Revisi DNI, pemerintah pangkas izin usaha
A
A
A
Sindonews.com - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan, dengan ditetapkannya revisi Daftar Negatif Investasi (DNI), maka seluruh perizinan bidang usaha terkait Kementerian/Lembaga (K/L) dapat disederhanakan dan hanya dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Sehingga, lanjut dia, seluruh proses perizinan dapat diselesaikan secara cepat di BKPM tanpa harus berlama-lama di K/L terkait seperti yang terjadi selama ini.
"Contoh (investasi) di bidang agrowisata yang seharusnya perizinan dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian akan dilimpahkan ke BKPM," terang Hatta di Gedung Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Selasa (24/12/2013).
Dia mengatakan, revisi DNI ini diharapkan dapat meningkatkan nilai investasi berupa Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
"Diharapkan juga harus lebih sederhana dan harus memberikan kepastian pada investor, lebih sederhana, cepat, dan pelayanannya (perizinan) lebih cepat," ujar Hatta.
Menurutnya, kemudahan perizinan dalam berinvestasi sangat penting. "Kita harapkan dengan revisi DNI ini tidak hanya menyangkut sektor terbuka dan tertutup, tapi juga penyederhanaan perizinan," kata dia.
Sebelumnya, dalam rapat Koordinasi membahas Daftar Negatif Investasi (DNI) yang dilakukan di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian berhasil merumuskan beberapa bidang yang mengalami relaksasi dan pembatasan Penanaman Modal Asing (PMA).
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Mahendra Siregar mengatakan, revisi DNI ini dikelompokkan dalam lima kelompok besar yang dibagi berdasarkan revisinya. "Ini sudah final dalam diskusi tadi dan Perpres No 36 Tahun 2010 siap diajukan ke Presiden untuk disahkan," terang Mahendra.
Bidang-bidang yang direvisi tersebut, pertama, revisi yang dilakukan untuk menjadikan bidang usaha lebih terbuka untuk PMA seperti perhubungan, penyelenggaraan ujian kendaraan bermotor (KIR), kesehatan, periklanan, dan sektor Keuangan.
Kedua, kelompok bidang usaha yang dibatasi PMA, terutama untuk jasa perdagangan. Misalnya, jasa distributor maksimal PMA akan menjadi 33 persen. Kemudian, pergudangan, cold storage untuk PMA di pulau Jawa, Sumatera, dan Bali.
Ketiga, sektor usaha yang mengalami harmonisasi penyederhanaan pengaturan kepemilikan saham asing, terutama di sektor komunikasi dan informatika. Seperti, penyelenggaran jaringan telekomunikasi tetap, PMA maksimal 65 persen, penyelenggaraan jaringan telekomunikasi tetap terintegrasi dengan jasa multimedia, PMA maksimal 65 persen, dan penyelenggara jasa multimedia, PMA maksimal sebesar 49 persen.
Keempat, ketentuan PMA untuk royek Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) atau pengelolaan dari konsesi masa PPP, yang meliputi sektor perhubungan pekerjaan umum, dan sektor ESDM.
Kelima, bidang usaha yang disesuaikan dengan UU atau peraturan lainnya, yang meliputi sektor pertanian dan sektor perdagangan.
Sehingga, lanjut dia, seluruh proses perizinan dapat diselesaikan secara cepat di BKPM tanpa harus berlama-lama di K/L terkait seperti yang terjadi selama ini.
"Contoh (investasi) di bidang agrowisata yang seharusnya perizinan dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian akan dilimpahkan ke BKPM," terang Hatta di Gedung Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Selasa (24/12/2013).
Dia mengatakan, revisi DNI ini diharapkan dapat meningkatkan nilai investasi berupa Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
"Diharapkan juga harus lebih sederhana dan harus memberikan kepastian pada investor, lebih sederhana, cepat, dan pelayanannya (perizinan) lebih cepat," ujar Hatta.
Menurutnya, kemudahan perizinan dalam berinvestasi sangat penting. "Kita harapkan dengan revisi DNI ini tidak hanya menyangkut sektor terbuka dan tertutup, tapi juga penyederhanaan perizinan," kata dia.
Sebelumnya, dalam rapat Koordinasi membahas Daftar Negatif Investasi (DNI) yang dilakukan di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian berhasil merumuskan beberapa bidang yang mengalami relaksasi dan pembatasan Penanaman Modal Asing (PMA).
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Mahendra Siregar mengatakan, revisi DNI ini dikelompokkan dalam lima kelompok besar yang dibagi berdasarkan revisinya. "Ini sudah final dalam diskusi tadi dan Perpres No 36 Tahun 2010 siap diajukan ke Presiden untuk disahkan," terang Mahendra.
Bidang-bidang yang direvisi tersebut, pertama, revisi yang dilakukan untuk menjadikan bidang usaha lebih terbuka untuk PMA seperti perhubungan, penyelenggaraan ujian kendaraan bermotor (KIR), kesehatan, periklanan, dan sektor Keuangan.
Kedua, kelompok bidang usaha yang dibatasi PMA, terutama untuk jasa perdagangan. Misalnya, jasa distributor maksimal PMA akan menjadi 33 persen. Kemudian, pergudangan, cold storage untuk PMA di pulau Jawa, Sumatera, dan Bali.
Ketiga, sektor usaha yang mengalami harmonisasi penyederhanaan pengaturan kepemilikan saham asing, terutama di sektor komunikasi dan informatika. Seperti, penyelenggaran jaringan telekomunikasi tetap, PMA maksimal 65 persen, penyelenggaraan jaringan telekomunikasi tetap terintegrasi dengan jasa multimedia, PMA maksimal 65 persen, dan penyelenggara jasa multimedia, PMA maksimal sebesar 49 persen.
Keempat, ketentuan PMA untuk royek Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) atau pengelolaan dari konsesi masa PPP, yang meliputi sektor perhubungan pekerjaan umum, dan sektor ESDM.
Kelima, bidang usaha yang disesuaikan dengan UU atau peraturan lainnya, yang meliputi sektor pertanian dan sektor perdagangan.
(izz)