Sampoerna PHK 4.900 Karyawan Kesalahan Pemerintah
A
A
A
JAKARTA - PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP), produsen rokok terbesar di Indonesia ini akan menutup dua pabrik sigaret kretek tangan (SKT) di Jember dan Lumajang. Akibatnya, sebanyak 4.900 kawryawan nya terancam terkena PHK terhitung sejak 31 Mei 2014.
Alasan perusahaan melakukan penutupan dua pabrik ini karena mengalami kerugian besar akibat tidak lakunya produk rokok kretek.
Menanggapi hal ini, pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati mengatakan, pemecatan ini terjadi semata-mata karena kesalahan pemerintah sendiri.
Penerapan terhadap cukai yang tidak fair dan semestinya, membuat industri rokok yang dibuat menggunakan tangan mengalami kerugian cukup besar.
"Sistem cukai saat ini tidak ada perbedaan antara kretek tangan dengan yang dibuat industri. Seharusnya pertimbangan mesin harus lebih tinggi. Mesin itu satu menit bisa menghasilkan 8.000 batang," ucap Enny di Jakartan, Selasa (20/5/2014).
Selain itu, penutupan dua pabrik di Jawa Timur tersebut juga terjadi kerena kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang cukup tinggi. Biaya operasional perusahaan menjadi semakin tinggi dan pendapatan terus berkurang.
"Tuntutan kenaikan UMP dan yang lainnya, makanya perusahaan rokok lebih memilih beralih konversi ke mesin," tegasnya.
Menurutnya, jika pemerintah memperhatikan nasib buruh, seharusnya cukai rokok SKT sama SKM harus dibedakan. Cukai rokok mesih harusnya jauh lebih tinggi daripada rokok kretek buatan tangan manusia.
"Mestinya SKM dinaikkan jadi ada trade off. Sebenarnya cukai bisa tidak hanya rokok. Indonesia punya banyak komoditas dan objek cukai," pungkasnya.
Alasan perusahaan melakukan penutupan dua pabrik ini karena mengalami kerugian besar akibat tidak lakunya produk rokok kretek.
Menanggapi hal ini, pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati mengatakan, pemecatan ini terjadi semata-mata karena kesalahan pemerintah sendiri.
Penerapan terhadap cukai yang tidak fair dan semestinya, membuat industri rokok yang dibuat menggunakan tangan mengalami kerugian cukup besar.
"Sistem cukai saat ini tidak ada perbedaan antara kretek tangan dengan yang dibuat industri. Seharusnya pertimbangan mesin harus lebih tinggi. Mesin itu satu menit bisa menghasilkan 8.000 batang," ucap Enny di Jakartan, Selasa (20/5/2014).
Selain itu, penutupan dua pabrik di Jawa Timur tersebut juga terjadi kerena kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang cukup tinggi. Biaya operasional perusahaan menjadi semakin tinggi dan pendapatan terus berkurang.
"Tuntutan kenaikan UMP dan yang lainnya, makanya perusahaan rokok lebih memilih beralih konversi ke mesin," tegasnya.
Menurutnya, jika pemerintah memperhatikan nasib buruh, seharusnya cukai rokok SKT sama SKM harus dibedakan. Cukai rokok mesih harusnya jauh lebih tinggi daripada rokok kretek buatan tangan manusia.
"Mestinya SKM dinaikkan jadi ada trade off. Sebenarnya cukai bisa tidak hanya rokok. Indonesia punya banyak komoditas dan objek cukai," pungkasnya.
(izz)