Kebijakan ambang batas hotel timbulkan pro-kontra

Selasa, 16 April 2013 - 10:12 WIB
Kebijakan ambang batas...
Kebijakan ambang batas hotel timbulkan pro-kontra
A A A
Sindonews.com – Kebijakan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DI Yogyakarta untuk mengatur tarif hotel demi menjaga ambang batas bawah menimbulkan pro dan kontra dari anggotanya. Sebagian bisa menerima, namun ada pula yang menolak karena bisa mematikan ide kreatif hotel.

General Manager Royal Ambarrukmo Yogyakarta Hotel, Sudarsana mengatakan, secara pribadi dia kurang sependapat dengan kebijakan tersebut. Alasannya, hotel yang ada di Yogyakarta semata-mata tidak hanya menjual kamar saja, melainkan banyak alternatif pilihan yang bisa ditawarkan.

Misalnya, paket meeting, incentives, convention and exhibition (MICE), romantic room hingga dinner cooking class untuk menggaet pengunjung dan tamu. “Saya pribadi kurang sependapat karena banyak paketan yang bisa
ditawarkan,” ujar Sudarsana di Yogyakarta, Selasa (16/4/2013).

Menurut dia, di tengah persaingan hotel yang kian ketat di Yogyakarta dibutuhkan kreativitas. Pertumbuhan hotel baru, tidak lepas dari peluang pasar yang masih cukup terbuka. Di sini, manajemen hotel ditantang untuk menciptakan kreativitas dalam menjual kamar maupun produk lain.

Manajemen, dia menuturkan, harus bisa menciptakan paket baru yang mengikuti kebutuhan tamu. Tamu akan lebih tertarik untuk menggunakan hotel dengan pelayanan sesuai keinginan. “Biarkan mekanisme pasar yang bicara, Yogyakarta belum butuh pembatasan,” jelasnya.

Diakuinya, jumlah hotel di Bali misalnya memang sudah cukup overload, namun kebijakan pemerintah setempat untuk melakukan pengaturan menggunakan peraturan daerah (perda) juga belum berhasil. Mestinya dengan melihat peluang pasar yang ada, manajemen harus terus berbenah.

Sementara masalah yang ada di Yogyakarta sebenarnya pada kelas hotel budget (murah). Hotel ini banyak merebut kelas hotel bintang satu, dua ataupun hotel melati. Sedangkan untuk hotel berbintang, jauh dari persaingan itu.

“Ada hotel yang jual kamarnya murah, tetapi untuk handuk ada biaya sendiri, guling bayar lagi. Jadi biarkan mekanisme pasar yang bicara,” ujarnya.

Sementara General Manager Hotel The Sahid Rich Jogja, Herryadi Baiin mengaku, mendukung kebijakan itu karena yang diatur adalah ambang batas terbawah, bukan tarif normal. Tarif ini hanya bisa dipakai untuk kondisi sepi (low season). Sedangkan dalam kondisi normal ataupun peak season, masih bisa menjual dengan harga tinggi.

“Pengaturan ini sebenarnya lebih kepada pengaturan harga agar tidak ada perang tarif,” ujarnya.
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3203 seconds (0.1#10.140)