Industri jamu belum siap hadapi MEA

Selasa, 11 Maret 2014 - 21:27 WIB
Industri jamu belum siap hadapi MEA
Industri jamu belum siap hadapi MEA
A A A
Sindonews.com - Produk jamu dan obat tradisional belum siap menghadapi pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang berlaku efektif 31 Desember 2015 mendatang. Banyak persoalan di dalam negeri yang harus diselesaikan terlebih dahulu agar siap menghadapi pasar tunggal Asean ini.

“Yang kita harapkan itu bagaimana seirama dengan RUU Jamu, karena RUU Jamu itu perlu waktu ya mau gak mau kita harus bisa menjaga keseimbangan di dalam program ASEAN harmonisasi atau MEA 2015 dengan cara kita minta waktu untuk bisa ditunda,” kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia (GP Jamu) Charles Saerang pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II GP Jamu 2014 di Jakarta, Selasa (11/3/2014).

Menurut Charles, untuk produk jamu dan obat tradisional, paling cepat bisa mengikuti pasar tunggal Asean pada 2018 mendatang. “Bukan berarti kita tidak menyetujui (pemberlakukan MEA), tapi kita minta waktu untuk mempersiapkan kemampuan kita dalam menghadapai MEA ini. Waktunya mungkin kita bisa perjuangkan untuk lebih panjang, mungkin tiga tahun lagi,” katanya.

Waktu tiga tahun tersebut, kata dia, diperkirakan cukup untuk mempersiapkan diri. Sebab menurutnya, regulasi yang diterapkan dalam MEA memiliki standar yang cukup tinggi.

“Setiap regulasi itu semuanya based on atau dasarnya adalah farmasi. Ya untuk saat ini kita beratlah kalau mengikuti standar farmasi,” ujar Charles.

Menurut Charles, apabila tetap dipaksakan di 2015, jamu dan obat tradisional Indonesia sulit bersaing dengan produk sejenis dari berbagai negara di ASEAN. Saat ini saja, berbagai obat tradisional dari berbagai negara Asean telah membanjiri Indonesia, terutama produk multi level marketing (MLM) dan food suplement.

Makin maraknya produk MLM yang memasukkan produknya ke Indonesia lantaran kemudahan yang diberikan pemerintah menyebabkan banyak pengusaha jamu gulung tikar karena kalah bersaing dengan produk asing.

Apalagi setelah diberlakukannya perjanjian pasar bebas Asean China Free Trade Agreement (ACFTA) pada 2012, obat tradisional China mengalir deras ke Indonesia.

“Kendala lainnya adalah jamu kimia semakin banyak beredar akibat kurangnya masyarakat mengetahui manfaat jamu. Kemudian juga banyaknya regulasi pemerintah yang merugikan pengusaha jamu,” katanya.

Charles memaparkan beberapa regulasi pemerintah yang memberatkan pengusaha jamu. Di antaranya Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 006/2012 tentang Ijin Obat Tradisional dan Permenkes No.007/2012 tentang Registrasi Obat Tradisional. “Rekan-rekan kami di daerah masih saja diintimidasi oleh oknum instansi karena belum melakukan pengurusan izin ulang,” katanya.

Industri obat tradisional (IOT) yang belum mengurus perizinan ini, mayoritas merupakan industri kecil. Data GP Jamu, saat ini ada 1.106 IOT yang terdiri atas 130 IOT besar dan 1.036 IOT kecil.

Di tempat yang sama Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) RI Roy Sparingga mengatakan bahwa saat ini informasi jamu untuk memelihara kesehatan masyarakat belum terkelola dengan baik. Selain itu juga karena masih ditemukan jamu yang dicampur dengan bahan kimia obat (BKO), sehingga merusak citra jamu Indonesia.

“Namun demikian kami siap bekerjasama dengan GP Jamu untuk meningkatkan daya saing jamu maupun obat tradisional di Indonesia dalam menghadapi MEA 2015,” kata Roy.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4680 seconds (0.1#10.140)