IMA: UU Minerba harus diperjelas sebelum dijalankan
A
A
A
Sindonews.com - Indonesian Mining Association (IMA) melihat adanya upaya pemerintah untuk memberikan pengecualian bagi perusahaan yang sudah melakukan pengolahan dan pemurnian barang tambang dalam penerapan UU Minerba No 4/2009.
"Waktu itu pemerintah mengatakan, bagi yang sudah melakukan pengolahan dan pemurnian akan diberikan PP Khusus," kata Direktur Eksekutif (IMA), Syahrir AB di Kafe Pisa, Jakarta, Senin (30/12/2013).
Pernyataan pemerintah tersebut, menurut dia, berarti pemerintah harus menindaklanjuti secepatnya. "Kalau ingin menjalankan perundangan secara benar, harus diperjelas dulu. Karena indusri pun perlu sepaham, apakah yang dilarang diekspor itu hanya ore (bijih) atau termasuk konsentrat juga," ujarnya.
Padahal, kata dia, pada kenyataannya di lapangan konsentrat juga merupakan hasil pengolahan dan pemurnian. Lalu, kata Syahrir, konsentrat seperti apa yang boleh diekspor mana yang tidak.
"Konsentrat pun sebenarnya sudah merupakan hasil pengolahan bijih. Misalnya, konsentrat tembaga, itu adalah hasil pengolahan bijih tembaga. Nilainya pun sudah mencapai 93 persen dari nilai tembaga. Batas minimum harus diatur, misal bauksit dan tembaga 90 persen. Harus mencerminkan nilai tambah," jelasnya.
Dengan demikian, tindak lanjut dan penegasan dari pemerintah akan memegang peranan penting dalam menentukan nasib insdustri tambang tanah air.
"Agar kita mendapatkan satu pemahaman yang betul. Jangan sampai pemerintah ingin menjalankan UU No 4/2009 itu, tapi dalam praktiknya masih membuat industri. Jadi aturan mainnya memang harus segera diatur," pungkas dia.
"Waktu itu pemerintah mengatakan, bagi yang sudah melakukan pengolahan dan pemurnian akan diberikan PP Khusus," kata Direktur Eksekutif (IMA), Syahrir AB di Kafe Pisa, Jakarta, Senin (30/12/2013).
Pernyataan pemerintah tersebut, menurut dia, berarti pemerintah harus menindaklanjuti secepatnya. "Kalau ingin menjalankan perundangan secara benar, harus diperjelas dulu. Karena indusri pun perlu sepaham, apakah yang dilarang diekspor itu hanya ore (bijih) atau termasuk konsentrat juga," ujarnya.
Padahal, kata dia, pada kenyataannya di lapangan konsentrat juga merupakan hasil pengolahan dan pemurnian. Lalu, kata Syahrir, konsentrat seperti apa yang boleh diekspor mana yang tidak.
"Konsentrat pun sebenarnya sudah merupakan hasil pengolahan bijih. Misalnya, konsentrat tembaga, itu adalah hasil pengolahan bijih tembaga. Nilainya pun sudah mencapai 93 persen dari nilai tembaga. Batas minimum harus diatur, misal bauksit dan tembaga 90 persen. Harus mencerminkan nilai tambah," jelasnya.
Dengan demikian, tindak lanjut dan penegasan dari pemerintah akan memegang peranan penting dalam menentukan nasib insdustri tambang tanah air.
"Agar kita mendapatkan satu pemahaman yang betul. Jangan sampai pemerintah ingin menjalankan UU No 4/2009 itu, tapi dalam praktiknya masih membuat industri. Jadi aturan mainnya memang harus segera diatur," pungkas dia.
(izz)