BPR butuhkan perlakukan khusus untuk bersaing
A
A
A
Sindonews.com - Sejumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) membutuhkan perlakuan khusus dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam regulasi yang akan diterapkan. Regulasi yang tepat diperlukan sehingga BPR dapat bersaing dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN untuk sektor keuangan pada 2020.
Direktur Utama PT BPR Pijer Podi Kekelengen Sibolangit, Bumaman Tarigan, mengatakan pihaknya menyambut baik peralihan fungsi pengawasan bank termasuk BPR dari Bank Indonesia (BI) ke OJK. Namun juga diperlukan perbaikan regulasi untuk BPR.
"Kami tidak meminta perlakuan istimewa. Namun sebaiknya OJK nanti membedakan sejumlah aturan yang kira-kira cocok untuk BPR dan yang tidak, jangan disamakan dengan aturan untuk bank umum," ujar Bumaman saat ditemui di Jakarta, Selasa (10/12/2013).
Menurut Bumaman, selama ini hampir semua aturan bank umum dan BPR disamakan. Penyamaan aturan ini akan terus memberatkan BPR dalam beroperasi. BPR disebutnya memiliki kapasitas jauh lebih kecil, tidak seperti bank umum. "Kalau aturannya sama tentu BPR lebih berat menjalankannya," ujarnya.
Regulasi yang tepat disebutnya harus dapat mendorong pertumbuhan kinerja BPR demi memperkuat sistem dan jaringan BPR. BPR tidak ingin tergerus sehingga tidak dapat beroperasi di pasar keuangan meski perbankan asing masuk ke pasar Indonesia.
"BPR hanya diperbolehkan beroperasi di satu propinsi tertentu, sedangkan bank dari luar nanti boleh masuk kemana saja. Kalau BPR memang beda dari bank umum, maka aturannya juga jangan disamakan," ujar dia.
Hingga November 2013 pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perseroan disebutnya sebesar 51,2 persen menjadi Rp62 miliar dari periode yang sama tahun lalu Rp41 miliar. Pertumbuhan tersebut melebihi penyaluran kredit perusahaan yang tumbuh 28,3 persen menjadi Rp68 miliar dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp53 miliar.
"Kami mengejar pertumbuhan DPK agar porsinya lebih sesuai. Tahun depan baik kredit dan DPK pertumbuhannya kami di kisaran 20-25 persen," ujar dia.
Direktur Utama PT BPR Pijer Podi Kekelengen Sibolangit, Bumaman Tarigan, mengatakan pihaknya menyambut baik peralihan fungsi pengawasan bank termasuk BPR dari Bank Indonesia (BI) ke OJK. Namun juga diperlukan perbaikan regulasi untuk BPR.
"Kami tidak meminta perlakuan istimewa. Namun sebaiknya OJK nanti membedakan sejumlah aturan yang kira-kira cocok untuk BPR dan yang tidak, jangan disamakan dengan aturan untuk bank umum," ujar Bumaman saat ditemui di Jakarta, Selasa (10/12/2013).
Menurut Bumaman, selama ini hampir semua aturan bank umum dan BPR disamakan. Penyamaan aturan ini akan terus memberatkan BPR dalam beroperasi. BPR disebutnya memiliki kapasitas jauh lebih kecil, tidak seperti bank umum. "Kalau aturannya sama tentu BPR lebih berat menjalankannya," ujarnya.
Regulasi yang tepat disebutnya harus dapat mendorong pertumbuhan kinerja BPR demi memperkuat sistem dan jaringan BPR. BPR tidak ingin tergerus sehingga tidak dapat beroperasi di pasar keuangan meski perbankan asing masuk ke pasar Indonesia.
"BPR hanya diperbolehkan beroperasi di satu propinsi tertentu, sedangkan bank dari luar nanti boleh masuk kemana saja. Kalau BPR memang beda dari bank umum, maka aturannya juga jangan disamakan," ujar dia.
Hingga November 2013 pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perseroan disebutnya sebesar 51,2 persen menjadi Rp62 miliar dari periode yang sama tahun lalu Rp41 miliar. Pertumbuhan tersebut melebihi penyaluran kredit perusahaan yang tumbuh 28,3 persen menjadi Rp68 miliar dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp53 miliar.
"Kami mengejar pertumbuhan DPK agar porsinya lebih sesuai. Tahun depan baik kredit dan DPK pertumbuhannya kami di kisaran 20-25 persen," ujar dia.
(gpr)