Parah, Defisit APBN Kian Melebar di Februari 2020 Capai Rp62,8 Triliun
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi defisit Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) 2020 mencapai Rp62,8 Triliun. Angka ini setara 0,37% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hingga akhir Februari 2020.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, realisasi defisit ini sebenarnya lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di tahun 2019 yang sebesar Rp54,6 triliun. Dimana setara dengan 0,34% terhadap PDB.
"Defisit tersebut melebar 16,2 persen jika dibandingkan dengan realisasi di periode yang sama tahun lalu sebesar Rp54 triliun atau 0,34 persen terhadap PDB. Padahal Januari itu mencapai Rp36,1 triliun," ujar Menkeu Sri Mulyani di Jakarta, Rabu (18/3/2020).
Lebih lanjut terang dia, defisit APBN hingga akhir Februari 2020 karena penerimaan pajak yang mengalami tekanan sedangkan belanja negara tetap tumbuh di tengah pandemi corona. Rinciannya penerimaan bea cukai sebesar Rp25 triliun atau lebih tinggi 51,5% dibandingkan periode sama tahun lalu Rp16,5 triliun.
"Untuk pajak, pendapatan DJP (Ditjen Pajak) termasuk PPh Migas sebesar Rp 152 triliun, ini turun 5,0%. Kita lihat memang pajak mengalami tekanan karena adanya risiko global maupun domestik," jelasnya.
Apabila digabungkan, penerimaan perpajakan mencapai Rp178 triliun atau hanya tumbuh 0,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara pada akhir Februari 2019, penerimaan perpajakan mencapai Rp177,4 trilun atau tumbuh 10,1%.
Sedangkan belanja negara hingga akhir Februari 2020, menurut Sri Mulyani mencapai Rp 279,4 triliun atau tumbuh 2,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (yoy). Realisasi belanja pemerintah pusat mencapai Rp 161,7 triliun atau tumbuh 11 persen (yoy). Selanjutnya transfer ke daerah dan dana desa hanya Rp117,7 triliun atau turun 6,7% (yoy).
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, realisasi defisit ini sebenarnya lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di tahun 2019 yang sebesar Rp54,6 triliun. Dimana setara dengan 0,34% terhadap PDB.
"Defisit tersebut melebar 16,2 persen jika dibandingkan dengan realisasi di periode yang sama tahun lalu sebesar Rp54 triliun atau 0,34 persen terhadap PDB. Padahal Januari itu mencapai Rp36,1 triliun," ujar Menkeu Sri Mulyani di Jakarta, Rabu (18/3/2020).
Lebih lanjut terang dia, defisit APBN hingga akhir Februari 2020 karena penerimaan pajak yang mengalami tekanan sedangkan belanja negara tetap tumbuh di tengah pandemi corona. Rinciannya penerimaan bea cukai sebesar Rp25 triliun atau lebih tinggi 51,5% dibandingkan periode sama tahun lalu Rp16,5 triliun.
"Untuk pajak, pendapatan DJP (Ditjen Pajak) termasuk PPh Migas sebesar Rp 152 triliun, ini turun 5,0%. Kita lihat memang pajak mengalami tekanan karena adanya risiko global maupun domestik," jelasnya.
Apabila digabungkan, penerimaan perpajakan mencapai Rp178 triliun atau hanya tumbuh 0,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara pada akhir Februari 2019, penerimaan perpajakan mencapai Rp177,4 trilun atau tumbuh 10,1%.
Sedangkan belanja negara hingga akhir Februari 2020, menurut Sri Mulyani mencapai Rp 279,4 triliun atau tumbuh 2,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (yoy). Realisasi belanja pemerintah pusat mencapai Rp 161,7 triliun atau tumbuh 11 persen (yoy). Selanjutnya transfer ke daerah dan dana desa hanya Rp117,7 triliun atau turun 6,7% (yoy).
(akr)