Defisit perdagangan tekan pasar obligasi

Rabu, 11 September 2013 - 17:05 WIB
Defisit perdagangan...
Defisit perdagangan tekan pasar obligasi
A A A
Sindonews.com - Pemerintah hari ini melelang obligasi baru tiga bulan, 1 tahun dan 15 tahun, serta membuka kembali lelang obligasi 10 tahun dan 20 tahun dengan target indikatif Rp8 trilun. Saat ini, pemerintah tercatat telah menaikkan Rp207 triliun atau sekitar 62 persen dari target penerbitan gross setahun penuh.

Ekonom Treasury & Capital Market, PT Bank Danamon, Carrington Clark mengatakan, rilis data yang mengecewakan bulan ini menyebabkan tekanan lebih lanjut pada pasar obligasi. Perhatian pasar terutama pada angka defisit perdagangan yang berada di posisi terluas pada Juli, sebesar USD2,3 miliar.

Impor besar minyak berada di balik defisit, yang dilakukan untuk mengamankan pasokan dalam negeri selama musim liburan perjalanan. Ini menimbulkan kekhawatiran atas kinerja defisit transaksi berjalan. Namun, ini menjadi musiman dan mungkin belum mencerminkan dampak dari kenaikan harga BBM bersubsidi yang diberlakukan pada Juni.

"Jadi, kita masih optimis peningkatan defisit transaksi berjalan kuartal ini akan memiliki dampak atas kebijakan pemerintah untuk mengendalikan impor," ujar Clark dalam keterangan tertulisnya, Rabu (11/9/2013).

Benchmark 10 tahun yield mencapai tingkat tertinggi tahunan ke dasar saat ini di 8,81 persen (6 September). BI mempertahankan kehadirannya di pasar, menyusul kenaikan suku bunga 50 basis poin (BI rate dan deposit facility).

Namun, tekanan terus pada mata uang dipengaruhi data perdagangan yang mengecewakan, menyebabkan rupiah meluncur setinggi Rp11, 200/USD (tingkat JISDOR).

Meskipun terjadi turbulensi, kepemilikan asing relatif masih stabil, dan saat ini memiliki obligasi sekitar Rp284 triliun atau sama dengan 30,6 persen dari total kepemilikan obligasi (5 September).

Dalam lelang obligasi terakhir, permintaan masih relatif sehat. Lelang obligasi konvensional yang dilakukan pada 27 Agutus lalu, menggambar tawaran cukup besar Rp23 triliun, di mana pemerintah memaksimalkan sasaran penyerapan Rp12 triliun.

Lelang obligasi syariah juga dituntut baik, menggambar tawaran Rp9,3 triliun dengan pemerintah menyerap Rp1,06 triliun. Ini berarti permintaan mungkin tetap sehat karena nilai kembali sukup tinggi, sebagai kesempatan untuk membeli.

"Apa yang kita perlu waspadai saat ini adalah hasil dari pertemuan FOMC pada September dan bagaimana hal itu akan mempengaruhi pasar. Namun, secara keseluruhan outlook tidak boleh terlalu redup, karena ekonomi China diperkirakan akan menunjukkan tanda-tanda perbaikan yang positif bagi kinerja ekspor," jelas Clark.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8333 seconds (0.1#10.140)