DPR: PMK 78/2013 rugikan perusahaan kecil
A
A
A
Sindonews.com - Anggota Komisi XI dari Fraksi Golkar, Nusron Wahid mempertanyakan dasar Kementerian Keuangan menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 78 tahun 2013 tentang Penetapan Golongan dan Tarif Cukai Hasil Tembakau karena cenderung merugikan perusahaan kecil.
“Saya mau tanya, PMK 78 itu dibuat atas derivatif UU Cukai pasal berapa? Dapat informasi dari mana kalau PMK ini bisa menolong perusahan kecil?,” ujarnya di gedung DPR, Jakarta, Senin (3/6/2013) malam.
Nusron menjelaskan, menaikkan cukai rokok bagi pabrikan rokok milik para pengusaha rokok yang masih bertalian keluarga sangat tidak masuk akal.
"Pola bisnis perusahaan rokok yang menguasai pasar Indonesia sudah tidak lagi mengandalkan hubungan keluarga sedarah. Aturan ini hanya akan mematikan perusahaan-perusahaan rokok nasional dan pengusaha tembakau kecil,” lanjutnya.
Di kesempatan yang sama, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengatakan bahwa derivatif PMK tersebut merujuk pada pasal 5 ayat 5 UU Cukai, yang berisi kewenangan Kementerian Keuangan atas penerapan tarif cukai untuk menertibkan perusahaan rokok.
“Tujuan PMK ini adalah menertibkan keberadaan perusahaan rokok skala besar, menengah dan kecil. Peraturan ini memberikan perlindungan terhadap pabrik rokok kecil agar perusahaan rokok besar dan menengah tidak memaksa perusahaan kecil membayar tarif cukai kecil,” tambahnya
Bambang menolak jika peraturan tersebut dibuat karena didorong oleh pihak ketiga. Dia juga mengungkapkan, data pembuatan peraturan tersebut diperoleh dari pemantauan pihaknya dan informasi dari Ditjen Bea Cukai.
“Kami tidak didorong oleh pihak ketiga. Data kami peroleh dari pemantauan kami dan informasi Ditjen Bea Cukai yang lebih banyak terjun ke lapangan.” Katanya.
Dia menuturkan, masih banyak ruang perbaikan di dalam PMK tersebut dan berharap Komisi XI dapat serta memberikan masukan.
“Yang bisa kami sampaikan awalnya ini dilakukan agar perusahan besar tidak merugikan perusahan kecil. Kami juga mohon dibantu,” pungkasnya.
“Saya mau tanya, PMK 78 itu dibuat atas derivatif UU Cukai pasal berapa? Dapat informasi dari mana kalau PMK ini bisa menolong perusahan kecil?,” ujarnya di gedung DPR, Jakarta, Senin (3/6/2013) malam.
Nusron menjelaskan, menaikkan cukai rokok bagi pabrikan rokok milik para pengusaha rokok yang masih bertalian keluarga sangat tidak masuk akal.
"Pola bisnis perusahaan rokok yang menguasai pasar Indonesia sudah tidak lagi mengandalkan hubungan keluarga sedarah. Aturan ini hanya akan mematikan perusahaan-perusahaan rokok nasional dan pengusaha tembakau kecil,” lanjutnya.
Di kesempatan yang sama, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengatakan bahwa derivatif PMK tersebut merujuk pada pasal 5 ayat 5 UU Cukai, yang berisi kewenangan Kementerian Keuangan atas penerapan tarif cukai untuk menertibkan perusahaan rokok.
“Tujuan PMK ini adalah menertibkan keberadaan perusahaan rokok skala besar, menengah dan kecil. Peraturan ini memberikan perlindungan terhadap pabrik rokok kecil agar perusahaan rokok besar dan menengah tidak memaksa perusahaan kecil membayar tarif cukai kecil,” tambahnya
Bambang menolak jika peraturan tersebut dibuat karena didorong oleh pihak ketiga. Dia juga mengungkapkan, data pembuatan peraturan tersebut diperoleh dari pemantauan pihaknya dan informasi dari Ditjen Bea Cukai.
“Kami tidak didorong oleh pihak ketiga. Data kami peroleh dari pemantauan kami dan informasi Ditjen Bea Cukai yang lebih banyak terjun ke lapangan.” Katanya.
Dia menuturkan, masih banyak ruang perbaikan di dalam PMK tersebut dan berharap Komisi XI dapat serta memberikan masukan.
“Yang bisa kami sampaikan awalnya ini dilakukan agar perusahan besar tidak merugikan perusahan kecil. Kami juga mohon dibantu,” pungkasnya.
(rna)