Bawang putih langka, Mentan salahkan prilaku petani
A
A
A
Sindonews.com - Menteri Pertanian (Mentan), Suswono mengungkapkan, terjadinya kelangkaan bawang putih saat ini tidak lepas dari perilaku kalangan petani. Petani lebih memilih menanam komoditas yang menguntungkan daripada komoditas bawang putih.
"Memang untuk bawang putih problem kita petani akan memilih komoditas yang menguntungkan. Sementara petani bawang putih ini mendapat tekanan luar biasa karena lahannya makin menurun akibat mereka berpindah atau beralih ke komoditas lain yang menguntungkan," kata Suswono dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Rabu (20/3/2013).
Suswono memberi contoh kasus petani di Brebes, Jawa Tengah, dimana petani bawang merah mulai beralih menanam padi. Alasannya, padi relatif stabil harganya sehingga menguntungkan, sedang pemeliharaannya tidak seintensif bawang merah.
"Disamping itu, modalnya tidak terlalu besar. Kalau bawang merah kan sampai Rp60 juta, sedang risikonya sangat tinggi," kata Suswono.
Untuk komoditas kedelai, kata Mentan, ada kecenderungan para petani bergairah untuk menanam ketika mendengar pengumuman akan adanya jaminan harga Rp7.000 per kilogram (kg), sehingga menjadi stimulan bagi para petani.
Untuk mengurangi impor, lanjut Suswono, pemerintah terus berupaya memperluas lahan. Di Tegal, Jawa Tengah, pemerintah melakukan perluasan lahan sekitar 100 hektar (ha) untuk menambah produksi. Sejauh ini, Indonesia baru memproduksi kurang dari 10 persen kebutuhan bawang nasional.
"Itupun untuk memenuhi kebutuhan industri jamu karena aroma bawang putih Indonesia tiga kali lebih kuat dibandingkan bawang putih impor," katanya.
Data Kementerian Pertanian menyebutkan, Indonesia pernah mencapai swasembada bawang putih karena sebelum 1998 luas areal tanam komoditas ini mencapai 250.000 ha. Sementara saat ini luas areal tanam bawang putih yang tersisa menyusut menjadi 25.000 ha.
Menurut Suswono, gairah menanam bawang putih mulai turun sejak 1998. "Saat itu kan keran impor bawang putih dibuka, sehingga petani kesulitan bersaing dengan bawang putih impor," pungkasnya.
"Memang untuk bawang putih problem kita petani akan memilih komoditas yang menguntungkan. Sementara petani bawang putih ini mendapat tekanan luar biasa karena lahannya makin menurun akibat mereka berpindah atau beralih ke komoditas lain yang menguntungkan," kata Suswono dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Rabu (20/3/2013).
Suswono memberi contoh kasus petani di Brebes, Jawa Tengah, dimana petani bawang merah mulai beralih menanam padi. Alasannya, padi relatif stabil harganya sehingga menguntungkan, sedang pemeliharaannya tidak seintensif bawang merah.
"Disamping itu, modalnya tidak terlalu besar. Kalau bawang merah kan sampai Rp60 juta, sedang risikonya sangat tinggi," kata Suswono.
Untuk komoditas kedelai, kata Mentan, ada kecenderungan para petani bergairah untuk menanam ketika mendengar pengumuman akan adanya jaminan harga Rp7.000 per kilogram (kg), sehingga menjadi stimulan bagi para petani.
Untuk mengurangi impor, lanjut Suswono, pemerintah terus berupaya memperluas lahan. Di Tegal, Jawa Tengah, pemerintah melakukan perluasan lahan sekitar 100 hektar (ha) untuk menambah produksi. Sejauh ini, Indonesia baru memproduksi kurang dari 10 persen kebutuhan bawang nasional.
"Itupun untuk memenuhi kebutuhan industri jamu karena aroma bawang putih Indonesia tiga kali lebih kuat dibandingkan bawang putih impor," katanya.
Data Kementerian Pertanian menyebutkan, Indonesia pernah mencapai swasembada bawang putih karena sebelum 1998 luas areal tanam komoditas ini mencapai 250.000 ha. Sementara saat ini luas areal tanam bawang putih yang tersisa menyusut menjadi 25.000 ha.
Menurut Suswono, gairah menanam bawang putih mulai turun sejak 1998. "Saat itu kan keran impor bawang putih dibuka, sehingga petani kesulitan bersaing dengan bawang putih impor," pungkasnya.
(rna)