Pemprov Kaltim berminat kelola Blok Mahakam
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah hingga kini belum menunjuk pengelola kawasan migas Blok Mahakam di Kalimantan Timur (Kaltim). Hal ini menyusul penolakan pemerintah memperpanjang kontrak Total E&P, perusahaan asal prancis yang akan habis masa operasinya pada 2017 mendatang.
Seiring berakhirnya kontrak itu, suara-suara yang menginginkan agar operator di kawasan tersebut melibatkan daerah bermunculan. Pemerintah Provinsi Kaltim dan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara menyatakan, berminat mengelola kawasan kaya dengan minyak dan gas tersebut.
Ketua Aliansi Rakyat Kaltim untuk Blok Mahakam, Wahdiyat menyatakan, setelah kontrak pengelolaan migas itu berakhir, seluruh sisa cadangan migas yang masih ada di perut bumi dan seluruh fasilitas infrastruktur produksi akan menjadi milik negara. Tidak ada aturan atau kontrak yang dilanggar dan tidak ada pula hukum internasional yang dilanggar.
Tidak hanya itu, para pekerja yang ada saat ini tetap menjadi bagian dari pengelolaan tersebut. Tidak ada rasionalisasi dan tak terganggu dengan peralihan ini. Para pekerja tidak perlu khawatir meski pengelolanya berganti.
"Ibaratnya ganti majikan saja,” kata Wahdiyat saat beraudiensi dengan Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak, Kamis (3/1/2013).
Wahdiyat mengaku, untuk perjuangan ini pihaknya pun telah melakukan berbagai hal, di antaranya berkoordinasi dengan PT Migas Mandiri Pratama (MMP), Perusda Pemprov Kaltim, untuk menyiapkan blue print kesiapan daerah dalam rencana pengelolaan blok migas ini.
Aliansi juga menyampaikan rencana perjuangan ke DPRD Kaltim. Mereka diterima anggota Komisi II dan Komisi III. Pertemuan dipimpin Wakil Ketua DPRD Kaltim, Sofyan Alex.
“Pada prinsipnya, DPRD Kaltim sangat mendukung rencana perjuangan ini,” kata Wahdiyat, usai pertemuan dengan Anggota DPRD Kaltim.
Sebagai informasi, ladang migas Blok Mahakam berada di sekitar Selat Makassar (offshore) dengan luas lahan mencapai 4.008 km2. Sejak 1970, cadangan gas bumi terbukti (P1) mencapai 27 triliun cubic feet (TCF) dan cadangan tersisa sekitar 13,5 TCF atau jika dikalkulasikan mencapai Rp1.700 triliun. Sejak 1967, blok potensial itu dikuasai Total E&P asal Prancis dan Inpex Corporation dari Jepang, dengan operator Total E&P.
Seiring berakhirnya kontrak itu, suara-suara yang menginginkan agar operator di kawasan tersebut melibatkan daerah bermunculan. Pemerintah Provinsi Kaltim dan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara menyatakan, berminat mengelola kawasan kaya dengan minyak dan gas tersebut.
Ketua Aliansi Rakyat Kaltim untuk Blok Mahakam, Wahdiyat menyatakan, setelah kontrak pengelolaan migas itu berakhir, seluruh sisa cadangan migas yang masih ada di perut bumi dan seluruh fasilitas infrastruktur produksi akan menjadi milik negara. Tidak ada aturan atau kontrak yang dilanggar dan tidak ada pula hukum internasional yang dilanggar.
Tidak hanya itu, para pekerja yang ada saat ini tetap menjadi bagian dari pengelolaan tersebut. Tidak ada rasionalisasi dan tak terganggu dengan peralihan ini. Para pekerja tidak perlu khawatir meski pengelolanya berganti.
"Ibaratnya ganti majikan saja,” kata Wahdiyat saat beraudiensi dengan Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak, Kamis (3/1/2013).
Wahdiyat mengaku, untuk perjuangan ini pihaknya pun telah melakukan berbagai hal, di antaranya berkoordinasi dengan PT Migas Mandiri Pratama (MMP), Perusda Pemprov Kaltim, untuk menyiapkan blue print kesiapan daerah dalam rencana pengelolaan blok migas ini.
Aliansi juga menyampaikan rencana perjuangan ke DPRD Kaltim. Mereka diterima anggota Komisi II dan Komisi III. Pertemuan dipimpin Wakil Ketua DPRD Kaltim, Sofyan Alex.
“Pada prinsipnya, DPRD Kaltim sangat mendukung rencana perjuangan ini,” kata Wahdiyat, usai pertemuan dengan Anggota DPRD Kaltim.
Sebagai informasi, ladang migas Blok Mahakam berada di sekitar Selat Makassar (offshore) dengan luas lahan mencapai 4.008 km2. Sejak 1970, cadangan gas bumi terbukti (P1) mencapai 27 triliun cubic feet (TCF) dan cadangan tersisa sekitar 13,5 TCF atau jika dikalkulasikan mencapai Rp1.700 triliun. Sejak 1967, blok potensial itu dikuasai Total E&P asal Prancis dan Inpex Corporation dari Jepang, dengan operator Total E&P.
(dmd)