Eropa-AS krisis, ekspor DIY tetap meningkat
A
A
A
Sindonews.com - Krisis ekonomi yang masih melanda Eropa dan Amerika Serikat (AS) tidak berdampak langsung terhadap nilai ekspor DI Yogyarakta (DIY). Terbukti, selama 2012 nilai ekspor mampu tumbuh dan jauh lebih baik dari pertumbuhan 2011.
Tidak sedikit eksportir yang membidik pasar baru di Asia, sebagai persiapan pasar bebas asia. Selama ini, ekspor DIY mengandalkan sejumlah pasar tradisional di Eropa, seperti Jerman, Spanyol, dan Belanda. Selain itu, juga banyak dikirimkan ke AS. Padahal, negara ini sedang mengalami keterpurukan akibat hantaman krisis ekonomi berkepanjangan.
Produk ekspor masih didominasi industri garmen, dan sarung tangan kulit. Namun, kini semakin bervariasi dengan banyaknya produk kerajinan dan mebel. "Meski negara tujuan dilanda krisis, ekspor kita masih tumbuh," kata Kasi Fasilitasi ekspor dan Impor Disperindagkop DIY, Firsanedi, Jumat (1/3/2013).
Selama 2012, lanjut dia, juga terjadi pertumbuhan certifikat of origin (coo) sebagai prasyarat dokumentasi ekspor. Jika pada awal 2012 hanya 12 cco, namun akhir 2012 telah tumbuh menjadi 22 cco.
Sementara dari sisi nilai ekspor, naik dari USD144,41 juta pada 2011 menjadi USD177,07 juta. Sementara, volume ekspor juga mengalami kenaikan dari 26,67 juta kilogram (kg),
menjadi 33,64 juta kg.
Pada awal 2013, kata Firsanedi, nilai ekspor juga merangkak naik sekitar 5,8 persen. Pada Januari 2012, hanya USD15,63 juta, kini menjadi USD16,4 juta.
Sejumlah eksportir terus mmebidik beberapa pangsa pasar di Asia. Diantaranya ke negara yang akan memberlakukan free trade asia (FTA), seprti Pakistan, Cina, Korea Selatan termasuk Australia, dan New Zealand. "Produk unggulan tetap sarung tangan kulit dan pakaian jadi," ujarnya.
Tidak sedikit eksportir yang membidik pasar baru di Asia, sebagai persiapan pasar bebas asia. Selama ini, ekspor DIY mengandalkan sejumlah pasar tradisional di Eropa, seperti Jerman, Spanyol, dan Belanda. Selain itu, juga banyak dikirimkan ke AS. Padahal, negara ini sedang mengalami keterpurukan akibat hantaman krisis ekonomi berkepanjangan.
Produk ekspor masih didominasi industri garmen, dan sarung tangan kulit. Namun, kini semakin bervariasi dengan banyaknya produk kerajinan dan mebel. "Meski negara tujuan dilanda krisis, ekspor kita masih tumbuh," kata Kasi Fasilitasi ekspor dan Impor Disperindagkop DIY, Firsanedi, Jumat (1/3/2013).
Selama 2012, lanjut dia, juga terjadi pertumbuhan certifikat of origin (coo) sebagai prasyarat dokumentasi ekspor. Jika pada awal 2012 hanya 12 cco, namun akhir 2012 telah tumbuh menjadi 22 cco.
Sementara dari sisi nilai ekspor, naik dari USD144,41 juta pada 2011 menjadi USD177,07 juta. Sementara, volume ekspor juga mengalami kenaikan dari 26,67 juta kilogram (kg),
menjadi 33,64 juta kg.
Pada awal 2013, kata Firsanedi, nilai ekspor juga merangkak naik sekitar 5,8 persen. Pada Januari 2012, hanya USD15,63 juta, kini menjadi USD16,4 juta.
Sejumlah eksportir terus mmebidik beberapa pangsa pasar di Asia. Diantaranya ke negara yang akan memberlakukan free trade asia (FTA), seprti Pakistan, Cina, Korea Selatan termasuk Australia, dan New Zealand. "Produk unggulan tetap sarung tangan kulit dan pakaian jadi," ujarnya.
(izz)