SBY diminta cabut larangan BBM subsidi bagi nelayan
A
A
A
Sindonews.com - Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) mendesak agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mencabut larangan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi bagi nelayan dengan ukuran kapal 30 GT ke atas.
"Kami mendesak agar Presiden mencabut pelaksanaan perintah BPH Migas tersebut," kata Direktur Puskepi Sofyano Zakaria di Jakarta, Rabu (5/2/2014).
Sebelumnya, Badan Pengatur Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) pada 15/1/2014 mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 29/07/Ka.BPH/2014. SK tersebut ditujukan kepada distributor BBM bersubsidi, yakni PT Pertamina (persero), AKR dan Surya Parna Niaga (SPN) agar tidak menyalurkan BBM bersubsidi kepada nelayan dengan ukuran kapal di atas 30 GT.
Menurut Sofyano, larangan tersebut bertentangan dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 18 Tahun 2013 tentang Harga Jual Eceran BBM Jenis Tertentu (BBM bersubsidi) untuk konsumen tertentu dengan tidak tegas memuat larangan yang sama dengan perintah BPH Migas tersebut.
"Aturan harus dipertegas supaya tidak timbul kegelisahan bagi para nelayan khususnya nelayan yang menggunakan kapal 30 GT," kata dia.
Bahkan, menurut Sofyano, larangan tersebut dikeluarkan tanpa ada diskusi atau sosialisasi terlebih dahulu dengan kelompok nelayan nasional, sehingga berpotensi menimbulkan dampak terhadap pelaku penyaluran BBM bersubsidi, yaitu Pertamina, AKR dan SPN.
"Ini berpotensi menimbulkan masalah distribusi di lapangan yang tidak menguntungkan pelaku penyaluran BBM bersubsidi," ujar dia.
Tidak hanya itu, larangan tersebut juga berpotensi menimbulkan gejolak politis yang pada akhirnya berpotensi kontra produktif dengan penetapan larangan tersebut. Hal itu mengingat jumlah nelayan di negeri ini sangat siginifikan.
Dia menjelaskan, ketika timbul penolakan dari nelayan terhadap larangan tersebut, akan menjadi alat perjuangan bagi partai politik (parpol) dan calon legislatif (caleg) untuk meraih simpati.
"Sehingga keputusan BPH Migas dan pemerintah akhirnya mandul ketika parpol dan caleg yang akan manggung di Pemilu 2014 berhasil mementahkannya," pungkas Sofyano.
"Kami mendesak agar Presiden mencabut pelaksanaan perintah BPH Migas tersebut," kata Direktur Puskepi Sofyano Zakaria di Jakarta, Rabu (5/2/2014).
Sebelumnya, Badan Pengatur Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) pada 15/1/2014 mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 29/07/Ka.BPH/2014. SK tersebut ditujukan kepada distributor BBM bersubsidi, yakni PT Pertamina (persero), AKR dan Surya Parna Niaga (SPN) agar tidak menyalurkan BBM bersubsidi kepada nelayan dengan ukuran kapal di atas 30 GT.
Menurut Sofyano, larangan tersebut bertentangan dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 18 Tahun 2013 tentang Harga Jual Eceran BBM Jenis Tertentu (BBM bersubsidi) untuk konsumen tertentu dengan tidak tegas memuat larangan yang sama dengan perintah BPH Migas tersebut.
"Aturan harus dipertegas supaya tidak timbul kegelisahan bagi para nelayan khususnya nelayan yang menggunakan kapal 30 GT," kata dia.
Bahkan, menurut Sofyano, larangan tersebut dikeluarkan tanpa ada diskusi atau sosialisasi terlebih dahulu dengan kelompok nelayan nasional, sehingga berpotensi menimbulkan dampak terhadap pelaku penyaluran BBM bersubsidi, yaitu Pertamina, AKR dan SPN.
"Ini berpotensi menimbulkan masalah distribusi di lapangan yang tidak menguntungkan pelaku penyaluran BBM bersubsidi," ujar dia.
Tidak hanya itu, larangan tersebut juga berpotensi menimbulkan gejolak politis yang pada akhirnya berpotensi kontra produktif dengan penetapan larangan tersebut. Hal itu mengingat jumlah nelayan di negeri ini sangat siginifikan.
Dia menjelaskan, ketika timbul penolakan dari nelayan terhadap larangan tersebut, akan menjadi alat perjuangan bagi partai politik (parpol) dan calon legislatif (caleg) untuk meraih simpati.
"Sehingga keputusan BPH Migas dan pemerintah akhirnya mandul ketika parpol dan caleg yang akan manggung di Pemilu 2014 berhasil mementahkannya," pungkas Sofyano.
(rna)