Kuota BBM bersubsidi belum jebol
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah menegaskan kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2013 masih di bawah kuota yang ditetapkan sebesar 48 juta kiloliter (kl). Hal itu disebabkan karena dampak dari kenaikan harga BBM bersubsidi, sehingga beralih ke BBM nonsubsidi.
“Saat ini kuota BBM masih 5 persen di bawah kuota, kecuali untuk solar,” kata Direktur Jenderal Energi Baru dan Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana dalam acara Seminar Nasional Konversi Energi di Jakarta, Selasa (3/12/2013).
Kendati demikian, Rida menjelaskan, sebagian pengguna BBM bersubsidi masih didominasi orang kaya. Bahkan, masyarakat Indonesia masih tergolong boros dalam menggunakan energi jenis fosil ini.
“Padahal energi jenis fosil ini makin lama semakin berkurang. Harganya juga semakin mahal,” ujar dia.
Menurut dia, ketergantungan masyarakat terhadap energi fosil amatlah besar. Di satu sisi, pengembangan konservasi energi masih berjalan karena koordinasi antarlembanga, seperti antarkementerian masih kurang efektif.
“Padahal untuk mendukung penghematan energi sudah diterbitkan Undang-Undang No 30 Tahun 2007. Ada dua rencana dalam beleid energi tersebut, yakni diversifikasi dan konservasi energi,” kata dia.
Data Kementerian ESDM menyebutkan, kebutuhan BBM secara nasional mencapai 1,5 juta barel per hari (bph). Sedangkan produksi di dalam negeri hanya 870.000 bph. Untuk mencukupi kebutuhan tersebut pemerintah harus mengimpor minyak, baik mentah maupun dalam bentuk bahan bakar.
Dalam data pemerintah menyebutkan, penggunaan energi fosil cukup mendominasi 96 persen dari total kebutuhan energi nasional. Adapun, subsidi yang harus dikeluarkan sebesar Rp272 triliun pada 2013. Untuk menekan impor BBM, pemerintah telah melakukan konversi BBM ke gas.
Selain itu, konversi dijalankan melalui pencampuran bahan bakar nabati. Saat ini, 16,5 juta kl solar bersubsidi sudah dicampur dengan bahan bakar nabati sebanyak 10 persen.
“Untuk mengurangi impor solar sekaligus memanfaatkan minyak sawit produksi dalam negeri,” kata dia.
“Saat ini kuota BBM masih 5 persen di bawah kuota, kecuali untuk solar,” kata Direktur Jenderal Energi Baru dan Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana dalam acara Seminar Nasional Konversi Energi di Jakarta, Selasa (3/12/2013).
Kendati demikian, Rida menjelaskan, sebagian pengguna BBM bersubsidi masih didominasi orang kaya. Bahkan, masyarakat Indonesia masih tergolong boros dalam menggunakan energi jenis fosil ini.
“Padahal energi jenis fosil ini makin lama semakin berkurang. Harganya juga semakin mahal,” ujar dia.
Menurut dia, ketergantungan masyarakat terhadap energi fosil amatlah besar. Di satu sisi, pengembangan konservasi energi masih berjalan karena koordinasi antarlembanga, seperti antarkementerian masih kurang efektif.
“Padahal untuk mendukung penghematan energi sudah diterbitkan Undang-Undang No 30 Tahun 2007. Ada dua rencana dalam beleid energi tersebut, yakni diversifikasi dan konservasi energi,” kata dia.
Data Kementerian ESDM menyebutkan, kebutuhan BBM secara nasional mencapai 1,5 juta barel per hari (bph). Sedangkan produksi di dalam negeri hanya 870.000 bph. Untuk mencukupi kebutuhan tersebut pemerintah harus mengimpor minyak, baik mentah maupun dalam bentuk bahan bakar.
Dalam data pemerintah menyebutkan, penggunaan energi fosil cukup mendominasi 96 persen dari total kebutuhan energi nasional. Adapun, subsidi yang harus dikeluarkan sebesar Rp272 triliun pada 2013. Untuk menekan impor BBM, pemerintah telah melakukan konversi BBM ke gas.
Selain itu, konversi dijalankan melalui pencampuran bahan bakar nabati. Saat ini, 16,5 juta kl solar bersubsidi sudah dicampur dengan bahan bakar nabati sebanyak 10 persen.
“Untuk mengurangi impor solar sekaligus memanfaatkan minyak sawit produksi dalam negeri,” kata dia.
(rna)