Ingin naikkan royalti, pemerintah tak libatkan pengusaha
A
A
A
Sindonews.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan menaikan tarif royalti hingga 13,5 persen untuk pemegang kontrak Izin Usaha Pertambangan (IUP) setara dengan pemegang Penambang Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) menilai rencana itu akan memberatkan pengusaha dan membuat bisnis tak kompetitif ketika harga batu bara Indonesia di bawah USD100 per ton.
Direktur Eksekutif Indonesian Mining and Energy Studies (IMES) Erwin Usman menegaskan, pembahasan itu terkesan tak melibatkan pelaku usaha.
"Rencana kenaikan itu sebaiknya dilakukan dengan prinsip pelibatan partisipasi aktif para user, dalam hal ini rekanan pemegang IUP atau asosiasinya sebab mereka yang paling terkena dampak jika ada perubahan kebijakan royalti ini," ujar Erwin dalam keterangannya, Selasa (25/2/2014).
Dia menilai, ketimbang menaikkan royalti akan lebih baik penerimaan royalti dari sektor pertambangan terutama dari pemegang KK dan PKP2B dimaksimalkan.
Dari analisa dan data KPK sampai dengan akhir Desember 2013 banyak perusahaan tambang belum menyetorkan royaltinya. "Sehingga menimbulkan kerugian penerimaan negara yang cukup besar, ini saja dulu dikejar ketimbang menaikkan royalti," tandas dia.
Rencana kenaikan royalti ini juga sudah ditolak forum komunikasi pengusaha tambang Aceh. Para pengusaha Aceh keberatan dengan besarnya biaya tersebut karena mereka juga harus membayar pajak royalti sebesar 7 persen untuk pemerintah daerah dan royalti pengembangan masyarakat.
Royalti 7 persen tersebut diatur dalam peraturan daerah (qanun) tahun 2013 yang mengharuskan pengusaha tambang Aceh membayar pajak 5 persen untuk pemerintah daerah dan 2 persen untuk dana pengembangan masyarakat.
"Total biaya pajak sebesar 20,5 persen memberatkan pengusaha," tutur Ketua Bidang Umum Forum Komunikasi Pengusaha Tambang Aceh Zen Zaeni Achmad.
AdDirektur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Supriyatna Suhala dalam kesempatan yang sama mengatakan, jika pemerintah pusat benar-benar menaikkan royalti harus ada pengecualian untuk Aceh.
"Ini biar enggak double. Kalau Aceh ikut, tetapkan harga yang sehat, mesti win-win solution," pungkasnya.
Para pengusaha tambang Aceh yang tergabung dalam APBI mengatakan idealnya besaran royalti yang dikenakan sebesar 8 persen-9 persen.
"Soalnya, margin pengusaha dari produksi sekitar 10 persen-12 persen. Kalau lebih dari itu kami merugi," tutur Ketua Forum Komunikasi Pengusaha Tambang Aceh Rizal Kasli.
Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) menilai rencana itu akan memberatkan pengusaha dan membuat bisnis tak kompetitif ketika harga batu bara Indonesia di bawah USD100 per ton.
Direktur Eksekutif Indonesian Mining and Energy Studies (IMES) Erwin Usman menegaskan, pembahasan itu terkesan tak melibatkan pelaku usaha.
"Rencana kenaikan itu sebaiknya dilakukan dengan prinsip pelibatan partisipasi aktif para user, dalam hal ini rekanan pemegang IUP atau asosiasinya sebab mereka yang paling terkena dampak jika ada perubahan kebijakan royalti ini," ujar Erwin dalam keterangannya, Selasa (25/2/2014).
Dia menilai, ketimbang menaikkan royalti akan lebih baik penerimaan royalti dari sektor pertambangan terutama dari pemegang KK dan PKP2B dimaksimalkan.
Dari analisa dan data KPK sampai dengan akhir Desember 2013 banyak perusahaan tambang belum menyetorkan royaltinya. "Sehingga menimbulkan kerugian penerimaan negara yang cukup besar, ini saja dulu dikejar ketimbang menaikkan royalti," tandas dia.
Rencana kenaikan royalti ini juga sudah ditolak forum komunikasi pengusaha tambang Aceh. Para pengusaha Aceh keberatan dengan besarnya biaya tersebut karena mereka juga harus membayar pajak royalti sebesar 7 persen untuk pemerintah daerah dan royalti pengembangan masyarakat.
Royalti 7 persen tersebut diatur dalam peraturan daerah (qanun) tahun 2013 yang mengharuskan pengusaha tambang Aceh membayar pajak 5 persen untuk pemerintah daerah dan 2 persen untuk dana pengembangan masyarakat.
"Total biaya pajak sebesar 20,5 persen memberatkan pengusaha," tutur Ketua Bidang Umum Forum Komunikasi Pengusaha Tambang Aceh Zen Zaeni Achmad.
AdDirektur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Supriyatna Suhala dalam kesempatan yang sama mengatakan, jika pemerintah pusat benar-benar menaikkan royalti harus ada pengecualian untuk Aceh.
"Ini biar enggak double. Kalau Aceh ikut, tetapkan harga yang sehat, mesti win-win solution," pungkasnya.
Para pengusaha tambang Aceh yang tergabung dalam APBI mengatakan idealnya besaran royalti yang dikenakan sebesar 8 persen-9 persen.
"Soalnya, margin pengusaha dari produksi sekitar 10 persen-12 persen. Kalau lebih dari itu kami merugi," tutur Ketua Forum Komunikasi Pengusaha Tambang Aceh Rizal Kasli.
(rna)