Apegti desak pemerintah selesaikan masalah pergulaan
A
A
A
Sindonews.com - Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (Apegti) meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) agar mengumumkan terlebih dahulu hasil audit tiga tahun mulai 2011 hingga 2013 terkait perembesan gula rafinasi di pasar umum sebelum mengeluarkan izin impor raw sugar.
Hal tersebut dikarenakan akan menjadi malapetaka bagi industri gula yang dihasilkan petani, karena membuat harga gula petani hancur.
"Kita tahu gula rafinasi hanya diperuntukan untuk industri makananan minuman bukan untuk dikomsumsi konsumen. Di sisi lain gula rafinasi itu menghancurkan harga gula petani," kata Ketua Apegti, Natsir Mansyur dalam rilisnya, Selasa (10/12/2013).
Apegti menilai, carut-marut manajemen gula nasional terjadi karena pemerintah melanggar delapan UU dan kebijakan menteri. Sehingga menimbulkan kekacauan di pergulaan ini.
Natsir mengatakan, banyak kasus pergulaan yang timbul dan justru diabaikan pemerintah, dalam kaitan ini adalah Kemendag, Kemenperin, Kementan, dan DGI. Dia memaparkan, sedikitnya ada delapan kasus yang hingga saat ini belum ditemukan titik penyelesaian.
Pertama, tidak diumumkannya hasil audit selama tiga tahun (2011-2013) tentang perembesan gula rafinasi oleh Kemendag. Kedua, kasus impor raw sugar mencapai 240 ribu ton oleh industri. Sementara gula berbasis tebu untuk komsumsi masyarakat perbatasan tidak tersupplay ke perbatasan sehingga yang ada adalah gula seludupan.
Ketiga, kasus gula seludupan di Kalimantan Barat yang dengan mudah diganti dengan karung gula lokal. Keempat, perembesan gula rafinasi oleh industri gula rafinasi di Makassar, menimbulkan industri gula kristal putih PTPN tidak berproduksi. Karena tidak mampu bersaing dengan industri gula rafinasi yang raw sugarnya impor. "Kasus ini bisa merembes ke industri gula di Jawa," ujarnya.
Kelima, perlu dipertanyan izin industri gula rafinasi yang dikeluarkan Kemenprin dan BKPM karena industri gula rafinasi masuk dalam daftar negatif investasi, tetapi izinnya tetap dikeluarkan. Keenam, persoalan gula ini akan berdampak panjang, sehingga kebijakan pergulaan yang dikeluarkan pemerintah harus tepat dan tidak spekulatif.
"Bagaimana yang berwenang bisa menetapkan kebijakan yang tepat, bila data dan hasil audit saja tidak jelas," kata Natsir seraya mengatakan, bahwa Apegti juga meminta agar Dewan Gula dapat dibubarkan, karena kurang dirasakan manfaatnya.
Hal tersebut dikarenakan akan menjadi malapetaka bagi industri gula yang dihasilkan petani, karena membuat harga gula petani hancur.
"Kita tahu gula rafinasi hanya diperuntukan untuk industri makananan minuman bukan untuk dikomsumsi konsumen. Di sisi lain gula rafinasi itu menghancurkan harga gula petani," kata Ketua Apegti, Natsir Mansyur dalam rilisnya, Selasa (10/12/2013).
Apegti menilai, carut-marut manajemen gula nasional terjadi karena pemerintah melanggar delapan UU dan kebijakan menteri. Sehingga menimbulkan kekacauan di pergulaan ini.
Natsir mengatakan, banyak kasus pergulaan yang timbul dan justru diabaikan pemerintah, dalam kaitan ini adalah Kemendag, Kemenperin, Kementan, dan DGI. Dia memaparkan, sedikitnya ada delapan kasus yang hingga saat ini belum ditemukan titik penyelesaian.
Pertama, tidak diumumkannya hasil audit selama tiga tahun (2011-2013) tentang perembesan gula rafinasi oleh Kemendag. Kedua, kasus impor raw sugar mencapai 240 ribu ton oleh industri. Sementara gula berbasis tebu untuk komsumsi masyarakat perbatasan tidak tersupplay ke perbatasan sehingga yang ada adalah gula seludupan.
Ketiga, kasus gula seludupan di Kalimantan Barat yang dengan mudah diganti dengan karung gula lokal. Keempat, perembesan gula rafinasi oleh industri gula rafinasi di Makassar, menimbulkan industri gula kristal putih PTPN tidak berproduksi. Karena tidak mampu bersaing dengan industri gula rafinasi yang raw sugarnya impor. "Kasus ini bisa merembes ke industri gula di Jawa," ujarnya.
Kelima, perlu dipertanyan izin industri gula rafinasi yang dikeluarkan Kemenprin dan BKPM karena industri gula rafinasi masuk dalam daftar negatif investasi, tetapi izinnya tetap dikeluarkan. Keenam, persoalan gula ini akan berdampak panjang, sehingga kebijakan pergulaan yang dikeluarkan pemerintah harus tepat dan tidak spekulatif.
"Bagaimana yang berwenang bisa menetapkan kebijakan yang tepat, bila data dan hasil audit saja tidak jelas," kata Natsir seraya mengatakan, bahwa Apegti juga meminta agar Dewan Gula dapat dibubarkan, karena kurang dirasakan manfaatnya.
(izz)