Obral Insentif, Defisit APBN Diprediksi Melebar Capai Rp852 Triliun

Senin, 13 April 2020 - 02:31 WIB
loading...
Obral Insentif, Defisit...
Kucuran insentif yang dilakukan pemerintah sebagai upaya meredam dampak pandemi corona atau Covid-19, diyakini bakal berdampak terhadap melebarnya defisit APBN mencapai Rp852 triliun. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Kucuran insentif yang dilakukan pemerintah sebagai upaya meredam dampak pandemi corona atau Covid-19, diyakini bakal berdampak terhadap melebarnya defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) mencapai Rp852 triliun. Meski begitu Indonesia tidak sendirian, lantaran negara lain juga menghadapi persoalan serupa.

"Kondisi ini akan mendorong pelebaran defisit anggaran yang diproyeksikan akan mencapai Rp852 triliun atau setara 5,07% terhadap PDB. Indonesia tidak sendiri, negara lain juga diprediksikan akan mengalami kondisi serupa," ujar Direktur Riset CORE Piter Abdullah Radjalam di Jakarta.

Seperti diketahui pemerintah telah memutuskan menambah stimulus untuk menanggulangi dampak negatif penyebaran COVID-19. Total tambahan anggaran yang disalurkan mencapai 405 triliun Rupiah atau setara 2,5% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Tambahan anggaran ini ditujukan untuk bidang kesehatan, perlindungan sosial, insentif perpajakan dan pemulihan ekonomi nasional. Dengan tambahan ini Indonesia menjadi salah satu negara pemberi insentif terbesar di Asia.

Jumlah insentif fiskal pemerintah lebih besar dibandingkan beberapa negara seperti China (1,2% terhadap PDB), Korea Selatan (0,8%), ataupun India (0,5%). Namun angka ini lebih kecil dibandingkan Thailand (3%) ataupun Malaysia (17%).

Sementara itu Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memprediksi penerimaan Perpajakan (pajak dalam arti luas) akan berada di kisaran Rp1.452-1.514 triliunut. Dimana raihan terseb jauh lebih rendah dibandingkan realisasi tahun lalu yang mencapai Rp1.462 triliun.

Negara tetangga Malaysia misalnya, dengan tambahan insentif sebesar RM250 miliar, defisit anggaran Malaysia akan berada dikisaran 4,5% terhadap PDB yang lebih tinggi dibandingkan defisit pada tahun lalu yang mencapai 3,4%. Bahkan Perancis berencana meningkatkan defisit anggarannya hingga 7%.

Defisit ini disebabkan tambahan belanja diproyeksikan tidak bisa diimbangi oleh kenaikan penerimaan negara pada akhir tahun nanti. Pertumbuhan penerimaan negara akan jauh menurun dibandingkan tahun lalu, yang disebabkan oleh 2 faktor utama.

"Dari luar negeri, harga sejumlah komoditas mengalami penurunan imbas dari melambatnya permintaan global termasuk harga minyak mentah yang anjlok di bawah USD25. Selain karena melemahnya permintaan global, ini juga dipicu oleh gagalnya kesepakatan negara-negara produsen khususnya Arab Saudi dan Rusia untuk memangkas produksi minyak," ungkap Piter.

Dari dalam negeri, terjadi pelemahan permintaan domestik yang berdampak pada melambatnya aktivitas pada sektor-sektor penyumbang penerimaan negara. Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia yang sudah menunjukkan kontraksi sejak pertengahan tahun lalu, pada Maret 2020 bahkan anjlok lebih dalam hingga ke level 45.

"Melambatnya sektor manufaktur akan berdampak pada penerimaan perpajakan, karena sektor ini menyumbang sekitar 30% dari total penerimaan pajak. Kombinasi kedua faktor ini diprediksikan akan menekan penerimaan negara sampai dengan akhir tahun nanti," tuturnya.
(ant)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya
Berita Terkait
Sri Mulyani Sebut Penerimaan...
Sri Mulyani Sebut Penerimaan Pajak Maret Meningkat Berkat Coretax
APBN Maret 2025 Defisit...
APBN Maret 2025 Defisit Rp104,2 Triliun, Wamenkeu Sebut Perencanaan Keuangan yang Cermat
Nego Tarif Trump, Menkeu...
Nego Tarif Trump, Menkeu Sri Mulyani Bertemu Dubes AS untuk Indonesia
Laporan Penerimaan Pajak...
Laporan Penerimaan Pajak Molor, Sri Mulyani Ungkap Kondisi Terbaru APBN per Maret 2025
APBN Baru 2 Bulan Sudah...
APBN Baru 2 Bulan Sudah Defisit Rp31,2 T, Misbakhun Singgung Masalah Coretax
Baru Awal Tahun, Pemerintah...
Baru Awal Tahun, Pemerintah Sudah Tarik Utang Rp224,3 Triliun
Sri Mulyani Memohon...
Sri Mulyani Memohon Penurunan Penerimaan Pajak Tak Didramatisir
THR PNS Cair 17 Maret...
THR PNS Cair 17 Maret 2025 , Pemerintah Siapkan Anggaran Rp49,9 Triliun
Realisasi Program Makan...
Realisasi Program Makan Bergizi Gratis Capai Rp710,5 Miliar, Jangkau 2 Juta Penerima
Rekomendasi
Pakistan Akui Lakukan...
Pakistan Akui Lakukan Pekerjaan Kotor untuk Barat dalam Dukung Teroris
10 Daftar Nama Brainrot...
10 Daftar Nama Brainrot Anomali, Fenomena Kemunduran Mental di Era Digital yang Viral
Pelunasan Biaya Haji...
Pelunasan Biaya Haji Reguler Diperpanjang hingga 2 Mei Khusus untuk 4 Provinsi
Berita Terkini
Intip Cara Hemat Belanja...
Intip Cara Hemat Belanja Online di Tengah Ekonomi Menantang
1 jam yang lalu
Teknologi AI Dorong...
Teknologi AI Dorong Pengembangan Industri Pertambangan
2 jam yang lalu
Dorong PNBP, AUKSI dan...
Dorong PNBP, AUKSI dan DJKN Jatim Perkuat Ekosistem Lelang Sukarela
2 jam yang lalu
Lawan Tarif Trump, Kemendag...
Lawan Tarif Trump, Kemendag Siapkan 21 Perjanjian Dagang Baru dengan Berbagai Negara
3 jam yang lalu
United Tractors Tebar...
United Tractors Tebar Dividen Rp7,81 Triliun, Catat Kapan Cairnya
4 jam yang lalu
Rumah BUMN SIG Dorong...
Rumah BUMN SIG Dorong Pemasaran Produk UMKM Rembang
4 jam yang lalu
Infografis
AS Gelontorkan Ribuan...
AS Gelontorkan Ribuan Triliun untuk Ukraina, Hasilnya Mengecewakan
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved