Pemerintah didesak bangun sendiri kilang minyak
A
A
A
Sindonews.com - Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis mendesak pemerintah segera menyelesaikan persoalan terkait pembangunan kilang minyak yang hingga saat ini tak kunjung tuntas.
“Masalah ini berlarut-larut. Habis waktu tapi kilangnya tidak dapat juga. Pemerintah harus bersikap tegas dan jelas saja. Kalau tidak bisa penuhi permintaan investor itu, pikirkan cara lain untuk membangunnya,” kata dia dalam rilisnya di Jakarta, Rabu (11/12/2013).
Menurut dia, pemerintah sebaiknya memutuskan cara lain dengan menggunakan anggaran pemerintah sendiri atau melibatkan perusahaan pemerintah dengan membentuk konsorsium daripada menunggu dan keumungkinan tidak bisa memenuhi permintaan calon investor.
Harry menjelaskan, pemerintah bisa membangun kilang sendiri karena memiliki pengalaman dalam membangun kilang minyak. Harusnya, kata dia, hal itu jadi pendorong untuk secara mandiri mengupayakan pembangunan kilang minyak sendiri, sehingga tidak bergantung pada impor.
“Kebutuhan kilang itu mendesak. Sementara membangunnya butuh waktu 3-4 tahun. Kalau dari sekarang tidak jelas kapan mulainya, kapan kita memiliki kilang baru? Itu akan berpengaruh pada ketahanan energi kita,” ujar dia.
Sebagai informasi, rencana pembangunan kilang minyak dengan kapasitas 300.000 barel per hari (bph) di Indonesia oleh Kuwait Petroleum Corporation (KPC) kemungkinan akan dibatalkan. Pasalnya, sejumlah permintaan insentif oleh perusahaan negara Timur Tengah itu tidak bisa dipenuhi oleh pemerintah.
Pihak Pertamina sebagai mitranya sudah memberitahukan KPC perihal penolakan pemerintah tersebut. Permintaan insentif oleh KPC dinilai terlalu banyak dan memberatkan pemerintah. Beberapa insentif yang diminta, yakni pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) atau tax holiday selama 30 tahun dan selanjutnya 5 persen. Angka itu lebih tinggi dari yang berlaku saat ini sebesar 20 persen. KPC juga meminta keringanan pajak daerah dan bea masuk.
Alasan KPC meminta insentif tersebut karena berdasarkan studi kelayakan yang telah dituntaskan tentang pembangunan kilang di Indonesia dan hasilnya tidak ekonomis jika dikenakan pajak sesuai yang berlaku saat ini.
Selain KPC, investor asal Timur Tengah lainnya, Saudi Aramco Asia Company Limited juga sedang melakukan studi kelayakan pembangunan kilang dengan kapasitas yang sama dan diperkirakan selesai awal tahun depan.
“Masalah ini berlarut-larut. Habis waktu tapi kilangnya tidak dapat juga. Pemerintah harus bersikap tegas dan jelas saja. Kalau tidak bisa penuhi permintaan investor itu, pikirkan cara lain untuk membangunnya,” kata dia dalam rilisnya di Jakarta, Rabu (11/12/2013).
Menurut dia, pemerintah sebaiknya memutuskan cara lain dengan menggunakan anggaran pemerintah sendiri atau melibatkan perusahaan pemerintah dengan membentuk konsorsium daripada menunggu dan keumungkinan tidak bisa memenuhi permintaan calon investor.
Harry menjelaskan, pemerintah bisa membangun kilang sendiri karena memiliki pengalaman dalam membangun kilang minyak. Harusnya, kata dia, hal itu jadi pendorong untuk secara mandiri mengupayakan pembangunan kilang minyak sendiri, sehingga tidak bergantung pada impor.
“Kebutuhan kilang itu mendesak. Sementara membangunnya butuh waktu 3-4 tahun. Kalau dari sekarang tidak jelas kapan mulainya, kapan kita memiliki kilang baru? Itu akan berpengaruh pada ketahanan energi kita,” ujar dia.
Sebagai informasi, rencana pembangunan kilang minyak dengan kapasitas 300.000 barel per hari (bph) di Indonesia oleh Kuwait Petroleum Corporation (KPC) kemungkinan akan dibatalkan. Pasalnya, sejumlah permintaan insentif oleh perusahaan negara Timur Tengah itu tidak bisa dipenuhi oleh pemerintah.
Pihak Pertamina sebagai mitranya sudah memberitahukan KPC perihal penolakan pemerintah tersebut. Permintaan insentif oleh KPC dinilai terlalu banyak dan memberatkan pemerintah. Beberapa insentif yang diminta, yakni pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) atau tax holiday selama 30 tahun dan selanjutnya 5 persen. Angka itu lebih tinggi dari yang berlaku saat ini sebesar 20 persen. KPC juga meminta keringanan pajak daerah dan bea masuk.
Alasan KPC meminta insentif tersebut karena berdasarkan studi kelayakan yang telah dituntaskan tentang pembangunan kilang di Indonesia dan hasilnya tidak ekonomis jika dikenakan pajak sesuai yang berlaku saat ini.
Selain KPC, investor asal Timur Tengah lainnya, Saudi Aramco Asia Company Limited juga sedang melakukan studi kelayakan pembangunan kilang dengan kapasitas yang sama dan diperkirakan selesai awal tahun depan.
(rna)