Rupiah Jadi Faktor Utama Perubahan Asumsi Makro
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mengajukan perubahan sejumlah asumsi dasar ekonomi makro 2014, yang dijadikan landasan bagi penyusunan arah program kerja dan kebijakan di tahun tersebut.
Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri mengatakan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD) menjadi penyebab utama diajukannya perubahan asumsi makro.
"Tadi saya kira beberapa hal yang juga dibahas, terhadap perubahan asumsi makro memang yang signifikan nilai tukar," ujar dia di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI, Jakarta, Senin (9/6/2014).
Lebih lanjut dia mengatakan, kekhawatiran utama terdapat pada beban subsidi. Defisit transaksi berjalan menurutnya akan muncul pada kuartal III dan IV tahun ini. Karena siklus belanja dan pengeluaran pemerintah meningkat tajam pada masa tersebut.
"Kondisi defisit sampai Maret sebenarnya punya surplus 1,2%. Bulan ini mungkin defisit jadi 0,1% hingga 0,2%. Kalau terjadi peningkatan pengeluaran maka akan jadi beban pemerintah baru. Ketika memasuki masa pemrintahan, di mana anggaran itu defisitnya 0,2%, bisa mengalami penurunan tajam," tambah Chatib.
Karena, lanjut Menkeu, hal ini keputusan strategis, maka pihaknya berbicara apa yang bisa dilakukan untuk menjaga situasi anggaran yang Aman.
"Kalau bicara kepentingan sekarang defisitnya 3%. Sebab itu, bicara mengenai apa yang bisa dilakukan untuk sustainability fiscal. Inilah langkah dengan dilakukan konsolidasi seperti ini, jadi ada ruang pemerintah baru untuk lakukan itu," pungkas dia.
Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri mengatakan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD) menjadi penyebab utama diajukannya perubahan asumsi makro.
"Tadi saya kira beberapa hal yang juga dibahas, terhadap perubahan asumsi makro memang yang signifikan nilai tukar," ujar dia di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI, Jakarta, Senin (9/6/2014).
Lebih lanjut dia mengatakan, kekhawatiran utama terdapat pada beban subsidi. Defisit transaksi berjalan menurutnya akan muncul pada kuartal III dan IV tahun ini. Karena siklus belanja dan pengeluaran pemerintah meningkat tajam pada masa tersebut.
"Kondisi defisit sampai Maret sebenarnya punya surplus 1,2%. Bulan ini mungkin defisit jadi 0,1% hingga 0,2%. Kalau terjadi peningkatan pengeluaran maka akan jadi beban pemerintah baru. Ketika memasuki masa pemrintahan, di mana anggaran itu defisitnya 0,2%, bisa mengalami penurunan tajam," tambah Chatib.
Karena, lanjut Menkeu, hal ini keputusan strategis, maka pihaknya berbicara apa yang bisa dilakukan untuk menjaga situasi anggaran yang Aman.
"Kalau bicara kepentingan sekarang defisitnya 3%. Sebab itu, bicara mengenai apa yang bisa dilakukan untuk sustainability fiscal. Inilah langkah dengan dilakukan konsolidasi seperti ini, jadi ada ruang pemerintah baru untuk lakukan itu," pungkas dia.
(izz)