Pemerintah-pengusaha tambang dinilai 'main mata'

Jum'at, 06 September 2013 - 13:28 WIB
Pemerintah-pengusaha tambang dinilai main mata
Pemerintah-pengusaha tambang dinilai 'main mata'
A A A
Sindonews.com - Bobroknya fundamental ekonomi Indonesia akhir-akhir ini tidak lepas dari lemahnya pengembangan industri olahan nasional. Salah satunya implementasi kebijakan hilirisasi industri yang jauh dari harapan.

"Bisa dikatakan hilirisasi ini sudah berantakan, karena tidak ada ketegasan. Kita sinyalir ada 'main mata' antara pengambil kebijakan dan pengusaha industri hulu dan tambang. Makanya tarik ulur terus dan tidak ada yang jadi ini barang. Kementerian ESDM harus tegas terhadap pengusaha/investor tambang. Sebab ini domainnya," ujar Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Harry Azhar Azis dalam rilisnya, Jumat (6/9/2013).

Harry mengatakan, batas waktu implementasi UU Minerba No 4/2009 tidak lagi dalam hitungan tahun, bahkan hanya empat bulan waktu tersisa. Dalam UU itu, pengusaha tambang secara khusus sudah harus memulai operasional pabrik pengolahan atau smelter hasil tambang paling lambat 12 Januari 2014.

Pasal 170 UU Minerba menyebutkan, pemegang kontrak karya yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian selambat-lambatnya lima tahun sejak UU diberlakukan. Dengan UU Minerba diundangkan pada 12 Januari 2009, maka paling lambat pada 12 Januari 2014, pengusaha tambang sudah memulai operasional smelter-nya.

Bagaimana fakta di lapangan? Wakil Ketua Komisi VI Fraksi Partai Golkar, Airlangga Hartanto menilai, kebijakan tersebut terancam berantakan. Sebab fisik pabrik pengolahan yang dinantikan tak kunjung kelihatan.

Airlangga mengatakan, tidak mungkin pembangunan smelter dapat disulap dalam empat bulan ke depan. Menurutnya, proyek pembangunan smelter membutuhkan waktu tiga tahun.

"Jika dimulai dari 2014, tentunya akan membutuhkan waktu yang lebih lama lagi," katanya.

Dia melihat, tidak ada keseriusan pemerintah membantu dunia usaha atau pengusaha tambang untuk menyelesaikan berbagai kendala seperti minimnya biaya investasi, rendahnya produksi biji mineral tambang, belum adanya jaminan pasokan listrik, minimnya infrastruktur transportasi, dan belum adanya teknologi yang mumpuni untuk membangun smelter.

"Peraturan yang ada saat ini belum tepat untuk mendukung dunia usaha. Ini artinya pemerintah melakukan pembiaran," tegasnya.

Airlangga mendesak pemerintah melalui Kementerian Energi Sumber Daya Mineral agar tegas memberlakukan hilirisasi industri ini dengan baik. "Sesegera mungkin agar ground breaking segera dimulai," ucapnya.

Program ini, kata dia, dapat memberikan nilai tambah ekspor, lapangan pekerjaan, dapat memperkuat neraca perdagangan yang mengalami defisit sebesar USD1,33 miliar pada 2012.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6832 seconds (0.1#10.140)