Blok Mahakam harus dikelola Pertamina dan BUMD
A
A
A
Sindonews.com - Kalimantan Timur merupakan salah satu daerah penghasil sumber daya migas terbesar di Indonesia. Namun, sebagai daerah penghasil SDA, Kaltim belum menikmati tingkat kesejahteraan memadai.
Indikatornya, angka kemiskinan masih tinggi dan penyumbang inflasi terbesar di Indonesia, pembangunan infrastruktur tertinggal, rasio elektrifikasi baru sekitar 67 persen, dan rakyat sering antri BBM.
Ini terjadi karena rakyat Kaltim hanya menonton proses eksploitasi SDA, tidak cukup menikmati hasilnya, tetapi paling terdampak dari kerusakan lingkungan yang terjadi. Karena itu, tata kelola SDA harus dirombak dengan memberi peran kepada daerah untuk dapat lebih banyak menikmati dan mengelola kekayaan SDA yang dimiliki.
Hal ini disampaikan Ali Masykur Musa, capres Konvensi Partai Demokrat, dalam kunjungannya ke Balikpapan dalam rangkaian kegiatan Debat Konvensi Bernegara di Kalimantan Timur, Sabtu (22/2/2014).
Ali menyebutkan, salah satu cara yang dilakukan adalah dengan melibatkan BUMD dalam pengelolaan blok-blok migas yang sudah habis kontrak.
“Dalam beberapa tahun ke depan setidaknya ada tiga blok migas di Kaltim yang akan habis kontrak, yaitu Blok Mahakam pada 2017, Blok Attaka pada 2017, dan Blok Sanga-Sanga pada 2018. Ambil alih negara, serahkan ke Pertamina, kasih saham ke BUMD. Jangan biarkan porsi terbesar migas kita terus dikuasai asing dengan kontrak yang seringkali merugikan. Negara harus berdaulat mengelola sektor energi yang akan diwujudkan pada saatnya porsi terbesar migas kita dikuasai bangsa sendiri,” papar Ali.
Lebih jauh Ali menegaskan, persoalan alih kelola Blok Mahakam ini sangat penting karena blok yang dikelola Total (Perancis) dan Inpex (Jepang) ini merupakan penyumbang terbesar produksi gas nasional, dengan sisa cadangan terbukti sewaktu kontrak berakhir minimal 4 triliun kaki kubik (tcf) dan 131 juta barel minyak.
Potensi ini sangat besar untuk dimonetisasi oleh BUMN dan BUMD. Selama 10 tahun terakhir, keuntungan bersih yang didapat Total & Inpex dari eksploitasi Blok Mahakam mencapai USD2 juta per hari atau sekitar USD1,4 miliar per tahun.
“Ini angka yang luar biasa. Pertamina sudah berminat, daerah juga. Saya yakin Pertamina mampu. SDM kita di sektor migas termasuk 3 besar terbaik di dunia. Pertamina juga sudah berpengalaman mengakuisisi blok-blok migas, baik di dalam maupun di luar negeri seperti ONWJ (Jabar) dan Blok 405A di Aljazair dan blok West Qurna-1, di Irak," ujarnya.
"Soal dana, Pertamina juga bisa menggalang sindikasi pendanaan untuk mengambil alih Blok Mahakam. Saya kira tidak ada alasan lagi untuk memperpanjang kontrak. Saatnya BUMN dan BUMD menguasai ladang-ladang migas yang kita miliki. Dan Blok Mahakam salah satu batu ujinya,” sambungnya.
Kontrak Blok Mahakam ditandatangani pada 31 Maret 1967 untuk jangka 30 tahun dan diperpanjang lagi selama 20 tahun beberapa saat sebelum Presiden Soeharto lengser. Pada saat ditemukan, cadangan Blok Mahakam mencapai 21,2 triliun kaki kubik (tcf) gas dan 1,68 miliar barel minyak.
Berproduksi mulai 1974, Blok Mahakam memasok 80 persen Kilang Bontang. Kontrak akan berakhir pada 31 Maret 2017, tetapi saat ini pemerintah belum memutuskan nasib operatorship Blok Mahakam yang berlokasi di Kutai Kartanegara ini.
Kontrak didasarkan pada bagi hasil (PSC), dengan pembagian 70 persen (pemerintah) dan 30 persen kontraktor. Berdasarkan UU No 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan, Kaltim sebagai daerah penghasil mendapat Dana Bagi Hasil sebesar 30,5 persen dari total Gross Revenue Pemerintah.
Ali mendukung daerah melalui BUMD ikut mengelola ladang migas yang dimiliki. Tetapi, Ketua Umum PP ISNU ini mewanti-wanti agar BUMD betul-betul menyiapkan dana.
“Jangan hanya benderanya saja BUMD, tetapi investornya didominasi swasta,” Ali mengingatkan Pemda Kaltim untuk belajar dari kasus kegagalan proses divestasi KPC (Kaltim Prima Coal) dan Newmont NTB.
Indikatornya, angka kemiskinan masih tinggi dan penyumbang inflasi terbesar di Indonesia, pembangunan infrastruktur tertinggal, rasio elektrifikasi baru sekitar 67 persen, dan rakyat sering antri BBM.
Ini terjadi karena rakyat Kaltim hanya menonton proses eksploitasi SDA, tidak cukup menikmati hasilnya, tetapi paling terdampak dari kerusakan lingkungan yang terjadi. Karena itu, tata kelola SDA harus dirombak dengan memberi peran kepada daerah untuk dapat lebih banyak menikmati dan mengelola kekayaan SDA yang dimiliki.
Hal ini disampaikan Ali Masykur Musa, capres Konvensi Partai Demokrat, dalam kunjungannya ke Balikpapan dalam rangkaian kegiatan Debat Konvensi Bernegara di Kalimantan Timur, Sabtu (22/2/2014).
Ali menyebutkan, salah satu cara yang dilakukan adalah dengan melibatkan BUMD dalam pengelolaan blok-blok migas yang sudah habis kontrak.
“Dalam beberapa tahun ke depan setidaknya ada tiga blok migas di Kaltim yang akan habis kontrak, yaitu Blok Mahakam pada 2017, Blok Attaka pada 2017, dan Blok Sanga-Sanga pada 2018. Ambil alih negara, serahkan ke Pertamina, kasih saham ke BUMD. Jangan biarkan porsi terbesar migas kita terus dikuasai asing dengan kontrak yang seringkali merugikan. Negara harus berdaulat mengelola sektor energi yang akan diwujudkan pada saatnya porsi terbesar migas kita dikuasai bangsa sendiri,” papar Ali.
Lebih jauh Ali menegaskan, persoalan alih kelola Blok Mahakam ini sangat penting karena blok yang dikelola Total (Perancis) dan Inpex (Jepang) ini merupakan penyumbang terbesar produksi gas nasional, dengan sisa cadangan terbukti sewaktu kontrak berakhir minimal 4 triliun kaki kubik (tcf) dan 131 juta barel minyak.
Potensi ini sangat besar untuk dimonetisasi oleh BUMN dan BUMD. Selama 10 tahun terakhir, keuntungan bersih yang didapat Total & Inpex dari eksploitasi Blok Mahakam mencapai USD2 juta per hari atau sekitar USD1,4 miliar per tahun.
“Ini angka yang luar biasa. Pertamina sudah berminat, daerah juga. Saya yakin Pertamina mampu. SDM kita di sektor migas termasuk 3 besar terbaik di dunia. Pertamina juga sudah berpengalaman mengakuisisi blok-blok migas, baik di dalam maupun di luar negeri seperti ONWJ (Jabar) dan Blok 405A di Aljazair dan blok West Qurna-1, di Irak," ujarnya.
"Soal dana, Pertamina juga bisa menggalang sindikasi pendanaan untuk mengambil alih Blok Mahakam. Saya kira tidak ada alasan lagi untuk memperpanjang kontrak. Saatnya BUMN dan BUMD menguasai ladang-ladang migas yang kita miliki. Dan Blok Mahakam salah satu batu ujinya,” sambungnya.
Kontrak Blok Mahakam ditandatangani pada 31 Maret 1967 untuk jangka 30 tahun dan diperpanjang lagi selama 20 tahun beberapa saat sebelum Presiden Soeharto lengser. Pada saat ditemukan, cadangan Blok Mahakam mencapai 21,2 triliun kaki kubik (tcf) gas dan 1,68 miliar barel minyak.
Berproduksi mulai 1974, Blok Mahakam memasok 80 persen Kilang Bontang. Kontrak akan berakhir pada 31 Maret 2017, tetapi saat ini pemerintah belum memutuskan nasib operatorship Blok Mahakam yang berlokasi di Kutai Kartanegara ini.
Kontrak didasarkan pada bagi hasil (PSC), dengan pembagian 70 persen (pemerintah) dan 30 persen kontraktor. Berdasarkan UU No 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan, Kaltim sebagai daerah penghasil mendapat Dana Bagi Hasil sebesar 30,5 persen dari total Gross Revenue Pemerintah.
Ali mendukung daerah melalui BUMD ikut mengelola ladang migas yang dimiliki. Tetapi, Ketua Umum PP ISNU ini mewanti-wanti agar BUMD betul-betul menyiapkan dana.
“Jangan hanya benderanya saja BUMD, tetapi investornya didominasi swasta,” Ali mengingatkan Pemda Kaltim untuk belajar dari kasus kegagalan proses divestasi KPC (Kaltim Prima Coal) dan Newmont NTB.
(gpr)