Ekonom Ingatkan Kasus Jiwasraya Jangan Terulang di BUMN Lain
A
A
A
JAKARTA - Bergulirnya kasus Jiwasraya hingga kini kian menyadarkan bahwa aset perusahaan BUMN bisa menjadi bancakan oleh beberapa oknum pengurus perusahaan BUMN untuk kepentingan pribadi, kelompok bahkan politik. Sejumlah pihak pun mendorong agar kasus Jiwasraya diusut hingga tuntas ke akarnya.
Menurut Pengamat BUMN dari Lembaga manajemen FEB UI Toto Pranoto, rekam jejak seluruh BUMN perlu diselidiki saat ini. Hal tersebut bertujuan agar kasus seperti Jiwasraya tidak terulang lagi.
"Jangan sampai jadi preseden buruk imbas ke BUMN lain. Saya rasa kasus ini jangan cuma berhenti di lima orang pengurus Jiwasraya yang ditangkap, tapi usut hingga ke akar dan kecurigaan lainnya," kata Toto saat dihubungi di Jakarta, Senin (2/3/2020).
Menurut dia, pemeriksaan saat ini masih kepada para tersangka manipulasi investasi dan pelaku trading saham. Belum sampai pada level siapa saja penerima dana manipulasi tersebut.
"Padahal sudah sejak awal Jiwasraya telah di-warning oleh lembaga pengawas dalam hal ini pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK), namun kenapa pemilik membiarkan sehingga bisa terjadi penggelapan seperti sekarang?" cetusnya.
Dia juga meminta, pengawasan ketat terus dilakukan baik di level industri (OJK), pemilik (Kementerian BUMN) dan auditor negara (BPK) untuk bisa serius dan berjalan optimal, guna mencegah hal serupa. Bahkan, Toto juga menyoroti perusahaan pelat merah lainnya yang mulai menunjukkan gelagat serupa.
Hal itu, sambungnya, bukti dari implementasi perusahaan soal Good Corporate Governance (GCG) yang tidak berjalan baik di internal BUMN. "Alert system di lembaga pengawasan seperti OJK lebih ditingkatkan sehingga bisa langsung mendeteksi BUMN yg bermasalah. Terakhir, proses penegakan hukum di BUMN ditegakkan tanpa pandang bulu," imbuh dia.
Direktur Riset Center of Reforms on Economics (CORE) Piter Abdullah menjelaskan, akar masalah kasus Jiwasraya ini memang akibat ketidaktepatan pemegang saham dan manajemen lama dalam menentukan momentum sekaligus langkah penyelamatan.
Piter memandang keputusan pemerintah terdahulu yang terkesan lambat menutup defisit solvabilitas senilai Rp3,29 triliun pada 2006 menyebabkan kondisi defisit keuangan Jiwasraya terus merosot.
"Ya memang ini akibat menumpuknya persoalan sejak awal Jiwasraya. Harus diakui bahwa ekuitas Jiwasraya sudah negatif sejak 2006. Artinya sudah ada pembiaran sejak itu, hingga akibatnya seperti sekarang," cetusnya.
Dia pun menegaskan, agar pemerintah dan otoritas terkait berani menyelesaikan masalah likuiditas Jiwasraya terlebih dahulu, mengingat nasib ribuan nasabah yang telah dirugikan. "Dukungan kepada pemerintah dan manajemen baru untuk menyehatkan kembali perusahaan. Tentu manajemen baru ini harus jelas track record nya," kata Piter.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, saat ini proses hukum Jiwasraya terus berlangsung. Sementara untuk pembayaran klaim nasabah, OJK sudah meminta kepada pengurus dan pemilik untuk segera diselesaikan perbaikannya.
Sejak 2018, di Industri Keuangan Non Bank (IKNB), OJK telah menjalankan program transformasi IKNB yang mencakup antara lain perbaikan penerapan manajemen risiko, meningkatkan governance, serta menambah pelaporan kinerja investasi kepada otoritas dan publik.
Tindakan dan pemberian sanksi pada IKNB antara lain pemberian sanksi denda kepada 164 kegiatan usaha, pembatasan 37 kegiatan usaha, dan pencabutan 31 izin usaha. Kebijakan pengaturan dan pengawasan itu dijalankan sesuai fungsi, tugas, dan wewenang di undang-undang OJK untuk mengatur dan mengawasi kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara terpadu, independen dan akuntabel.
Menurut Pengamat BUMN dari Lembaga manajemen FEB UI Toto Pranoto, rekam jejak seluruh BUMN perlu diselidiki saat ini. Hal tersebut bertujuan agar kasus seperti Jiwasraya tidak terulang lagi.
"Jangan sampai jadi preseden buruk imbas ke BUMN lain. Saya rasa kasus ini jangan cuma berhenti di lima orang pengurus Jiwasraya yang ditangkap, tapi usut hingga ke akar dan kecurigaan lainnya," kata Toto saat dihubungi di Jakarta, Senin (2/3/2020).
Menurut dia, pemeriksaan saat ini masih kepada para tersangka manipulasi investasi dan pelaku trading saham. Belum sampai pada level siapa saja penerima dana manipulasi tersebut.
"Padahal sudah sejak awal Jiwasraya telah di-warning oleh lembaga pengawas dalam hal ini pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK), namun kenapa pemilik membiarkan sehingga bisa terjadi penggelapan seperti sekarang?" cetusnya.
Dia juga meminta, pengawasan ketat terus dilakukan baik di level industri (OJK), pemilik (Kementerian BUMN) dan auditor negara (BPK) untuk bisa serius dan berjalan optimal, guna mencegah hal serupa. Bahkan, Toto juga menyoroti perusahaan pelat merah lainnya yang mulai menunjukkan gelagat serupa.
Hal itu, sambungnya, bukti dari implementasi perusahaan soal Good Corporate Governance (GCG) yang tidak berjalan baik di internal BUMN. "Alert system di lembaga pengawasan seperti OJK lebih ditingkatkan sehingga bisa langsung mendeteksi BUMN yg bermasalah. Terakhir, proses penegakan hukum di BUMN ditegakkan tanpa pandang bulu," imbuh dia.
Direktur Riset Center of Reforms on Economics (CORE) Piter Abdullah menjelaskan, akar masalah kasus Jiwasraya ini memang akibat ketidaktepatan pemegang saham dan manajemen lama dalam menentukan momentum sekaligus langkah penyelamatan.
Piter memandang keputusan pemerintah terdahulu yang terkesan lambat menutup defisit solvabilitas senilai Rp3,29 triliun pada 2006 menyebabkan kondisi defisit keuangan Jiwasraya terus merosot.
"Ya memang ini akibat menumpuknya persoalan sejak awal Jiwasraya. Harus diakui bahwa ekuitas Jiwasraya sudah negatif sejak 2006. Artinya sudah ada pembiaran sejak itu, hingga akibatnya seperti sekarang," cetusnya.
Dia pun menegaskan, agar pemerintah dan otoritas terkait berani menyelesaikan masalah likuiditas Jiwasraya terlebih dahulu, mengingat nasib ribuan nasabah yang telah dirugikan. "Dukungan kepada pemerintah dan manajemen baru untuk menyehatkan kembali perusahaan. Tentu manajemen baru ini harus jelas track record nya," kata Piter.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, saat ini proses hukum Jiwasraya terus berlangsung. Sementara untuk pembayaran klaim nasabah, OJK sudah meminta kepada pengurus dan pemilik untuk segera diselesaikan perbaikannya.
Sejak 2018, di Industri Keuangan Non Bank (IKNB), OJK telah menjalankan program transformasi IKNB yang mencakup antara lain perbaikan penerapan manajemen risiko, meningkatkan governance, serta menambah pelaporan kinerja investasi kepada otoritas dan publik.
Tindakan dan pemberian sanksi pada IKNB antara lain pemberian sanksi denda kepada 164 kegiatan usaha, pembatasan 37 kegiatan usaha, dan pencabutan 31 izin usaha. Kebijakan pengaturan dan pengawasan itu dijalankan sesuai fungsi, tugas, dan wewenang di undang-undang OJK untuk mengatur dan mengawasi kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara terpadu, independen dan akuntabel.
(ind)