ATEI pertanyakan nasib pengusaha tambang terkait hilirisasi

Jum'at, 10 Januari 2014 - 13:14 WIB
ATEI pertanyakan nasib...
ATEI pertanyakan nasib pengusaha tambang terkait hilirisasi
A A A
Sindonews.com - Asosiasi Tembaga Emas Indonesia (ATEI) mempertanyakan nasib pengusaha tambang di tengah kondisi pengendalian ekspor yang akan dilakukan melalui program hilirisasi.

Dewasa ini beberapa pihak berpandangan bahwa nasib pengusaha tambang tembaga ditentukan oleh pakar atau politisi.

"Kami tidak setuju dengan hal itu, silakan panggung pakar dan politisi berpendapat. Di jaman sekarang demokrasi politik sah-sah saja, tapi perlu juga diperhatikan demokrasi ekonomi, siapa yang bertanggung jawab kalau bisnis pertambangan ini tutup, siapa yg menghidupi pekerja tambang, sekarang ini kerjaan susah," kata ketua ATEI Natsir Mansyur dalam rilisnya di Jakarta, Jumat (10/1/2013).

Menurut dia, hal yang perlu dipertimbangkan adalah multiplier effect terhadap ekonomi yang dirasakan rakyat nasional dan mayoritas daerah dimana bisnis tambang masih menjadi sektor yang bisa mempercepat pergerakan ekonomi daerah.

"Pengusaha tambang tembaga sangat mendukung kebijakan program hilirisasi mineral, namun membutuhkan waktu empat tahun untuk pembangunan smelter. Kalau bangun ruko (rumah toko) bisa dua tahun, ini kan bangun smelter. Nasionalisme membangun industri smelter jelas, mungkin saya juga pertanyakan nasionalisme pakar atau politisi itu," kata Natsir Mansyur yang juga mantan anggota DPR.

Lebih jauh dia mengatakan, putusan yang diambil mengenai penentuan kadar minimum tembaga 15 persen,emas 99 persen bukan keputusan sepihak pemerintah dan bukan akal-akalan pengusaha, melainkan melalui penentuan, perdebatan dan pertimbangan yang matang dengan mengakomodir kepentingan dunia usaha yang memiliki Kontrak Karya (KK), Izin Usaha Pertambangan (IUP), serta IUP khusus pengolahan dan pemerintah.

Penetuan itu, kata Natsir, jelas transparan karena penentuan kadar minimun melibatkan banyak pihak, mulai dari Kementerian ESDM, Kadin (tim hilirisasi), AMI (Asosiasi Mining Indonesia), ATEI, pelaku usaha KK, IUP, serta IUP Khusus Pengolahan dan Pemurnian.

"Ini jelas keputusan bersama. Terserah berpendapat, kita mau bisnis ini tetap jalan tanpa menyimpang dari aturan yang ada, bahwa diperlukan penyesuaian kebijakan dalam implementasi UU No.4/minerba, itu wajarlah ada pro-kontra, tapi jangan sampai yang gampang dipersulit, yang sulit digampangkan, perekonomian nasional sekarang lagi berat," tutup Natsir.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7738 seconds (0.1#10.140)