Harga Minyak Terjepit Akibat Virus Corona dan Perang Harga
A
A
A
SINGAPURA - Harga minyak kembali memperpanjang kerugian pada Senin (16/3/2020) akibat penurunan suku bunga darurat oleh Federal Reserve Amerika Serikat, yang dinilai gagal dalam menenangkan pasar keuangan global yang sedang panik akibat penyebaran virus corona. Selain itu, harga minyak tergerus akibat perang harga antara Rusia dan Arab Saudi.
Mengutip dari Reuters, harga minyak mentah Brent International jatuh USD1,13 menjadi USD32,72 per barel pada pukul 02:30 GMT, setelah anjlok 25% pada pekan lalu, yang merupakan penurunan mingguan terbesar sejak 2008. Harga minyak mentah acuan Amerika Serikat, West Texas Intermediate (WTI) tergelincir 72 sen menjadi USD31,01 per barel.
Harga si emas hitam terus dibawah tekanan akibat pandemi virus corona yang berdampak terhadap penurunan permintaan. Sementara itu, perang harga antara Rusia dan Arab Saudi membuat pasokan minyak menjadi berlebih akibat kedua negara terus menggenjot produksi.
Awal Maret ini, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan Rusia gagal memperpanjang perjanjian pemangkasan produksi yang telah dijalin sejak 2016. Pandemi corona ke seluruh dunia membuat mereka menggenjot produksi demi meningkatkan penjualan kepada konsumen di Asia dan Eropa.
"Pasar minyak anjlok dimana pelaku pasar tidak yakin bahwa pelonggaran kebijakan moneter dan suntikan likuditas dapat menyelesaikan krisis kesehatan. Karena inti dari masalah ini adalah infeksi global virus corona. Dan yang dapat menyelesaikan adalah menyembuhkan atau vaksin dari virus ini," kata ekonom OCBC Bank, Selena Ling.
Mengutip dari Reuters, harga minyak mentah Brent International jatuh USD1,13 menjadi USD32,72 per barel pada pukul 02:30 GMT, setelah anjlok 25% pada pekan lalu, yang merupakan penurunan mingguan terbesar sejak 2008. Harga minyak mentah acuan Amerika Serikat, West Texas Intermediate (WTI) tergelincir 72 sen menjadi USD31,01 per barel.
Harga si emas hitam terus dibawah tekanan akibat pandemi virus corona yang berdampak terhadap penurunan permintaan. Sementara itu, perang harga antara Rusia dan Arab Saudi membuat pasokan minyak menjadi berlebih akibat kedua negara terus menggenjot produksi.
Awal Maret ini, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan Rusia gagal memperpanjang perjanjian pemangkasan produksi yang telah dijalin sejak 2016. Pandemi corona ke seluruh dunia membuat mereka menggenjot produksi demi meningkatkan penjualan kepada konsumen di Asia dan Eropa.
"Pasar minyak anjlok dimana pelaku pasar tidak yakin bahwa pelonggaran kebijakan moneter dan suntikan likuditas dapat menyelesaikan krisis kesehatan. Karena inti dari masalah ini adalah infeksi global virus corona. Dan yang dapat menyelesaikan adalah menyembuhkan atau vaksin dari virus ini," kata ekonom OCBC Bank, Selena Ling.
(ven)