BI Nyaman Asumsi Nilai Tukar Rupiah Rp11.900/USD

Sabtu, 16 Agustus 2014 - 14:10 WIB
BI Nyaman Asumsi Nilai Tukar Rupiah Rp11.900/USD
BI Nyaman Asumsi Nilai Tukar Rupiah Rp11.900/USD
A A A
JAKARTA - Pemerintah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2015 memutuskan, bahwa asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) tahun depan sebesar Rp11.900 per USD.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengaku nyaman dengan asumsi nilai tukar rupiah terhadap USD yang dicanangkan pemerintah.

"Saya rasa, asumsi nilai tukar Rp11.900 itu adalah nilai tukar yang BI juga nyaman. Kita sama-sama tahu bahwa untuk Indonesia, selain kita harus menjaga inflasi tetap rendah, tetapi yang jadi tantangan kita adalah neraca perdagangan dan neraca berjalan kita," ujarnya usai Pidato Kenegaraan RUU APBN 2015 di Gedung MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (15/8/2014).

Lebih lanjut, dia mengatakan, sejak Januari hingga Juni 2014 neraca perdagangan Indonesia selalu mengalami defisit. Lebih banyak impor ketimbang ekspor. Selain itu, dalam 11 kuartal terakhir neraca transaksi berjalan Indonesia mengalami defisit.

"Tetapi kalau kita ikuti neraca barang dan jasa, itu kalau ditotal kan sama dengan transaksi berjalan. Transaksi berjalan kita kan defisitnya sudah diumumkan USD9,1 Miliar dan ini sudah terjadi 11 kuartal terakhir," imbuhnya.

Sebab itu, perlu ada upaya untuk membuat neraca transaksi berjalan Indonesia membaik. Dia menyebutkan, meski masih defisit namun neraca transaksi berjalan pada kuartal II/2014 mengalami perbaikan dibanding pada kuartal sama tahun sebelumnya.

"Kemarin ini sudah ada perbaikan, karena defisit transaksi berjalan yang di kuartal II/2013 itu USD10,1 miliar, sekarang kuartal II/2014 turun menjadi USD9,1 miliar. Dan, ini ada perbaikan, tetapi perbaikan dibanding setahun lalu. Tetapi masih defisit," ucap Agus.

Menurutnya, Indonesia harus bisa mencapai transaksi perdagangan yang surplus. Kita tidak boleh membiarkan Indonesia terus memiliki transaksi perdagangan barang yang defisit. Dan, ini dinilai menjadi tantangan bagi pemerintah baru untuk memperbaiki neraca tersebut.

"Saya melihat itu yang menjadi tantangan ke depan. Perlu dilakukan kordinasi yang dimulai dengan perencanaan yang baik. Setelah itu perlu implementasi, implementasi yang tidak boleh ditunda, tidak boleh dikurangi adalah reformasi struktural. Dan, reformasi struktural itu yang saya rasa perlu mendapatkan diskusi panjang antara pemerintah dan DPR nanti," pungkasnya.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8167 seconds (0.1#10.140)