Harga cabai anjlok, petani rugi jutaan rupiah
A
A
A
Sindonews.com - Harga cabai merah keriting di tingkat petani di wilayah Kabupaten Semarang, Jawa Tengah (Jateng) dalam satu bulan terakhir mengalami penurunan. Bahkan pekan lalu, harga cabai anjlok dari Rp20.000 per kilogram (kg) menjadi Rp7.000 kg.
Akibatnya, petani merugi hingga jutaan rupiah. Hal ini seperti yang dialami para petani cabai di Dusun Selo Ngisor, Desa Batur, Kecamatan Getasan. Mereka bangkrut lantaran hasil penjualan cabai jauh di bawah biaya produksi.
"Penurunan harga cabai terjadi sejak satu bulan lalu. Pekan kemarin anjlok menjadi Rp7.000 per kg. Kalau harga di bawah Rp10.000 per kg, petani bangkrut," kata Kasan, salah seorang petani cabai setempat, Rabu (7/5/2014).
Dia menjelaskan, biaya produksi cabai cukup tinggi. Mulai dari pengolahan tanah, pembelian bibit, pemupukan dan perawatan hingga panen untuk 3.000 pohon cabai membutuhkan biaya lebih dari Rp5 juta. Padahal, tidak semua pohon bisa berbuah secara maksimal dan buahnya juga tidak bisa baik semua.
"Kalau tidak terserang hama dan tidak ada pohon yang mati, hasil panen 3.000 batang pohon rata-rata mencapai 1 ton. Jadi kalau harganya di bawah Rp10.000 per kg, hitungannya petani rugi. Karena saat panen kami masih mengeluarkan biaya untuk membayar tenaga pemanen dan ongkos kendaraan untuk mengangkut cabai ke pasar yang nilainya mencapai ratusan ribu," jelasnya.
Petani lainnya, Sini, menuturkan bahwa berdasarkan informasi para pedagang cabai di sejumlah pasar, penurunan harga cabai disebabkan masa panen di Jawa Tengah berbarengan. Sehingga, stok cabai di pasaran banyak.
"Kalau cabai di pasaran melimpah, harga cabai pasti rendah. Tapi kalau stok cabai di pasaran sedikit, harga cukup tinggi," katanya.
Dia mengatakan, harga cabai dipengaruhi hasil panen. Sehingga petani tidak bisa menentukan harga. "Petani hanya bisa pasrah menerima harga pasar. Kalau lagi tinggi, kami untung. Tapi kalau harganya lagi anjlok seperti sekarang ini, petani bangkrut," pungkasnya.
Akibatnya, petani merugi hingga jutaan rupiah. Hal ini seperti yang dialami para petani cabai di Dusun Selo Ngisor, Desa Batur, Kecamatan Getasan. Mereka bangkrut lantaran hasil penjualan cabai jauh di bawah biaya produksi.
"Penurunan harga cabai terjadi sejak satu bulan lalu. Pekan kemarin anjlok menjadi Rp7.000 per kg. Kalau harga di bawah Rp10.000 per kg, petani bangkrut," kata Kasan, salah seorang petani cabai setempat, Rabu (7/5/2014).
Dia menjelaskan, biaya produksi cabai cukup tinggi. Mulai dari pengolahan tanah, pembelian bibit, pemupukan dan perawatan hingga panen untuk 3.000 pohon cabai membutuhkan biaya lebih dari Rp5 juta. Padahal, tidak semua pohon bisa berbuah secara maksimal dan buahnya juga tidak bisa baik semua.
"Kalau tidak terserang hama dan tidak ada pohon yang mati, hasil panen 3.000 batang pohon rata-rata mencapai 1 ton. Jadi kalau harganya di bawah Rp10.000 per kg, hitungannya petani rugi. Karena saat panen kami masih mengeluarkan biaya untuk membayar tenaga pemanen dan ongkos kendaraan untuk mengangkut cabai ke pasar yang nilainya mencapai ratusan ribu," jelasnya.
Petani lainnya, Sini, menuturkan bahwa berdasarkan informasi para pedagang cabai di sejumlah pasar, penurunan harga cabai disebabkan masa panen di Jawa Tengah berbarengan. Sehingga, stok cabai di pasaran banyak.
"Kalau cabai di pasaran melimpah, harga cabai pasti rendah. Tapi kalau stok cabai di pasaran sedikit, harga cukup tinggi," katanya.
Dia mengatakan, harga cabai dipengaruhi hasil panen. Sehingga petani tidak bisa menentukan harga. "Petani hanya bisa pasrah menerima harga pasar. Kalau lagi tinggi, kami untung. Tapi kalau harganya lagi anjlok seperti sekarang ini, petani bangkrut," pungkasnya.
(izz)