Solar bersubsidi diprediksi over kuota tahun ini
A
A
A
Sindonews.com - Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) memperkirakan terjadinya over kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar pada tahun ini. Aksi penyelewengan distribusi solar menjadi penyebab membengkaknya konsumsi solar.
Direktur Puskepi Sofyano Zakaria mengatakan, disparitas harga antara solar bersubsidi dengan solar non subsidi merupakan pemicu terjadinya penyelundupan BBM. Harga solar non subsidi saat ini adalah sebesar Rp12.500/liter sedang solar bersubsidi hanya sebesar Rp5.500/liter.
"Pemerintah harus membuat tim pengawasan terpadu terhadap BBM bersubsidi yang melibatkan seluruh aparat dan terdapat di setiap provinsi, kabupaten dan kota," kata Sofyano di Jakarta, Kamis (1/5/2014).
Sofyano menuturkan, aksi penyelundupan bisa dilakukan dari kendaraan tangki BBM ke kapal. Pasalnya belum ada larangan penjualan BBM subsidi dengan mekanisme tersebut. Menurutnya, warna solar bersubsidi dan non subsidi harus dibedakan agar tidak mudah diselewengkan ke industri ataupun ke transportasi air.
"Ini pernah dilakukan Pertamina terhadap minyak tanah subsidi. Ini cukup efektif menekan penyalahgunaan," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum APBBMI (Asosiasi Penyalur Bahan Bakar Minyak Indonesia) Ahmad Faisal meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan Surat Keterangan Penyalur (SKP) yang berlaku bagi kegiatan penyaluran di darat dan di laut/sungai sehingga ada perbedaan antara agen BBM non subsidi untuk industri dengan agen bbm non subsidi untuk marines.
Ahmad menuturkan, dengan SKP tersebut maka agen BBM industri menyuplai ke pembeli dengan menggunakan kendaraan tangki. Sedangkan agen BBM marines menyuplai BBM dengan menggunakan kapal tanker, SPOB dan tongkang.
"Kementerian ESDM harus melarang badan badan usaha niaga umum menyalurkan BBM ke kapal-kapal yang sedang berlabuh di dermaga pelabuhan dengan menggunakan mobil tangki," ujarnya.
Direktur Puskepi Sofyano Zakaria mengatakan, disparitas harga antara solar bersubsidi dengan solar non subsidi merupakan pemicu terjadinya penyelundupan BBM. Harga solar non subsidi saat ini adalah sebesar Rp12.500/liter sedang solar bersubsidi hanya sebesar Rp5.500/liter.
"Pemerintah harus membuat tim pengawasan terpadu terhadap BBM bersubsidi yang melibatkan seluruh aparat dan terdapat di setiap provinsi, kabupaten dan kota," kata Sofyano di Jakarta, Kamis (1/5/2014).
Sofyano menuturkan, aksi penyelundupan bisa dilakukan dari kendaraan tangki BBM ke kapal. Pasalnya belum ada larangan penjualan BBM subsidi dengan mekanisme tersebut. Menurutnya, warna solar bersubsidi dan non subsidi harus dibedakan agar tidak mudah diselewengkan ke industri ataupun ke transportasi air.
"Ini pernah dilakukan Pertamina terhadap minyak tanah subsidi. Ini cukup efektif menekan penyalahgunaan," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum APBBMI (Asosiasi Penyalur Bahan Bakar Minyak Indonesia) Ahmad Faisal meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan Surat Keterangan Penyalur (SKP) yang berlaku bagi kegiatan penyaluran di darat dan di laut/sungai sehingga ada perbedaan antara agen BBM non subsidi untuk industri dengan agen bbm non subsidi untuk marines.
Ahmad menuturkan, dengan SKP tersebut maka agen BBM industri menyuplai ke pembeli dengan menggunakan kendaraan tangki. Sedangkan agen BBM marines menyuplai BBM dengan menggunakan kapal tanker, SPOB dan tongkang.
"Kementerian ESDM harus melarang badan badan usaha niaga umum menyalurkan BBM ke kapal-kapal yang sedang berlabuh di dermaga pelabuhan dengan menggunakan mobil tangki," ujarnya.
(gpr)