60 ribu buruh tekstil DKI dan Jabar terancam PHK
A
A
A
Sindonews.com - Walaupun telah mendapatkan himbauan dari Menteri Perindustrian MS Hidayat bahwa industri tekstil padat karya tidak boleh melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada karyawannya, namun Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudradjat tetap tidak bergeming dan akan melakukan PHK pada dua tahun ke depan.
Dia mennjelaskan, dalam dua tahun ke depan sudah ada 60 anggota API, dengan total buruh sebanyak 60 ribu telah memutuskan memberikan PHK dalam dua tahun ke depan.
Tetapi di satu sisi, Ade mengakui, PHK ini dilakukan bukan karena perusahaan tersebut gulung tikar atau pindah ke luar negeri, melainkan merelokasi pabriknya keluar wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat sebagai basis industri tekstil.
"Sebanyak 60 anggota kali 1.000 karyawan saja berapa tuh? Tapi kan bertahap selama dua tahun. Dan jangan lupa, ini kan relokasi namanya. Di sini PHK 1.000 orang per pabrik, tapi di tempat baru yang lebih besar mempekerjakan 2.000 orang per pabrik," ujarnya di Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta, Rabu (11/9/2013).
Ade menambahkan, relokasi pabrik tersebut mayoritas dilakukan akibat Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI dan Jawa Barat yang terus meningkat, ditambah dengan lamanya akses logistik ke pelabuhan Tanjung Priok karena lalu lintas padat.
"Ditambah lagi masalah peraturan dan regulasi segala macam," imbuh Ade.
karena itu, dia meminta pemerintah untuk mengerti hal ini dan juga tidak perlu panik karena pada dasarnya rencana tersebut bukan mematikan usaha, namun hanya merelokasi pabrik ke tempat yang memiliki UMP lebih rendah.
Adapun kemungkinan provinsi yang dibidik untuk relokasi pabrik adalah Jawa Tengah lantaran memiliki UMP relatif lebih rendah.
"Kita kan di sini tutup tapi di sana buka lebih besar lagi. Jadi, buka pabriknya bukan di Vietnam dan Kamboja, tapi di Jateng," tandasnya.
Dia mennjelaskan, dalam dua tahun ke depan sudah ada 60 anggota API, dengan total buruh sebanyak 60 ribu telah memutuskan memberikan PHK dalam dua tahun ke depan.
Tetapi di satu sisi, Ade mengakui, PHK ini dilakukan bukan karena perusahaan tersebut gulung tikar atau pindah ke luar negeri, melainkan merelokasi pabriknya keluar wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat sebagai basis industri tekstil.
"Sebanyak 60 anggota kali 1.000 karyawan saja berapa tuh? Tapi kan bertahap selama dua tahun. Dan jangan lupa, ini kan relokasi namanya. Di sini PHK 1.000 orang per pabrik, tapi di tempat baru yang lebih besar mempekerjakan 2.000 orang per pabrik," ujarnya di Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta, Rabu (11/9/2013).
Ade menambahkan, relokasi pabrik tersebut mayoritas dilakukan akibat Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI dan Jawa Barat yang terus meningkat, ditambah dengan lamanya akses logistik ke pelabuhan Tanjung Priok karena lalu lintas padat.
"Ditambah lagi masalah peraturan dan regulasi segala macam," imbuh Ade.
karena itu, dia meminta pemerintah untuk mengerti hal ini dan juga tidak perlu panik karena pada dasarnya rencana tersebut bukan mematikan usaha, namun hanya merelokasi pabrik ke tempat yang memiliki UMP lebih rendah.
Adapun kemungkinan provinsi yang dibidik untuk relokasi pabrik adalah Jawa Tengah lantaran memiliki UMP relatif lebih rendah.
"Kita kan di sini tutup tapi di sana buka lebih besar lagi. Jadi, buka pabriknya bukan di Vietnam dan Kamboja, tapi di Jateng," tandasnya.
(rna)