Subsidi BBM Harus Diputuskan Pemerintahan Baru
A
A
A
JAKARTA - Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) selama ini menjadi perhatian khusus, pasalnya dari tahun ke tahun anggaran tersebut terus membengkak. Oleh karenanya, tantangan bagi pemerintahan yang akan datang adalah bagaimana mengalokasikan dana subsidi BBM tepat sasaran.
"Subsidi BBM harus di-deal oleh presiden nanti. Atau barangkali subsidi diberikan benar-benar ke orang yang membutuhkan," kata mantan Menteri BUMN, Sofyan Djalil di Jakarta, Jumat (20/6/2014).
Dia menyebutkan subsidi untuk BBM tidak masalah dianggarkan sebesar Rp50 triliun, tetapi harus dialokasikan dengan tepat. Sehingga, anggaran tersebut digunakan untuk hal yang tepat.
"Subsidi mencapai Rp50 triliun itu enggak apa-apa tapi tepat, bagaimana mengalokasikan subsidi yang tepat," jelasnya.
Sementara itu, dia menilai saat ini pembangunan berjalan tidak sesuai dengan RPJMN karena kendala infrastruktur dan kreativitas. Menurut dia, pertumbuhan ekonomi di zaman kepemimpinan Suharto mencapai nilai tinggi karena tidak ada permasalahan yang complicated.
"Salah satu masalah yang mengganggu adalah masalah subsidi. Selain itu, pendidikan," ucapnya.
Untuk pendidikan, dia mencontohkan dari sisi penerbangan. Banyak awak kabin berasal dari Filipina karena SDM di Indonesia tidak memadai.
"Filipina Airlines itu banyak yang kerja di sini karena pendidikan kita tidak menyiapkan orang-orang yang kompeten. Maka pendidikan penting," jelasnya.
Dia beranggapan banyak pihak yang mempersoalkan pendidikan karena peran presiden dalam pendidikan tidak terlalu inprensif. "Di sini dibutuhkan presiden yang mampu membetuk tim yang kompeten," tegasnya.
"Subsidi BBM harus di-deal oleh presiden nanti. Atau barangkali subsidi diberikan benar-benar ke orang yang membutuhkan," kata mantan Menteri BUMN, Sofyan Djalil di Jakarta, Jumat (20/6/2014).
Dia menyebutkan subsidi untuk BBM tidak masalah dianggarkan sebesar Rp50 triliun, tetapi harus dialokasikan dengan tepat. Sehingga, anggaran tersebut digunakan untuk hal yang tepat.
"Subsidi mencapai Rp50 triliun itu enggak apa-apa tapi tepat, bagaimana mengalokasikan subsidi yang tepat," jelasnya.
Sementara itu, dia menilai saat ini pembangunan berjalan tidak sesuai dengan RPJMN karena kendala infrastruktur dan kreativitas. Menurut dia, pertumbuhan ekonomi di zaman kepemimpinan Suharto mencapai nilai tinggi karena tidak ada permasalahan yang complicated.
"Salah satu masalah yang mengganggu adalah masalah subsidi. Selain itu, pendidikan," ucapnya.
Untuk pendidikan, dia mencontohkan dari sisi penerbangan. Banyak awak kabin berasal dari Filipina karena SDM di Indonesia tidak memadai.
"Filipina Airlines itu banyak yang kerja di sini karena pendidikan kita tidak menyiapkan orang-orang yang kompeten. Maka pendidikan penting," jelasnya.
Dia beranggapan banyak pihak yang mempersoalkan pendidikan karena peran presiden dalam pendidikan tidak terlalu inprensif. "Di sini dibutuhkan presiden yang mampu membetuk tim yang kompeten," tegasnya.
(gpr)