DPR desak Telkom batalkan penjualan Telkomvision
A
A
A
Sindonews.com - Komisi VI DPR RI kembali mengingatkan agar PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) membatalkan penjualan TelkomVision kepada Trans Corp. Hal ini sesuai hasil rapat komisi yang membidangi BUMN tersebut dengan manajemen Telkom.
Anggota Komisi VI DPR RI, Erik Satrya Wardhana mengatakan, TelkomVision merupakan anak perusahaan Telkom berbisnis penyedia layanan TV berbayar atau yang lazim disebut TV berlangganan.
"Manajemen Telkom, berikut TelkomVision dan Kementerian BUMN harus menghormati keputusan rapat komisi yang sudah digelar tahun lalu yang merekomendasikan pembatalan penjualan aset negara tersebut," kata Erik dalam rilisnya di Jakarta, Minggu (19/1/2014).
Dia mengingatkan, proses penjualan tersebut tanpa melalui tender yang transparan. Dasar-dasar pertimbangan, substansi kesepakatan dan besaran nilai transaksi pun dipertanyakan.
Erik memperhitungkan, bisnis TV berbayar merupakan salah satu bisnis masa depan bagi perusahaan yang memiliki bisnis inti telekomunikasi seperti Telkom. Pasalnya, di tengah menurunnya pendapatan per pelanggan seluler atau average revenue per user (ARPU), perseroan masih berpeluang menambal pemasukan dari bisnis non-inti seperti TV berbayar ini.
"Apalagi kita masih optimistis dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berdampak pada bertambahnya pelanggan TV berbayar. Kita juga melihat, akhir-akhir ini beberapa operator yang pangsa pasarnya di bawah TelkomVision malah agresif promosi program baru. Kenapa Telkom malah menjual bisnis masa depannya ini?" terang dia.
Hingga beberapa tahun ke depan, lanjut Erik, peluang meraup untung dari TV berbayar masih terbuka lebar. Merujuk riset Media Partners Asia (2012), Indonesia diproyeksikan memiliki pertumbuhan pelanggan TV berlangganan tertinggi di Asia Pasifik sebesar 26,7 persen hingga 2016.
Pertumbuhan ini mengungguli Thailand yang hanya setengahnya sebesar 13,6 persen, Malaysia 4,6 persen, dan Singapura 4,6 persen. Bahkan sekelas Korea dan Hongkong masing-masing diprediksi hanya naik 3,4 persen dan 1,8 persen.
Dari sisi jumlah pelanggan di Indonesia, diperkirakan bakal menembus 7,7 juta pelanggan pada 2020. Ini berarti bakal tumbuh lebih dari tiga kali lipat dibanding 2012 sebanyak 2,44 juta pelanggan.
Proses penjualan TelkomVision ini diawali dengan Conditional Sales and Purchase Agreement (CSPA) alias perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) pada 7 Juni 2013. Lantas disusul penjualan 1,03 miliar lembar saham atau 80 persen saham TelkomVision kepada Trans Corpora seharga Rp926,5 miliar pada 8 Oktober 2013.
"Telkom dan Kementerian BUMN juga berjanji akan memberi penjelasan kepada Komisi VI DPR, tetapi sampai sekarang belum ada kelanjutannya. Di luar itu, mereka harus konsisten dengan rekomendasi rapat komisi," pungkas Erik.
Anggota Komisi VI DPR RI, Erik Satrya Wardhana mengatakan, TelkomVision merupakan anak perusahaan Telkom berbisnis penyedia layanan TV berbayar atau yang lazim disebut TV berlangganan.
"Manajemen Telkom, berikut TelkomVision dan Kementerian BUMN harus menghormati keputusan rapat komisi yang sudah digelar tahun lalu yang merekomendasikan pembatalan penjualan aset negara tersebut," kata Erik dalam rilisnya di Jakarta, Minggu (19/1/2014).
Dia mengingatkan, proses penjualan tersebut tanpa melalui tender yang transparan. Dasar-dasar pertimbangan, substansi kesepakatan dan besaran nilai transaksi pun dipertanyakan.
Erik memperhitungkan, bisnis TV berbayar merupakan salah satu bisnis masa depan bagi perusahaan yang memiliki bisnis inti telekomunikasi seperti Telkom. Pasalnya, di tengah menurunnya pendapatan per pelanggan seluler atau average revenue per user (ARPU), perseroan masih berpeluang menambal pemasukan dari bisnis non-inti seperti TV berbayar ini.
"Apalagi kita masih optimistis dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berdampak pada bertambahnya pelanggan TV berbayar. Kita juga melihat, akhir-akhir ini beberapa operator yang pangsa pasarnya di bawah TelkomVision malah agresif promosi program baru. Kenapa Telkom malah menjual bisnis masa depannya ini?" terang dia.
Hingga beberapa tahun ke depan, lanjut Erik, peluang meraup untung dari TV berbayar masih terbuka lebar. Merujuk riset Media Partners Asia (2012), Indonesia diproyeksikan memiliki pertumbuhan pelanggan TV berlangganan tertinggi di Asia Pasifik sebesar 26,7 persen hingga 2016.
Pertumbuhan ini mengungguli Thailand yang hanya setengahnya sebesar 13,6 persen, Malaysia 4,6 persen, dan Singapura 4,6 persen. Bahkan sekelas Korea dan Hongkong masing-masing diprediksi hanya naik 3,4 persen dan 1,8 persen.
Dari sisi jumlah pelanggan di Indonesia, diperkirakan bakal menembus 7,7 juta pelanggan pada 2020. Ini berarti bakal tumbuh lebih dari tiga kali lipat dibanding 2012 sebanyak 2,44 juta pelanggan.
Proses penjualan TelkomVision ini diawali dengan Conditional Sales and Purchase Agreement (CSPA) alias perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) pada 7 Juni 2013. Lantas disusul penjualan 1,03 miliar lembar saham atau 80 persen saham TelkomVision kepada Trans Corpora seharga Rp926,5 miliar pada 8 Oktober 2013.
"Telkom dan Kementerian BUMN juga berjanji akan memberi penjelasan kepada Komisi VI DPR, tetapi sampai sekarang belum ada kelanjutannya. Di luar itu, mereka harus konsisten dengan rekomendasi rapat komisi," pungkas Erik.
(izz)