DJBC pastikan tagih kekurangan tarif cukai
A
A
A
Sindonews.com - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan, sejauh ini baru sebagian perusahaan rokok yang secara sukarela mendaftarkan adanya hubungan keterkaitan dengan perusahaan rokok lainnya.
Namun DJBC mengaku akan tegas melaksanakan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 131/2013 soal hubungan keterkaitan ini dengan terus melakukan penyelidikan.
Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai Kemenkeu, Susiwijono Moegiarso memastikan, PMK tersebut sudah diimplementasikan sejak diterbitkan akhir tahun lalu.
"Jika ada yang belum secara sukarela mendaftar atau menyerahkan laporan, kami bisa melakukan penyelidikan. Jika di tengah jalan ditemukan ada hubungan keterkaitan, kami akan tarik mundur (pengenaan tarif), sejak dipastikan ada hubungan keterkaitan," ujarnya, Selasa (18/2/2014).
Penetapan adanya hubungan keterkaitan antar perusahaan rokok, penting untuk menentukan kelas dari sebuah perusahaan rokok yang ujungnya ke penentuan penggolongan tarif cukai. Dengan PMK ini, DJBC menghitung akan ada potensi kenaikan penerimaan negara dari cukai rokok.
"Kami yakin perusahaan akan berfikir beberapa kali untuk tak menyatakan adanya hubungan keterkaitan dengan peruahaan rokok lainnya. Karena akan ada beban di depan yang ditagih dari kekurangan tarif yang mereka bayarkan. Jadi potensi penerimaan dari PMK ini bisa diamankan," ujarnya.
Berdasarkan data yang ada di DJBC, saat ini ada sekitar 1.130 perushaan rokok yang terdaftar. Dari jumlah itu, saat ini ada tujuh perusahaan rokok yang masuk dan ditetapkan dalam golongan I (skala besar). Diantaranya PT HM Sampoerna, PT Gudang Garam PT Djarum dan PT Nodjorono Kudus.
"Kalau untuk perusahaan rokok terbuka (Tbk), gampang menyelidikinya. Toh bisa dilihat dari laporan keuangannya. Tapi tanpa itu, mereka kebanyakan sudah secara sukarela mendaftar," kata dia.
Untuk diketahui PMK ini merupakan revisi dari PMK No 78/2013. Jika aturan revisi ini dijalankan, dia optimistis penerimaan cukai rokok tahun ini bisa tumbuh 10 persen di banding tahun lalu.
Pada 2014, target penerimaan cukai dinaikan Rp11,7 triliun dari Rp104,7 triliun di tahun ini menjadi Rp116,3 triliun tahun depan. Sekitar 95 persen dari target tersebut berasal dari cukai rokok.
"Dengan PMK baru ini intinya layering atau grading penggolongan pabrik rokok untuk dasar penetapan tarif cukai rokok, benar-benar akan diterapkan sesuai total volume produksi dari tiap perusahaan, termasuk anak perusahaan atau yang terafiliasi," pungkas Susiwijono.
Namun DJBC mengaku akan tegas melaksanakan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 131/2013 soal hubungan keterkaitan ini dengan terus melakukan penyelidikan.
Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai Kemenkeu, Susiwijono Moegiarso memastikan, PMK tersebut sudah diimplementasikan sejak diterbitkan akhir tahun lalu.
"Jika ada yang belum secara sukarela mendaftar atau menyerahkan laporan, kami bisa melakukan penyelidikan. Jika di tengah jalan ditemukan ada hubungan keterkaitan, kami akan tarik mundur (pengenaan tarif), sejak dipastikan ada hubungan keterkaitan," ujarnya, Selasa (18/2/2014).
Penetapan adanya hubungan keterkaitan antar perusahaan rokok, penting untuk menentukan kelas dari sebuah perusahaan rokok yang ujungnya ke penentuan penggolongan tarif cukai. Dengan PMK ini, DJBC menghitung akan ada potensi kenaikan penerimaan negara dari cukai rokok.
"Kami yakin perusahaan akan berfikir beberapa kali untuk tak menyatakan adanya hubungan keterkaitan dengan peruahaan rokok lainnya. Karena akan ada beban di depan yang ditagih dari kekurangan tarif yang mereka bayarkan. Jadi potensi penerimaan dari PMK ini bisa diamankan," ujarnya.
Berdasarkan data yang ada di DJBC, saat ini ada sekitar 1.130 perushaan rokok yang terdaftar. Dari jumlah itu, saat ini ada tujuh perusahaan rokok yang masuk dan ditetapkan dalam golongan I (skala besar). Diantaranya PT HM Sampoerna, PT Gudang Garam PT Djarum dan PT Nodjorono Kudus.
"Kalau untuk perusahaan rokok terbuka (Tbk), gampang menyelidikinya. Toh bisa dilihat dari laporan keuangannya. Tapi tanpa itu, mereka kebanyakan sudah secara sukarela mendaftar," kata dia.
Untuk diketahui PMK ini merupakan revisi dari PMK No 78/2013. Jika aturan revisi ini dijalankan, dia optimistis penerimaan cukai rokok tahun ini bisa tumbuh 10 persen di banding tahun lalu.
Pada 2014, target penerimaan cukai dinaikan Rp11,7 triliun dari Rp104,7 triliun di tahun ini menjadi Rp116,3 triliun tahun depan. Sekitar 95 persen dari target tersebut berasal dari cukai rokok.
"Dengan PMK baru ini intinya layering atau grading penggolongan pabrik rokok untuk dasar penetapan tarif cukai rokok, benar-benar akan diterapkan sesuai total volume produksi dari tiap perusahaan, termasuk anak perusahaan atau yang terafiliasi," pungkas Susiwijono.
(izz)