DPR: Harusnya yang diberi kelonggaran perusahaan nasional
A
A
A
Sindonews.com - Anggota Komisi IX DPR RI Rieke Dyah Pitaloka mengemukakan, semestinya perusahaan kontrak karya (KK) yang harus lebih dulu diwajibkan melakukan pengolahan dan pemurnian mineral mentah dibanding perusahaan nasional.
"Untuk prioritas membangun smelter, seharusnya KK yang lebih dulu. Jangan kemudian ditekan para pengusaha nasional yang lebih kecil wilayah dan modalnya. Tapi, KK yang sampai saat ini sudah puluhan tahun mengeruk kekayaan dalam negeri ini masih diberi kelonggaran," jelasnya kepada Sindonews, Sabtu (18/1/2014).
Rieke sangat mendukung pemberlakuan Undang-Undang (UU) Nomor 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) asalkan dijalankan tanpa pandang bulu, mengingat nilai tambah yang dihasilkan akan berguna untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.
"Pada akhirnya semua harus membangun smelter, termasuk pengusaha nasional. Namun mengingat ketidaksiapan dan dampak yang ditimbulkan, maka skala prioritas dari pemerintah harus ada. Coba hitung berapa smelter yang sudah dibuat oleh KK? Berapa pula royalti yang sudah mereka berikan untuk negeri ini? Itu sangat kecil dan sangat tidak sepadan," paparnya.
Menurut Rieke, mereka seharusnya dituntut memberi lebih untuk negeri ini, dibanding pengusaha nasional yang baru mulai berdiri dan membutuhkan pertolongan pemerintah untuk bisa bersaing dengan pemodal besar, dan perusahaan multinasional.
Seperti diketahui, pemerintah sebelumnya telah memberikan kelonggaran kepada dua perusahaan tambang besar asal Amerika Serikat, PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara untuk melakukan ekspor mineral mentah.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM Dede Suhendra beralasan bahwa perusahaan tambang asing itu telah melakukan pengolahan mineral mencapai kadar 30 persen berupa konsentrat tembaga. Sebab itu, kedua perusahaan tambang asing tersebut tetap diberikan kelonggaran untuk mengekspor bahan mentah mineral milik negara.
“Bagi kontrak karya yang sudah melakukan pengolahan dalam kadar tertentu dan melaksanakan pemurnian, maka perusahaan itu (Freeport dan Newmont) bisa ekspor dalam jumlah atau volume tertentu,” kata Dede, Senin (13/1/2014).
"Untuk prioritas membangun smelter, seharusnya KK yang lebih dulu. Jangan kemudian ditekan para pengusaha nasional yang lebih kecil wilayah dan modalnya. Tapi, KK yang sampai saat ini sudah puluhan tahun mengeruk kekayaan dalam negeri ini masih diberi kelonggaran," jelasnya kepada Sindonews, Sabtu (18/1/2014).
Rieke sangat mendukung pemberlakuan Undang-Undang (UU) Nomor 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) asalkan dijalankan tanpa pandang bulu, mengingat nilai tambah yang dihasilkan akan berguna untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.
"Pada akhirnya semua harus membangun smelter, termasuk pengusaha nasional. Namun mengingat ketidaksiapan dan dampak yang ditimbulkan, maka skala prioritas dari pemerintah harus ada. Coba hitung berapa smelter yang sudah dibuat oleh KK? Berapa pula royalti yang sudah mereka berikan untuk negeri ini? Itu sangat kecil dan sangat tidak sepadan," paparnya.
Menurut Rieke, mereka seharusnya dituntut memberi lebih untuk negeri ini, dibanding pengusaha nasional yang baru mulai berdiri dan membutuhkan pertolongan pemerintah untuk bisa bersaing dengan pemodal besar, dan perusahaan multinasional.
Seperti diketahui, pemerintah sebelumnya telah memberikan kelonggaran kepada dua perusahaan tambang besar asal Amerika Serikat, PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara untuk melakukan ekspor mineral mentah.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM Dede Suhendra beralasan bahwa perusahaan tambang asing itu telah melakukan pengolahan mineral mencapai kadar 30 persen berupa konsentrat tembaga. Sebab itu, kedua perusahaan tambang asing tersebut tetap diberikan kelonggaran untuk mengekspor bahan mentah mineral milik negara.
“Bagi kontrak karya yang sudah melakukan pengolahan dalam kadar tertentu dan melaksanakan pemurnian, maka perusahaan itu (Freeport dan Newmont) bisa ekspor dalam jumlah atau volume tertentu,” kata Dede, Senin (13/1/2014).
(dmd)