Bank Permata bidik fee based income tumbuh 30%
A
A
A
Sindonews.com - PT Bank Permata Tbk (BNLI) menargetkan pendapatan berbasis biaya (fee based income/FBI) tumbuh 30 persen tahun ini. Hal ini sejalan dengan strategi perseroan dalam memperkuat layanan transaksi perbankan dalam menyambut masyarakat ekonomi ASEAN.
Head Transaction Banking BNLI, Rudy Tanjung mengatakan, kontribusi transaksi trading masih mendominasi FBI mencapai 60 persen. Hal ini wajar karena perseroan memang memperkuat layanan tranaksi trading ekspor impor dibandingkan dana tunai.
Setidaknya, dalam tiga tahun terakhir perseroan berhasil mencatatkan pertumbuhan trading 30 persen. Tahun lalu perseroan mencatatkan nilai transaksi USD25 juta. "Kami memang mengandalkan layanan transaksional, khususnya untuk trading. Namun kondisinya masih didominasi bisnis impor sebesar 70 persen dibandingkan ekspor," ujar Rudy di Jakarta, Selasa (11/2/2014).
Dia menuturkan, dengan kondisi rupiah yang melemah saat ini justru seharusnya memanfaatkan transaksi ekspor ke luar negeri. Namun pihaknya kesulitan memperbesar nilai ekspor karena secara nasional nilai ekspor masih defisit, sedangkan pemerintah belum mendorong ekspor secara siginfikan.
Ke depan pihaknya akan melakukan pendataan kebutuhan eksportir sehingga dapat dilakukan mendiversifikasi produk layanan yang tepat. "Kami ingin cek kebutuhan dengan kesiapan layanan pada kami. Kami ingin melayani nasabah secara penuh, sehingga dapat bersaing dengan kompetitor," katanya.
Selain itu, perseroan juga menargetkan akan dapat menyeimbangkan ekspor dengan impor dalam dua tahun ke depan. Salah satu sektor andalan yang dibidik adalah komoditas. Sektor ini disebutnya potensial untuk mempercepat transaksinya dalam waktu dekat. "Impor terlalu banyak issue nya, sehingga ekspor lebih potensial," ujarnya.
Rencana memperkuat FBI merupakan pilihan bagi perbankan dalam menghadapi aturan Bank Indonesia (BI) yang menghendaki pertumbuhan aset 15-17 persen, sedangkan pendapatan harus tumbuh 25 persen. Bisnis transaksi perseroan akan didukung target pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) mencapai 25 persen tahun ini.
Pada November tahun lalu, perseroan mencatatkan DPK mencapai Rp47 triliun dari 1.200 nasabah dengan komposisi deposito berjangka sebesar 70 persen. "Kami juga ingin menurunkan porsi dana mahal kami tahun ini walaupun tidak mudah namun sangat dibutuhkan," pungkas Rudy.
Head Transaction Banking BNLI, Rudy Tanjung mengatakan, kontribusi transaksi trading masih mendominasi FBI mencapai 60 persen. Hal ini wajar karena perseroan memang memperkuat layanan tranaksi trading ekspor impor dibandingkan dana tunai.
Setidaknya, dalam tiga tahun terakhir perseroan berhasil mencatatkan pertumbuhan trading 30 persen. Tahun lalu perseroan mencatatkan nilai transaksi USD25 juta. "Kami memang mengandalkan layanan transaksional, khususnya untuk trading. Namun kondisinya masih didominasi bisnis impor sebesar 70 persen dibandingkan ekspor," ujar Rudy di Jakarta, Selasa (11/2/2014).
Dia menuturkan, dengan kondisi rupiah yang melemah saat ini justru seharusnya memanfaatkan transaksi ekspor ke luar negeri. Namun pihaknya kesulitan memperbesar nilai ekspor karena secara nasional nilai ekspor masih defisit, sedangkan pemerintah belum mendorong ekspor secara siginfikan.
Ke depan pihaknya akan melakukan pendataan kebutuhan eksportir sehingga dapat dilakukan mendiversifikasi produk layanan yang tepat. "Kami ingin cek kebutuhan dengan kesiapan layanan pada kami. Kami ingin melayani nasabah secara penuh, sehingga dapat bersaing dengan kompetitor," katanya.
Selain itu, perseroan juga menargetkan akan dapat menyeimbangkan ekspor dengan impor dalam dua tahun ke depan. Salah satu sektor andalan yang dibidik adalah komoditas. Sektor ini disebutnya potensial untuk mempercepat transaksinya dalam waktu dekat. "Impor terlalu banyak issue nya, sehingga ekspor lebih potensial," ujarnya.
Rencana memperkuat FBI merupakan pilihan bagi perbankan dalam menghadapi aturan Bank Indonesia (BI) yang menghendaki pertumbuhan aset 15-17 persen, sedangkan pendapatan harus tumbuh 25 persen. Bisnis transaksi perseroan akan didukung target pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) mencapai 25 persen tahun ini.
Pada November tahun lalu, perseroan mencatatkan DPK mencapai Rp47 triliun dari 1.200 nasabah dengan komposisi deposito berjangka sebesar 70 persen. "Kami juga ingin menurunkan porsi dana mahal kami tahun ini walaupun tidak mudah namun sangat dibutuhkan," pungkas Rudy.
(izz)