Kian Menjamur, Bisnis Ritel Makin Menggiurkan

Kamis, 08 September 2011 - 13:11 WIB
Kian Menjamur, Bisnis Ritel Makin Menggiurkan
Kian Menjamur, Bisnis Ritel Makin Menggiurkan
A A A
BISNIS ritel kian menggiurkan terutama di kota besar seperti Jakarta. Tak dipungkiri hampir di setiap sudut kota metropolitan ini mudah sekali ditemui berbagai jenis ritel mulai dari minimarket, hipermarket, restoran, sampai pusat perbelanjaan. Menjamurnya ritel membuat fungsi ritel makin luas bukan hanya sebagai tempat belanja tapi juga tempat nongkrong baru.

Asosiasi Pengeola Pusat Perbelanjaan Indonesia (APPBI) menyatakan pertumbuhan industri ritel pada tahun ini meningkat 20 persen. Pertumbuhan tersebut seiring dengan makin berkembangnya populasi.

"Industri ritel meningkat 20 persen dibanding dengan tahun lalu. Seiring dengan populasi yang bertambah, saya harap ini di-support terus, jadi nanti kita bisa berdiri sendiri tanpa mengandalkan impor," ungkap Ketua APPBI Handoko Santosa yang juga CEO Senayan City.

Dengan semakin berkembangnya industri ritel, omzet penjualannya pun kian menggiurkan. Tahun ini, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pedagang Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta Lie memprediksi omzet penjualan ritel bisa menembus Rp115 triliun-Rp120 triliun atau naik 15-20 persen dibandingkan 2010.

Angka itu, jelas Tutum, hanya berasal dari sekira 15 ribu gerai milik anggota Aprindo saat ini. Pada 2010, kata dia, jumlah gerai milik anggota Aprindo berkisar 12 ribu-13 ribu unit.

"Triwulan ketiga ini menjadi periode paling gemuk karena bertemu momen Lebaran. Dan, ada program Jakarta Great Sale. Juga, ada periode liburan sekolah. Kalau berdasarkan tren, biasanya triwulan III menikmati sekira 35-40 persen dari total pencapaian penjualan setahun," kata Tutum.

Namun, menjamurnya bisnis ritel bukanlah tanpa celah. Aprindo menilai langkah pemerintah untuk memajukan pedagang ritel di Indonesia tidak terarah. Pemerintah sebagai pemberi kebijakan pun seharusnya dapat mengatur unit-unit usaha tersebut agar dapat berjalan kondusif.

"Kalau jelas mau mengembangkan industri ritel, kan gampang saja itu sepanjang Jalan Sudirman-Thamrin kenapa enggak diisi dengan pedagang kaki lima dan ritel? Itu jelas dan terarah. Kalau cuma mau nutup ritel itu enggak jelas,” tegas Tutum Rahanto.

Lebih lanjut, dia juga mengakui bahwa investor tidak mungkin asal dalam membangun usahanya jika tidak ada izin sama sekali dari pemegang kebijakan.

"Saya enggak percaya kalau investor mau bertaruh mendirikan usaha tanpa izin dari pemegang kebijakan. Mereka itu modalnya besar loh, bisa Rp300 jutaan lebih," ungkapnya.

Seperti pernah dikabarkan, Pemda DKI berencana menindak tegas keberaadaaan seribu lebih minimarket di Jakarta yang tidak memiliki perizinan yang jelas sesuai Perda No 2 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Pasar Swasta.

Sementara itu, 46 PNS yang secara terang-terangan telah membantu pemberian izin rekomendasi minimarket yang dibangun dengan jarak kurang dari setengah kilometer dari pasar lingkungan juga telah diberi sanksi berupa hukuman disiplin dari ringan sampai sedang.

Namun, Aprindo menilai, kebijakan yang terlalu banyak dikeluarkan oleh pemerintah dikhawatirkan akan menghambat pertumbuhan industri ritel nasional.

Ketua Umum Aprindo Pudjianto mengatakan, kebijakan pemerintah tersebut adalah terutama yang terkait dengan izin usaha. Bahkan, kata dia, pengusaha ritel nasional harus mengeluarkan biaya lebih dari Rp24 juta untuk mengurus izin-izin usaha. Sebagai contoh, dia membandingkan kondisi ritel di Indonesia dan Thailand.

"Di Thailand ada kebebasan, mungkin dari sisi regulasi. Tapi saya tidak tahu regulasi secara rincinya seperti apa. Sehingga tidak ada perbedaan antara yang besar, kecil, dan lain sebagainya. Tapi yang kecil diberikan tempat, fasilitas dan kesempatan. Sementara di Indonesia, peraturan banyak sekali. Mulai dari izin tetangga, usaha, tenaga diesel, hingga penggunaan air," papar Pudjianto.

(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6373 seconds (0.1#10.140)