Kadin Gelar Sosialisasi RUU Cipta Kerja dan Perpajakan

Kamis, 20 Februari 2020 - 11:27 WIB
Kadin Gelar Sosialisasi RUU Cipta Kerja dan Perpajakan
Kadin Gelar Sosialisasi RUU Cipta Kerja dan Perpajakan
A A A
JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mensosialisasikan RUU Cipta Kerja dan Perpajakan yang baru-baru ini diserahkan oleh pemerintah ke DPR. Sosialisasi itu dilaksanakan untuk kalangan pengusaha nasional.

Para pengusaha dijelaskan mengenai transformasi ekonomi 2020-2024 untuk mencapai visi Indonesia Maju di tahun 2045. Kadin mendukung pengesahan RUU tersebut untuk terciptanya iklim usaha dan perekonomian ke arah yang lebih baik.

Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P Roeslani menjelaskan, RUU Cipta Kerja merupakan langkah untuk mengatasi berbagai permasalahan ekonomi dan bisnis, utamanya terkait masih banyaknya regulasi yang tumpang tindih, serta efektivitas investasi yang masih rendah.

RUU Cipta kerja juga diharapkan dapat menjadi jalan keluar untuk mengatasi tingkat pengangguran, angkatan kerja baru dan jumlah penduduk yang tidak bekerja. Saat ini jumlah UMKM cukup besar, namun produktivitasnya masih rendah.

"RUU Cipta Kerja diperlukan untuk simplifikasi dan harmonisasi regulasi dan perizinan, menciptakan investasi yang berkualitas, penciptaan lapangan kerja yang berkualitas dan kesejahteraan pekerja yang berkelanjutan serta pemberdayaan UMKM," ungkap Rosan di sela-sela acara sosialisasi RUU Cipta Kerja yang dihadiri jajaran Dewan Pengurus Kadin Indonesia, Kadin Provinsi seluruh Indonesia serta Asosiasi/Gabungan/Himpunan Bisnis di Jakarta, Rabu malam (19/2/2020).

Ke depan, kata dia, Indonesia diharapkan bisa menjadi negara maju dengan ekonomi berkelanjutan dan masuk ke dalam 5 besar ekonomi dunia, mampu keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah dengan tingkat kemiskinan mendekati 0%, masuk ke peringkat 4 PDB Dunia dengan mencapai USD7 Triliun, serta memiliki tenaga kerja yang berkualitas.

"Target jangka panjangnya seperti itu, sehingga perlu niat dan upaya yang efektif untuk mewujudkannya, salah satunya melalui penyederhanaan aturan," kata Rosan yang juga merupakan Ketua Satuan Tugas (Satgas) Omnibus Law.

Menurutnya, Omnibus Law dipilih sebagai strategi reformasi regulasi agar penataan dilakukan secara sekaligus terhadap banyak Peraturan Perundang-undangan. Manfaatnya antara lain menghilangkan tumpang tindih antar Pengujian Undang-Undang (PUU), Efisiensi proses perubahan/ pencabutan PUU, juga menghilangkan ego sektoral.

Dia menuturkan, cakupan RUU Cipta Kerja terdiri atas 11 kluster. "Memang sudah cukup komprehensif dan kami berharap RUU Cipta Kerja ini bisa segera disahkan DPR demi kepentingan perekonomian nasional," ujarnya.

Di tempat yang sama, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kebijakan Moneter, Fiskal dan Publik Raden Pardede menjelaskan RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan diajukan untuk meningkatkan iklim usaha yang kondusif dan atraktif bagi investor, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kepastian hukum, hingga mendorong alih keahlian dan pengetahuan bagi peningkatan kualitas SDM Indonesia, mendorong kepatuhan sukarela Wajib Pajak, serta menciptakan keadilan berusaha antara pelaku usaha dalam negeri dan pelaku usaha luar negeri.

Demi peningkatan pendanaan dari investasi misalnya, disiapkan strategi penurunan tarif PPh Badan secara bertahap 22% di tahun 2021 dan 2022, lalu 20% di 2023 dan seterusnya.
RUU perpajakan juga memuat sistem teritorial untuk penghasilan tertentu dari luar negeri. Nantinya dividen dari entitas listed & non-listed, penghasilan dari BUT di luar negeri yang diinvestasikan di Indonesia tidak dikenai PPh.

Raden juga menuturkan, untuk mendorong kepatuhan Wajib Pajak dan Wajib Bayar secara sukarela, maka diberlakukan relaksasi pengkreditan Pajak Masukan (PM). Tidak hanya itu, klaimnya, RUU perpajakan juga memuat ketentuan untuk menciptakan keadilan iklim berusaha di dalam negeri.

Raden merinci yakni dengan pemajakan transaksi elektronik yang mencakup penunjukan platform memungut PPN dan pengenaan pajak kepada SPLN atas transaksi elektronik di Indonesia berupa PPh atau pajak transaksi elektronik.

Instrumen lainnya adalah dengan rasionalisasi pajak daerah, dimana pemerintah pusat dapat menetapkan tarif pajak daerah yang berlaku secara nasional, juga dapat memberikan sanksi dan membatalkan peraturan daerah yang menghambat investasi.

"Kami juga mensosialisasikan bahwa RUU ini mengatur mengenai fasilitas perpajakan seperti tax holiday, super deduction, fasilitas PPh untuk Kawasan Ekonomi Khusus, PPh untuk surat berharga negara, sampai pada keringanan, pengurangan, dan pembebasan pajak daerah oleh Kepala Daerah," paparnya.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8459 seconds (0.1#10.140)