FCTC berpotensi bahayakan ekonomi nasional

Sabtu, 31 Agustus 2013 - 12:19 WIB
FCTC berpotensi bahayakan...
FCTC berpotensi bahayakan ekonomi nasional
A A A
Sindonews.com - Di tengah melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD), nyatanya masih ada kebijakan pemerintah yang berpotensi menyebabkan perekonomian di Tanah Air semakin terpuruk.

Peneliti dari Indonesia for Global Justice, Salamuddin Daeng mengungkapkan, penerapan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) seolah memaksa industri rokok rumahan di dalam negeri gulung tikar, lantaran produk tembakau yang dihasilkan dipandang tidak sesuai standar tersebut.

Jika sudah begitu, maka yang terjadi adalah Indonesia dipaksa untuk impor tembakau dari negara lain. Padahal, saat ini Indonesia sedang dilanda krisis kurs akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD.

"Jadi, FCTC membahayakan kepentingan ekonomi, industri nasional, dan usaha-usaha yang dikerjakan oleh rakyat," tegas Salamuddin dalam keterangan tertulis yang diterima Sindonews, Sabtu (31/8/2013).

Dia menyebutkan, penerapan ratifikasi tersebut menunjukkan tidak berpihaknya kebijakan yang dibuat pada kepentingan nasional. Selain industri rokok luar, disinyalir ratifikasi tersebut dorongan dari kepentingan asing terutama industri farmasi. "Kampanye tembakau dimanfaatkan untuk mencari keuntungan ekonomi dari sejumlah perusahaan farmasi dunia," ujarnya.

Salamuddin mengatakan, sejumlah perusahaan besar yang biasa membiayai proyek anti tembakau, seperti Pharmacia & Upjhon, Novartis, Glaxo sangat aktif mendanai WHO melalui proyek prakarsa bebas tembakau.

Sementara itu, Deputi Direktur Masyarakat Pemangku Kepentingan Kretek Indonesia (MPKKI) Zamhuri mengatakan, saat ini sebanyak 18 juta masyarakat Indonesia sangat bertumpu pada industri rokok. "Mulai dari hulu hingga hillir masyarakat bergantung industri ini, jadi kami tidak setuju kalau pemerintah mengaksesi FCTC," katanya.

Secara keseluruhan pekerja di sektor industri tembakau menyerap tenaga kerja sekitar 4,1 juta tenaga kerja. Dari jumlah itu 93,77 persen diserap kegiatan usaha pengolahan tembakau, seperti pabrik rokok. Sementara, penyerapan di sektor pertanian tembakau sekitar 6,23 persen.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6533 seconds (0.1#10.140)