibat dampak virus corona," ujar Piter saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Senin (17/2/2020).
Kinerja ekspor-impor, diperkirakan menurun karena faktor lain juga. Pertumbuhan ekspor menurutnya diperkirakan masih negatif disebabkan kondisi industri yang belum membaik sebagaimana ditunjukkan oleh angka indeks manajer pembelian (Purchasing Managers Index/PMI).
"PMI masih pada level kontraksi di Januari 2020 dan lebih rendah dibandingkan Desember 2019, yakni 49,5 menjadi 49,3," jelasnya.
Lalu, lanjut dia, harga komoditas yang secara umum masih rendah. Kendati ada kenaikan harga minyak sawit mentah (CPO) tetapi kenaikannya tertahan di pertengahan Januari akibat pandemi corona. Kenaikan harga CPO menurutnya juga ditutupi oleh terus menurunnya harga batu bara.
"Dari sisi impor, angka PMI yang di zona kontraksi menyiratkan pertumbuhan impor akan melambat atau bahkan menurun. Industri yang dalam fase kontraksi menyebabkan permintaan impor bahan baku dan penolong cenderung menurun," ujarnya.
(fjo)