Ikagi minta pemerintah lindungi gula nasional
A
A
A
Sindonews.com - Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi) meminta pemerintah melindungi gula nasional agar mampu bersaing dalam pemberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015 mendatang. Salah satunya, suku bunga untuk program revitalisasi pabrik gula diturunkan.
Ketua Umum Ikagi, Subiyono mengungkapkan, tanpa keberpihakan pemerintah, gula nasional sulit bersaing dengan negara lain pada MEA 2015. "Perlu revitalisasi pabrik gula karena mayoritas pabrik gula di Indonesia sudah kuno," katanya di Yogyakarta, Jumat (18/4/2014).
Subiyono mengatakan, untuk revitalisasi pabrik gula bukan persoalan mudah karena butuh biaya besar. Jika mengandalkan dana pinjaman dari bank, jelas memberatkan karena suku bunga di Indonesia relatif tinggi, yakni 12 persen. "Konkretnya, pemerintah harus menurunkan suku bunga bank," ujarnya.
Dia menambahkan, industri gula nasional saat ini sudah memberikan banyak pendapatan untuk negara, salah satunya pajak (PPn) sebesar 10 persen dari harga jual gula.
"PPn gula per tahun mencapai Rp2,5 triliun. Kalau uang tersebut dijadikan pinjaman untuk pengembangan industri gula nasional, seperti revitalisasi pabrik gula, sudah sangat membantu," ungkapnya.
Ketua Bidang Budidaya dan Produksi Ikagi, Slamet Purwadi menambahkan, industri gula nasional membutuhkan perhatian konkret dari pemerintah. Jika hal itu tidak dilakukan, maka industri gula nasional lambat laun akan bangkrut.
"Menurunkan suku bunga bagi produsen industri gula dalam negeri adalah salah satu yang bisa dilakukan pemerintah dalam melindungi industri gula nasional," ujarnya.
Sebelum diberlakukan MEA saja, kondisi industri gula nasional sudah terpuruk. Padahal, nanti saat MEA diberlakukan pada 2015 dengan pasar bebas, industri gula nasional harus berhadapan dengan produksi gula dari negara lain yang lebih mapan.
Perbandingan industri gula nasional dengan Thailand tidak seimbang. Produksi gula nasional yang memiliki 62 pabrik gula hanya mampu menghasilkan 2,55 juta ton per tahun. Sedangkan Thailand yang hanya memiliki 50 unit pabrik gula mampu memproduksi 10,61 juta ton per tahun. Dari luas lahan tebu, Indonesia hanya memiliki 469.000 hektar sedangkan Thaland memiliki 1,35 juta hektar.
Ketua Umum Ikagi, Subiyono mengungkapkan, tanpa keberpihakan pemerintah, gula nasional sulit bersaing dengan negara lain pada MEA 2015. "Perlu revitalisasi pabrik gula karena mayoritas pabrik gula di Indonesia sudah kuno," katanya di Yogyakarta, Jumat (18/4/2014).
Subiyono mengatakan, untuk revitalisasi pabrik gula bukan persoalan mudah karena butuh biaya besar. Jika mengandalkan dana pinjaman dari bank, jelas memberatkan karena suku bunga di Indonesia relatif tinggi, yakni 12 persen. "Konkretnya, pemerintah harus menurunkan suku bunga bank," ujarnya.
Dia menambahkan, industri gula nasional saat ini sudah memberikan banyak pendapatan untuk negara, salah satunya pajak (PPn) sebesar 10 persen dari harga jual gula.
"PPn gula per tahun mencapai Rp2,5 triliun. Kalau uang tersebut dijadikan pinjaman untuk pengembangan industri gula nasional, seperti revitalisasi pabrik gula, sudah sangat membantu," ungkapnya.
Ketua Bidang Budidaya dan Produksi Ikagi, Slamet Purwadi menambahkan, industri gula nasional membutuhkan perhatian konkret dari pemerintah. Jika hal itu tidak dilakukan, maka industri gula nasional lambat laun akan bangkrut.
"Menurunkan suku bunga bagi produsen industri gula dalam negeri adalah salah satu yang bisa dilakukan pemerintah dalam melindungi industri gula nasional," ujarnya.
Sebelum diberlakukan MEA saja, kondisi industri gula nasional sudah terpuruk. Padahal, nanti saat MEA diberlakukan pada 2015 dengan pasar bebas, industri gula nasional harus berhadapan dengan produksi gula dari negara lain yang lebih mapan.
Perbandingan industri gula nasional dengan Thailand tidak seimbang. Produksi gula nasional yang memiliki 62 pabrik gula hanya mampu menghasilkan 2,55 juta ton per tahun. Sedangkan Thailand yang hanya memiliki 50 unit pabrik gula mampu memproduksi 10,61 juta ton per tahun. Dari luas lahan tebu, Indonesia hanya memiliki 469.000 hektar sedangkan Thaland memiliki 1,35 juta hektar.
(gpr)