Harga mulai jenuh, pasar properti 2014 terancam
A
A
A
Sindonews.com - Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda mengatakan, pertumbuhan pasar properti akan mulai mengalami perlambatan akibat pasar sudah mulai jenuh dengan terus melambungnya harga properti saat ini.
Menurutnya, keadaan ini membuat masyarakat tidak perlu khawatir akan terjadinya bubble. Dia memperkirakan pertumbuhan pasar properti pada 2014 hanya akan berkisar 20-25 persen, sehingga masih jauh untuk dapat dikatakan bubble.
"Pada 2013 rata-rata properti naiknya 30 persen, tahun depan akan lambat mungkin di kisaran 20-25 persen. Orang Indonesia itu terlalu takut ada istilah bubble, ini enggak akan meletus. Yang terjadi saat ini hanya over value bukan bubble," ujar Ali di Thamrin Nine Ballroom, Jakarta, Selasa (12/11/2013).
Selain potensi perlambatan harga, lanjut dia, porsi kepemilikan properti oleh asing di Indonesia masih tergolong kecil. Hal tersebut menjadi daya tahan tersendiri bagi pasar properti di Indonesia.
"Kenapa China, Vietnam, dan Singapura bisa bubble, meletus. Di sana kepemilikan asing dibuka sekali. Misal beli properti di Rp2 miliar, begitu dibuka ke asing mereka jual ya minimal Rp6 miliar, ini kan ada spekulasi harga. Jangan terlalu dibuka untuk asing. Jadi di Indonesia itu properti booming bukan bubble," terangnya.
Namun demikian, untuk para pelaku pasar sektor properti, tetap harus berhati-hati, karena ada ancaman lain yakni merosotnya harga properti yang ditawarkan lantaran market sudah mulai jenuh. Meskipun, jika dirata-rata properti di Indonesia sudah naik sekitar 30 persen.
"Beberapa tahun ini properti naik terus. Tapi properti ini tidak mungkin akan naik terus. Ketika harga sudah terlalu tinggi, maka pasar sudah mulai jenuh," pungkas Ali.
Menurutnya, keadaan ini membuat masyarakat tidak perlu khawatir akan terjadinya bubble. Dia memperkirakan pertumbuhan pasar properti pada 2014 hanya akan berkisar 20-25 persen, sehingga masih jauh untuk dapat dikatakan bubble.
"Pada 2013 rata-rata properti naiknya 30 persen, tahun depan akan lambat mungkin di kisaran 20-25 persen. Orang Indonesia itu terlalu takut ada istilah bubble, ini enggak akan meletus. Yang terjadi saat ini hanya over value bukan bubble," ujar Ali di Thamrin Nine Ballroom, Jakarta, Selasa (12/11/2013).
Selain potensi perlambatan harga, lanjut dia, porsi kepemilikan properti oleh asing di Indonesia masih tergolong kecil. Hal tersebut menjadi daya tahan tersendiri bagi pasar properti di Indonesia.
"Kenapa China, Vietnam, dan Singapura bisa bubble, meletus. Di sana kepemilikan asing dibuka sekali. Misal beli properti di Rp2 miliar, begitu dibuka ke asing mereka jual ya minimal Rp6 miliar, ini kan ada spekulasi harga. Jangan terlalu dibuka untuk asing. Jadi di Indonesia itu properti booming bukan bubble," terangnya.
Namun demikian, untuk para pelaku pasar sektor properti, tetap harus berhati-hati, karena ada ancaman lain yakni merosotnya harga properti yang ditawarkan lantaran market sudah mulai jenuh. Meskipun, jika dirata-rata properti di Indonesia sudah naik sekitar 30 persen.
"Beberapa tahun ini properti naik terus. Tapi properti ini tidak mungkin akan naik terus. Ketika harga sudah terlalu tinggi, maka pasar sudah mulai jenuh," pungkas Ali.
(izz)