Evaluasi Pandemi Covid-19, Saatnya Manusia Ramah terhadap Satwa Liar

Selasa, 07 April 2020 - 11:55 WIB
Evaluasi Pandemi Covid-19, Saatnya Manusia Ramah terhadap Satwa Liar
Evaluasi Pandemi Covid-19, Saatnya Manusia Ramah terhadap Satwa Liar
A A A
SOFIFI - WHO telah menetapkan Covid-19 sebagai pandemi atau wabah global. Dikutip dari laporan WHO per 6 April 2020, sebanyak 1.210.956 kasus positif telah terjadi di dunia. Sementara dikutip dari Kementerian Kesehatan, sebanyak 2.491 kasus positif di Indonesia per 6 April 2020.

Sejak awal merebak, banyak tulisan mengatakan sumber virus baru Corona ini berasal dari hewan. Meskipun banyak negara melarang perdagangan satwa liar namun masih saja terjadi. Hewan apapun yang berperan terhadap penularan virus, seharusnya membuat manusia sadar dan lebih ramah kepada satwa liar apalagi yang dilindungi.

Sebenarnya, satwa liar dan habitatnya bisa dimanfaatkan sebagai alernatif mata pencaharian masyarakat, misalnya untuk ekowisata seperti Suaka Burung Paruh Bengkok (SPB) yang dikelola Taman Nasional Aketajawe Lolobata di Provinsi Maluku Utara.

Diresmikan pada 24 Juni 2019, suaka ini pertama dan satu-satunya di Indonesia, bertugas menangani perawatan burung paruh bengkok hasil sitaan. Suaka terbesar di regional Wallacea ini juga melepasliarkan kembali satwa tersebut ke hutan setelah pulih dan siap.

Taman Nasional Aketajawe Lolobata yang terletak di pulau Halmahera Provinsi Maluku Utara merupakan salah satu daerah penting bagi burung (Important Bird Area-IBA) sebagai daerah persebaran burung terbatas di dunia.

Saat ini, SPB Taman Nasional Aketajawe Lolobataini menangani 81 satwa dari 11 jenis paruh bengkok. Sebut saja Kakaktua Putih, Kasturi ternate, Nuri Bayan Betina, Nuri Bayan Jantan, Kakaktua Jambul Kuning, Nuri Kelam, Nuri Coklat, Kakaktua kecil Jambul Kuning, Nuri Maluku, Nuri Kepala Hitam, Nuri Kalung Ungu menjadi warga suaka ini.

Kabarnya, tahun lalu sebanyak 16 ekor burung paruh bengkok telah dilepasliarkan kembali ke habitat aslinya dan pada awal tahun 2020, 5 ekor Kasturi ternate sub-spesies Morotai telah dilepasliarkan. Sebagian tetap menjadi warga SPB karena kondisi fisik dan masih menjalani proses rehabilitasi.

Menurut Kepala Balai Taman Nasional Aketajawe LolobataT. Heri Wibowo, suaka ini strategis bagi Indonesia sebagai sarana penting konservasi, pendidikan bahkan pariwisata. Untuk itu, Heri menghimbau agar masyarakat mulai peduli terhadap keberadaan satwa liar dilindungi agar tidak memelihara dan memperjualbelikannya.

“Upaya rehabilitasi satwa sangatlah berat, untuk itu kami menghimbau kepada masyarakat untuk berpikir kembali untuk tidak menangkap satwa atau memelihara satwa, serta memperjualbelikannya,” tutur Heri.

Hingga Maret 2020, suaka ini menerima kunjungan hingga 6.465 orang. Setelah pandemi Covid-19, ditutup sementara hingga penyebaran virus itu berakhir. Meskipun menutup kunjungan, perawatan satwa tetap berjalan normal.

Menurut Heri 'rumah' burung ini tidak dapat berhenti operasi meskipun tantangan itu di depan mata, karena kelangsungan hidup burung-burung tersebut sangatlah penting.

“Agaknya ungkapan biarkan kami tetap bekerja anda tetap berada dirumah dapat menggambarkan semangat kami untuk bekerja melindungi SPB ditengah pandemi korona,” kata Heri.

Bantuan Antam

Tingginya minat pengunjung tak terlepas dari konsep ekowisata yang diusung Suaka Paruh Bengkok. Untuk mendukung sarana pendidikan dan wisata, PT Aneka Tambang Tbk (Antam) mendukung pengembangan Gedung Pusat Informasi.

Agustinus Toko Susetio, VP CSR Unit Bisnis Pertambangan Nikel Maluku Utara Antam, mengatakan, kontribusi ini merupakan refleksi atas upaya konservasi disekitar operasional Perusahaan.

“Antam berharap kontribusi Perusahaan dapat mendukung konsep ekowisata dan semoga pandemic Covid-10 segera berakhir agar pengunjung kembali melihat upaya suaka burung paruh bengkok," kata Toko.
(akn)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3818 seconds (0.1#10.140)